Ekonomi Bagi Hasil

Oleh : Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Entah ada apalagi yang terjadi saat ini ketika Pancasila yang telah menjadi kesepakatan konstitusi semenjak kemerdekaan kini dibicarakan kembali oleh banyak orang. Bahkan untuk mempertegas semua itu pemerintahan Jokowi membuat sebuah lembaga  khusus bernama Unit Kerja Presiden Pembina Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang dikepalai oleh Yudi Latif.  Salah satu poin didirikannya UKP – PIP oleh Presiden Jokowi, adalah untuk merespon aksi-aksi organisasi kemasyarakatan radikal dan anti Pancasila di Indonesia. Secara tujuan kehadiran dari UKP – PIP sangat bagus, karena hal itu sangat penting sekali dalam menyegarkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam berkehidupan berbangsa. Namun saja, salah satu nilai-nilai Pancasila yang selama ini jarang disinggung adalah nilai berkonomi. Bagaimanakah nilai ekonomi bangsa ini? Apakah sudah sesuai dengan Pancasila? Apakah nilai keindonesiaan yang selama ini terjadi pada turun temurun telah dijadikan nilai dalam berkebangsaan? Pertanyaan ini perlu penyegaran kembali di tengah dukungan kita terhadap nilai Pancasila.

Kalau kita bicara nilai keindonesiaan sesungguhnya bangsa ini dari beragam suku-suku yang ada  dari  Aceh hingga Papua adalah Berketuhanan Yang Maha Esa. Watak orang-orang yang berketuhanan otomatis memiliki jiwa-jiwa berkemanusiaan yang selalu menjunjung tinggi semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jiwa-jiwa inilah yang sebenarnya yang dimiliki bangsa ini dari berbagai suku yang ada di tanah air sehingga mereka memeiliki rasa persatuan dalam semangat keindonesiaan. Maka sangat wajar sekali dalam ragam berekonomi pada nilai-nilai keindonesiaan yang ada selalu menempatkan rasa kekeluargaan dan kegotongroyongan, dimana untung dibagi bersama dan rugi juga dipikul bersama (profit and lose sharing).

Karakter berekonomi inilah yang menjadi budaya masyarakat Indonesia selama ini, sehingga muncul berekonomi seperti  bisnis restoran  Padang  di Sumatera Barat yang saling berbagi hasil antara pemilik restoring dan pekerja restoran. Hal yang sama juga terjadi di pulau Jawa dan Bali adalah istilah Paron, Mertelu (di Jawa)  dan Subak yang merupakan konsep bagi hasil dalam pengelolaan sawah di Bali.

Dengan perspektif ini, jika ada pertanyaan seperti apakah praktik ekonomi kerakyatan i yang disebutkan dalam Pancasila? Jawabnya adalah ekonomi bagi hasil, yang contohnya seperti restoran Padang dan sistem Paron dan Subak seperti di Jawa dan Bali. Konsep ekonomi seperti inilah yang merupakan ekonomi keindonesiaan yang berjalan selama turun temurun dan menjadi budaya ekonomi  bangsa Indonesia. Budaya ekonomi itu selalu memegang teguh watak dari, untuk dan oleh masyarakat.

Dalam bisnis restoran Padang bisa diambil contoh dimana semua bahan makanan mulai beras, sayur mayur, ikan dan bumbu semuanya dibeli berasal dari orang-orang Padang dan setelah jadi makanan dihidangkan di restoran siapapun orang boleh membelinya. Dari sini sudah muncul budaya beli dari saudara sendiri jual kepada orang lain. Inilah sebenarnya ekonomi budaya bangsa Indonesia, apabila dilestarikan dan menjadikan karakter berekonomi bangsa ini akan lebih berdaulat dari segi ekonomi. Lantas mengapa budaya bagi hasil itu hilang?

Salah satu yang menyebabkan budaya ekonomi bangsa yang berbagi hasil itu  hilang di tanah air selama ini tidak lepas dari penjajahan Belanda selama 3,5 abad. Panjangnya waktu  sejarah penjajahan itulah akhirnya menghilangkan generasi dalam berbudaya ekonomi.  Melalui penjajahan Belanda,  di tanah air ini diperkenalkanlah sistem kapitalisme yang menolak konsep adanya ekonomi bagi hasil. Dalam ekonomi kapitalis penguasa modal adalah pemilik segala – galanya untuk mengekploitasi sumber daya manusia dan sumber daya alam. Dalam 3,5 abad itulah diperkenalkan sistem itu dan diajarkan dalam sekolah-sekolah Belanda di Indonesia, sehingga menjadikan bangsa Indonesia lupa  terhadap jati diri ekonomi bagi hasil yang merupakan ekonomi kerakyatannya.

Semenjak kehadiran Belanda, transaksi perdagangan masyarakat yang selama ini menggunakan emas dan perak telah berubah dengan mata uang Belanda. Begitu juga, skema-skema bagi hasil usaha pertanian bagi hasil yang dijalankan berubah dengan pola upah  perburuhan dengan semua lahan pertanian dimiliki oleh pengausa  Belanda dan rakyat hanya di upah minim bahkan hanya kerja paksa saja.  Inilah yang menyebabkan jatidiri ekonomi bangsa hilang sementara ekonomi kapitalis yang dijalankan selama ini jelas bertolak belakang dengan Pancasila yang nihilis dalam menciptakan rasa keadilan sosial.

Maka dari itu dengan kehadiran  UKP-PIP di pemerintahan Jokowi ini selayaknya tidak hanya sekedar beretorika dengan wacana gerakan intoleransi atau anti Pancasila. Tapi gerakan berekonomi Pancasila yang mengedepankan konsep bagi hasil yang menjadi budaya bangsa itu juga tidak kalah pentingnya untuk diajukan, dalam memajukan peradaban dan kedaulatan bangsa. Untuk mengimplementasikannya tidak susah bagi pemerintah—cukup dengan cara bagaimana disemua lembaga keuangan yang ada di tanah air memiliki produk bagi hasil (flooting) di Dana Pihak Ketiga (DPK) serta mendorong terbitnya indek – indek sektor riil yang menjadikan instrumen bisnis dalam berbagi hasil. Dalam mengintegrasikan ini semua sangat mudah sekali, melihat banyaknya skema-skema bisnis yang ditawarkan. Sekali lagi—jika penguasa ini benar-benar mendukung penerapan ekonomi Pancasila tanggalkan ekonomi kapitalis yang liberal tersebut dan mari kita berekonomi bagi hasil untuk dijadikan dalam kebijakan ekonomi nasional.

BERITA TERKAIT

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

BERITA LAINNYA DI

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…