Nasib Mobnas, Tak Pernah Jelas

Oleh : Kamsari

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Heboh soal mobil nasional masih terus bergaung di seantero Indonesia. Keberadaan mobil nasional yang murah dan meriah masih jadi pro kontra dan diantara banyak kalangan.

Kalangan pendukung, tentu saja senang dengan munculnya mobil yang bisa menjadi refresentasi kemajuan teknologi Indonesia. Sekaligus juga membuktikan pada dunia bahwa orang Idnonesia mampu membuat mobil. Apalagi, harga mobil ini jauh, sangat jauh lebih murah dibanding produksi ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek).

Kementerian Perindustrian dalam Cetak Biru rencana aksinya, memang memasukan agenda adanya mobil nasional. Namun mobil nasional versi tersebut masih mengandalkan kiprah ATPM atau produsen mobil asing.

Munculnya mobil Esemka (SMK), hasil kreasi anak-anak Sekolah Menengah Kejuruan di Solo, Jawa Tengah, yang dipopulerkan Wali Kota Solo Joko Widodo menghentak harga diri bangsa ini. Ternyata orang Indonesia memang mampu membuat mobil sendiri. Bukan mobil asembling yang dirancang produsen asal Jepang, Eropa atau Amerika Serikat.

Apalagi, mobil karya anak bangsa sendiri ini harganya sangat murah jika dibandingkan dengan produk ATPM. Bayangkan, sebuah jenis Sport Utility Vehicle (SUV), bisa dipasarkan hanya dengan harga Rp 90 juta, itupun sudah siap pakai alias on the road. Bandingkan dengan SUV bermerek asing yang harganya sudah tak proporsional. Betapa tidak, sebuah SUV ada yang dijual dengan harga sampai Rp 400-Rp500 juta.

Sayangnya, mobil buatan anak bangsa ini belum bisa diproduksi secara massal lantaran kelangkaaan modal. Boleh jadi, andaikata bisa diproduksi massal, harga mobil SUV esemka bisa turun lagi menjadi di bawah Rp 90 juta. Diperkirakan, investasi yang dibutuhkan untuk memproduksi Esemka secara massal hanya sekitar Rp90 miliar.

Saat ini sudah ada tujuh investor lokal dan nasional yang berminat menanamkan modal untuk mendukung produksi mobil Esemka. Nantinya,  produksi mobil Esemka ditargetkan sekitar 200 unit sampai 300 unit per bulan. Sekarang ini, permintaan terhadap Esemka sudah mencapai 5.000 unit.

Besarnya potensi pasar terhadap mobnas harusnya bisa menggugah Kementerian Perindustrian untuk mulai serius mengembangkan mobil nasional yang berbasis buatan anak negeri. Bukan lagi mobil Jepang yang diakui sebagai mobil Indonesia.

Di negeri ini, orang cerdas dan kemauan bekerja keras bejibun, sangat banyak. Sedangkan teknologi produk otomotif tidak canggih-canggih amat, jadi tidak ada alasan Indonesia tak mampu membuat mobil yang benar-benar hasil karya anak bangsa sendiri.

Kalau negara ecek-ecek seperti Malaysia saja mampu memiliki mobil nasional, sudah pasti Indonesia juga mampu. Jangan lagi nasib mobil nasional diserahkan kepada ATPM asing seperti yang pernah terjadi pada era orde baru. Saat itu Timor disebut mobil nasional padahal jelas merupakan buatan Korea. Kasus itu jangan sampai terulang lagi. Jangan biarkan nasib mobnas tak pernah jelas. Sudah cukup produsen mobil asing mengeruk keuntungan dari konsumen nasional.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…