Tingkatkan Konsumsi Ikan - KKP Terus Kampanye Gemarikan ke Semua Lapisan

NERACA

Jakarta – Upaya pemerintah melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk meningkatkan konsumsi ikan dalam negeri memang tidak pernah surut. Hal ini terlihat dari upaya KKP yang terus gencar melakukan kampanye Gemar Makan Ikan (Gemarikan) ke semua lapisan.

Hal ini diungkapkan oleh Nilanto Perbowo, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, KKP, kepada wartawan, sesaat setelah membuka acara Bazar KKP dalam rangka Gemarikan di Lippo Mall, Kemang, Jakarta (7/11). “Upaya kami untuk terus meningkatkan konsumsi ikan perkapitanya tidak akan pernah berhenti. Kami terus melakukan kampanye Gemarikan merangkul semua lapisan, baik masyarakat bawah, menengah, maupun atas. Di pedesaan, perkotaan, kampung-kampung, bahkan di pelosok akan kami lakukan,” ungkapnya.

Meski, sambung Nilanto, konsumsi ikan perkapitanya saat ini sudah cukup menggembirakan, dimana tahun 2016 konsumsi ikan dalam negeri 43,94 kg per kapita, dan target tahun 2017, 47,12 kg per kapita tapi tetap kampanye harus terus dilakukan agar konsumsinya lebih tinggi lagi. “Kalau bicara target tahun ini dipastikan tercapai. Bahkan kami berharap bisa lebih. Karena kita tahu ikan sehat, dan sekarang stok ikan banyak harga juga lebih terjangkau. Itu yang sering kami utarakan pada masyarakat,” sambungnya.

Lebih jauh Nilanto, menjelaskan, ikan sebagai sumber protein sangat relevan untuk mendukung program prioritas pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia dan meningkatkan kemandirian ekonomi berbasis pada kelautan dan perikanan. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan sebesar 9,9 juta ton dan potensi luas lahan budidaya 83,6 juta Ha yang dapat dioptimalkan untuk mendorong perluasan dan kesempatan kerja, serta meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan bagi masyarakat. “Jika konsumsi ikan nasional meningkat, ini dapat menjadi penghela industri perikanan nasional. Ini juga dapat meningkatkan produktivitas masyarakat dan mewujudkan kemandirian ekonomi untuk mendukung percepatan pembangunan industri perikanan nasional,” lanjutnya.

Menurut Nilanto, pelaksanaan program Gemarikan sendiri tidak hanya menjadi tugas dari KKP sebagai instansi teknis yang membidangi kelautan dan perikanan, namun menjadi tugas seluruh komponen institusi, lembaga, dan masyarakat dalam rangka mempersiapkan generasi bangsa yang sehat dan cerdas. Butuh strategi, koordinasi, dan harmonisasi yang melibatkan seluruh komponen bangsa.

Sebelumnya, Kepala Staf Presiden, Teten Masduki  mengaku ironis jika kenyataan konsumsi ikan Indonesia masih rendah. Ia menyayangkan Indonesia masih mengimpor sapi dari luar ketika Indonesia memiliki ikan yang berlimpah sebagai sumber protein.

“Kita ini sekarang mengimpor 1,73 juta ekor sapi per tahun. Pada 2019 kita butuh 4 juta ekor sapi untuk memenuhi kebutuhn konsumsi protein kita. Untuk bisa memenuhi 4 juta ekor sapi per tahun, kita harus mempunyai indukan sebesar 20 juta indukan. Sekarang katakanlah kita punya 12 juta, kita perlu impor lagi sebanyak 8 juta ekor sapi. Satu ekor sapi butuh 2 hektar tanah sehingga akan terjadi deforestasi. Oleh karena itu ikan menjadi kebutuhan yang sangat penting,” ungkap dia.

Indonesia menargetkan konsumsi ikan tahun 2019 sebesar 54 kg per kapita. Konsumsi ikan di seluruh daerah di Indonesia terutama di pulau Jawa yang masih rendah harus digenjot. “Di Jawa konsumsi ikan masih 32 kg per kapita, kalau di Sumatera dan Kalimantan jauh lebih baik, antara 32 sampai 43 kg per kapita per tahun. Di (Indonesia bagian) Timur 40 kg per tahun. Jadi kita sudah tahu di mana kampanye gerakan makan ikan ini harus ditingkatkan,” tambah dia.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto mengungkapkan, salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan konsumsi ikan adalah dengan merangkul ibu-ibu rumah tangga. Pasalnya, menurut dia ibu rumah tanggalah yang memegang peranan penting dalam memilih dan mengolah bahan makanan yang akan disajikan sebagai bahan santapan keluarga. Ia juga meminta ibu-ibu mengurangi konsumsi makanan berbahan dasar impor. “Kita mengajak ibu-ibu untuk menyajikan menu makanan ikan di rumahnya. Tahu misalnya, perlu kita kurangi karena itu komponen impornya 99%. Makan kecap, kecap itu juga impor. Jadi budaya ini harus kita mulai dari ibu-ibu,” ungkap Rifky.

Ia juga mengajak ibu-ibu agar lebih aktif dan cerdas dalam mengreasikan makanan yang berbahan ikan.  Menurut Rifky, kreasi seperti itu yang perlu didorong di Pulau Jawa yang konsumsi ikannya paling rendah, di mana hampir 60% atau 250 juta penduduk Indonesia berada.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…