Dunia Usaha - Industri Manufaktur Tak Perlu Khawatirkan UMP

NERACA

Jakarta – Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengimbau kepada para pengusaha manufaktur tidak perlu khawatir dengan adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2018 yang telah ditetapkan sebesar 8,71 persen. Besaran ini merupakan penjumlahan antara pertumbuhan ekonomi dan inflasi secara nasional.

Namun demikian, Menperin mengakui, kenaikan UMP tersebut akan berpengaruh ke sektor industri terutama pada sisi biaya produksi atau operasional. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan perusahaan adalah melakukan efisiensi.

Oleh karena itu, Airlangga menekankan harus ada kompensasi yang diberikan kepada industri untuk menutupi lonjakan biaya akibat kenaikan UMP. "Harus ada kompensasi dengan faktor-faktor lain. Misalnya dengan biaya energi yang lebih murah dan sistem logistik yang lebih efektif," tandasnya, sebagaimana disalin dari siaran resmi.

Mengenai kenaikan UMP DKI 2018 yang mencapai Rp3.648.035, menurutnya, tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja sektor manufaktur secara keseluruhan. Sebab, industri yang bertumbuh di DKI Jakarta lebih banyak di sektor jasa. “Di DKI lebih banyak services. Kalau kawasan industri lebih banyak di luar DKI. Kenaikan (UMP) itu sudah di atas pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” jelasnya.

Sebelumnya, diwartakan, pemerintah berkomitmen untuk terus menjaga kontinuitas produksi industri nasional agar mampu memenuhi kebutuhan di pasar domestik dan ekspor. Langkah strategis yang akan dijalankan, antara lain mempermudah akses terhadap ketersediaan bahan baku, pasokan energi, dan pemberian insentif.

“Akses ini yang perlu diperlancar sehingga mendorong kinerja manufaktur kita jadi semakin positif. Kementerian Perindustrian selama ini fokus dan konsisten memacu daya saing dan produktivitas industri dalam negeri,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, sebagaimana disalin dari siaran resmi.

Menperin menegaskan, apabila aktivitas produksi di industri berjalan baik, efek ganda yang dibawanya akan berkontribusi pada peningkatan nilai tambah bahan baku, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa dari ekspor. Namun, upaya ini perlu koordinasi dan sinergi yang kuat dengan para pemangku kepentingan terkait.

“Kami telah memetakan segala macam kebutuhan di berbagai sektor. Seperti harga gas dan listrik yang lebih kompetitif. Ini sudah ada dalam bagian dari paket kebijakan ekonomi, supaya bisa cepat terealisasi agar pelaku industri tidak menunggu terlalu lama,” paparnya.

Lebih lanjut, Airlangga menyampaikan, pihaknya telah membahas dengan Kementerian Keuangan terkait pemberian fasilitas guna mendongkrak permintaan pasar. “Misalnya di industri otomotif, salah satunya melalui penurunan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Termasuk juga insentif fiskal untuk industri padat karya berorientasi ekspor,” tuturnya.

Menurut Menteri Airlangga, potensi pasar ekspor saat ini masih cukup luas. Oleh karenanya, industri nasional perlu didorong untuk mengkombinasikan tujuan pemasaran produknya, selain membidik pasar domestik. “Pemerintah tengah berupaya menyelesaikan perjanjian-perjanjian internasional agar produk lokal yang kita andalkan untuk ekspor tidak terganggu. Pasalnya, ada beberapa produk kita yang terkena treatment pajak di luar negeri melalui Most Favoured Nation (MFN),” ungkapnya.

Namun demikian, Menperin optimistis terhadap daya saing industri nasional ke depannya dapat lebih kompetitif di kancah global. Selain itu, manufaktur mampu memberikan sumbangan yang signifikan bagi perekonomian nasional. “Pemerintah telah memberikan kemudahan pelayanan dan perizinan bagi para investor dalam menjalankan usahanya di Indonesia,” tegasnya.

Dalam laporan tahunan yang dirilis Bank Dunia terkait peringkat Ease of Doing Business (EoDB) 2018, peringkat kemudahan berusaha Indonesia di 2018 secara keseluruhan naik 19 peringkat dari posisi ke-91 menjadi posisi 72 dari 190 negara yang disurvei. Pada EoDB 2017, posisi Indonesia juga meningkat 15 peringkat dari 106 menjadi 91. Tercatat dalam dua tahun terakhir posisi Indonesia telah naik 34 peringkat.

Menperin meyakini, kenaikan peringkat ini akan mendorong para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena iklim investasinya semakin membaik. Selain itu, peringkat manufaktur Indonesia terutama untuk value added atau nilai tambah berada di peringkat ke-9 di dunia. Capaian ini sejajar dengan Brazil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara ASEAN lainnya. “Bahkan, Indonesia merupakan salah satu negara yang kontribusi industri manufakturnya cukup signifikan terhadap PDB,” imbuhnya.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…