Prospek Tenaga Kerja di Era Digital

 

Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara

Peneliti INDEF

 

            Dalam setiap perubahan teknologi pasti akan ada pihak yang dikorbankan. Kalimat tersebut merupakan intisari dari creative destruction, sebuah pengamatan teoritis dari Joseph Schumpeter. Lebih dari 48.000 kantor bank di Eropa dalam 10 tahun terakhir telah dilaporkan tutup dan pindah ke perbankan digital. Apa yang terjadi di Eropa nampaknya mulai terjadi di Indonesia. Sebagai contoh bank BTPN sedang mencoba bertransformasi ke financial technology atau FinTech. Para karyawan BTPN diberi dua opsi, pensiun dini atau mengikuti training UMKM. Kedua istilah tadi merupakan bahasa halus untuk mengurangi jumlah karyawan operasional.

Selain jasa perbankan, karyawan penyedia jasa tol kini sedang diliputi awan mendung. Pasalnya, otomatisasi gardu tol 100% yang mulai berlaku akhir bulan Oktober 2017 terpaksa menggusur pekerja tetap maupun kontrak. Janji tidak akan ada PHK di perusahaan BUMN penyedia jasa tol jelas tidak masuk akal. PHK massal tinggal menunggu waktu.

            Berbagai studi telah menghitung jumlah tenaga kerja yang hilang akibat alih teknologi. Berdasarkan studi Ball State University, jumlah pekerja yang telah digantikan oleh robot telah mencapai 5 juta orang sejak tahun 2000. Sebanyak 88% diantaranya karena otomatisasi produksi demi peningkatan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Dalam laporan US Labour Statistics, terjadi pergeseran jenis pekerjaan yang akan diganti oleh robot dalam 70 tahun terakhir. Sebelumnya di periode 1930-1990 pekerja yang di PHK adalah pekerja pabrik. Sementara di tahun 2000an pekerja yang hilang adalah pekerja sektor jasa.

            Bukannya transformasi digital tidak menciptakan lapangan kerja, namun lapangan pekerjaan yang dibuka oleh perusahaan digital seperti transportasi online hanyalah pekerja dengan skill yang rendah. Disisi yang lain, posisi atas seperti data programer atau data scientist yang berfungsi membangun sistem operasional makin langka. Dengan kondisi tersebut, Pemerintah berencana membuka impor tenaga kerja asing untuk mengisi pos data programer. Disini letak kesalahan paradigma kebijakan tenaga kerja di era digital. Pemerintah bukannya menyediakan sekolah-sekolah vokasi atau pendidikan kejuruan yang bisa langsung diserap ke perusahaan digital, tapi malah membuka pintu bagi programer asing.

            Kalau impor pekerja digital ini jadi didorong, sementara SDM lokal tidak siap maka bencana demografi bakal membayangi Indonesia dalam 10-20 tahun kedepan. Lapangan kerja di ranah ekonomi digital akan dikuasai oleh pekerja asing dengan gaji super tinggi. Sementara itu belum ada program alih profesi yang komprehensif dan berdimensi jangka panjang bagi tenaga kerja saat ini. Pekerja yang sudah belasan tahun mengabdi di perusahaan kini dianggap beban di tengah transisi bisnis digital, lalu pihak manajemen perusahaan dengan mudah melakukan PHK. Peran Pemerintah khususnya Kementerian Tenaga Kerja sebagai mediator untuk mencegah PHK massal tidak berjalan. 

BERITA TERKAIT

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

BERITA LAINNYA DI

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…