Menata Pertumbuhan Berkualitas

Menyimak data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2017 yang hanya tumbuh 4,99% secara tahunan (yoy) yang dapat dijadikan dasar strategi peningkatan pertumbuhan di kuartal III dan IV, kita perlu membandingkan dengan target APBN 2017 yang telah disepakati antara pemerintah dan DPR, disebutkan target pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,2%.

Nah, untuk mencapai target tersebut setidaknya pemerintah perlu menggenjot pertumbuhan ekonomi di kuartal IV yang rata-rata harus sebesar 5,39% sehingga dapat memenuhi apa yang diharapkan dalam APBN 2017 itu. Namun kita memprediksi agak sulit mencapai target tersebut, mengingat ada beberapa argumentasi yang patut menjadi perhatian pemerintah.

Pertama, selama ini kontributor utama produk domestik bruto (PDB) Indonesia adalah konsumsi rumah tangga. Belakangan ini justru sedang ramai diperbincangkan adanya gejala anomali ekonomi Indonesia, yang menggambarkan seolah-olah ada benang merah yang terputus antara kondisi ekonomi makro dengan sektor riil.

Adanya ketidaksinkronan (decoupling) antara data makro dan mikro saat ini disadari oleh pemerintah. Artinya, relatif stabilnya data makro ekonomi cenderung tidak diikuti dengan data mikro ekonomi. Ada yang menyimpulkan daya beli masyarakat saat ini sedang menurun, meski pernyataan ini kemudian menjadi pro kontra.

Kedua, dari sisi pelaku usaha kuat dugaan bahwa mereka juga cenderung menahan diri dari kegiatan ekspansi usaha (wait and see). Salah satu alasan yang digunakan adalah belum stabilnya kondisi ekonomi global. Ketidakpastian ini menyebabkan mereka menjadi ragu-ragu dalam mengambil keputusan karena khawatir terjadi turbulensi ekonomi dunia secara tiba-tiba berimbas ke negeri ini.

Adalah benar bahwa Amerika Serikat sebagai lokomotif perekonomian global sepintas menunjukkan perbaikan data-data ekonomi, terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian. Namun pebisnis masih dihantui adanya Trump effect yang sewaktu-waktu dapat mengacaukan segalanya. Kondisi ekonomi Uni Eropa juga masih dilanda kelesuan, ditambah dengan pekerjaan baru merealisasikan Brexit yang telah disetujui mayoritas rakyat Inggris melalui referendum.

Ketidakpastian lain yang menyebabkan pelaku usaha menahan diri adalah masih adanya kebijakan ekonomi yang justru bersifat kontraproduktif. Sikap konsumen dan pelaku usaha yang cenderung menahan diri ini terlihat dari membengkaknya jumlah simpanan masyarakat di perbankan kita. Menurut data OJK, dana pihak ketiga (DPK) perbankan per Mei 2017 tercatat Rp5.012 triliun, jumlah ini meningkat signifikan 11,8% (yoy), karena pada bulan yang sama pada 2016 angkanya masih Rp 4.508 triliun.

Kita melihat cukup berat tantangan yang dihadapi pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut. Diperlukan langkah dan strategi yang tepat agar kondisi ekonomi di kuartal III dan IV tahun ini justru tidak semakin merosot. Dari sisi konsumsi, pemerintah sebaiknya berupaya menjaga bahkan bisa meningkatkan minat belanja dan daya beli masyarakat.

Lalu terkait minat belanja, pemerintah harus berupaya meyakinkan masyarakat, bahwa keadaan ekonomi masih on the track dan tidak seburuk yang diperkirakan. Menurunnya Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) harus dijadikan cambuk bagi pemerintah untuk tidak membuat pernyataan yang kontraproduktif.

Begitu juga dengan upaya peningkatan daya beli, terutama golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah, perlu adanya reorientasi kebijakan pembangunan yang lebih mengarah kepada kegiatan yang bersifat padat karya. Rencana peningkatan penerima program keluarga harapan (PKH) menjadi 10 juta keluarga patut diapresiasi. Disamping itu program yang sudah berjalan seperti peningkatan alokasi dana desa perlu diimbangi dengan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang lebih matang.

Meski Presiden Jokowi sudah pro aktif dalam mempromosikan Indonesia dalam berbagai forum internasional serta perbaikan iklim investasi terutama terkait dengan perintah pembuatan regulasi yang ramah investor, kita melihat di tataran implementasi di tingkat teknis masih terlihat belum sesuai harapan. Masih banyak aturan yang justru menimbulkan alergi terhadap dunia investasi baik yang dirilis oleh kementerian/lembaga teknis maupun pemerintah daerah.

Karena itu, sudah saatnya petinggi pemerintahan di pusat maupun daerah untuk dapat memulai strategi berpikir out of the box dalam mewujudkan terobosan yang mampu mendorong iklim investasi dan daya saing Indonesia menjadi lebih kondusif di masa depan. Semoga!

 

BERITA TERKAIT

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

Kedewasaan Berdemokrasi

Masyarakat dan segenap elemen bangsa Indonesia saatnya harus menunjukkan sikap kedewasaan dalam menjunjung tinggi asas serta nilai dalam berdemokrasi di…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

Kedewasaan Berdemokrasi

Masyarakat dan segenap elemen bangsa Indonesia saatnya harus menunjukkan sikap kedewasaan dalam menjunjung tinggi asas serta nilai dalam berdemokrasi di…