Dunia Usaha - Pendidikan Vokasi Jadi Strategi Pacu Produktivitas Industri

NERACA

Jakarta – Terkait langkah peningkatan daya saing dan produktivitas industri nasional, beberapa kebijakan inovatif yang telah ditelurkan pada masa kepemimpinan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, antara lain adalah program pendidikan vokasi yang mengusung konsep link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri. Tujuannya adalah menghasilkan tenaga kerja yang terampil sesuai kebutuhan dunia industri saat ini.

Program yang dimulai sejak Februari 2017 ini, Kemenperin sudah meluncurkan empat tahap hingga bulan Oktober, yaitu meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I. Yogayakarta, Jawa Barat serta Sumatera bagian utara (Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau). Dari keempat tahap tersebut, Kemenperin telah melibatkan sebanyak 565 industri dan 1.795 SMK.

“Sampai saat ini, kami juga mampu menghasilkan 254.037 tenaga kerja kompeten yang bersertifikat. Upaya ini dalam memenuhi target Bapak Presiden untuk menghasilkan satu juta tenaga kerja kompeten melalui program pendidikan vokasi sampai tahun 2019,” paparnya, sebagaimana disalin dari siaran resmi. Program pendidikan vokasi akan dilakukan kembali untuk wilayah Sumatera bagian Selatan serta Provinsi DKI Jakarta dan Banten.

Kebijakan lainnya, Menteri Airlangga mengajak agar industri nasional baik skala besar maupun sektor IKM dapat memanfaatkan perkembangan teknologi digital terkini dalam upaya kesiapan menghadapi era Industry 4.0. “Pada tahun 2017, kami menyusun roadmap implementasi Industry 4.0 agar dapat diterapkan pada industri manufakturing nasional,” ujarnya. Sistem ini berpeluang membangun produksi manufaktur yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Bahkan, menaikkan efisiensi dan mengurangi biaya sekitar 12-15 persen.

Misalnya, penggunaan teknologi internet of things atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi di industri. Selain itu, terdapat pula teknologi digital seperti Big Data, Autonomous Robots, Cybersecurity, Cloud, dan Augmented Reality. Sejumlah sektor industri nasional yang siap menghadapi Industry 4.0 karena telah menerapkan teknologi manufaktur yang modern, di antaranya industri semen, petrokimia, otomotif, serta makanan dan minuman.

Kemenperin pun tengah memacu pengembangan sektor padat karya berorientasi ekspor, antara lain industri alas kaki, industri tekstil dan produk tekstil, industri makanan dan minuman, industri furniture kayu dan rotan, serta industri kreatif. Amunisi untuk memacu sektor tersebut, di antaranya dengan memberikan insentif fiskal berupa pemotongan pajak penghasilan yang digunakan untuk reinvestasi.

Hingga saat ini, industri manufaktur nasional semakin memperlihatkan kinerja yang positif. Kemenperin mencatat, cabang industri pengolahan non-migas yang mengalami pertumbuhan tertinggi di atas pertumbuhan ekonomi pada triwulan II/2017 dicapai oleh industri logam sebesar 7,50 persen, industri kimia, farmasi dan obat tradisional 7,38 persen, industri makanan dan minuman 7,19 persen, serta industri mesin dan perlengkapan 6,72 persen.

Industri pengolahan non-migas juga memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional pada triwulan II tahun 2017 sebesar 17,94 persen. Kontribusi ini terbesar dibandingkan sektor lainnya, seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan sekitar 13,92 persen, konstruksi 10,11 persen, serta pertambangan dan penggalian 7,36 persen.

Menperin menegaskan, Indonesia merupakan salah satu negara yang kontribusi industri manufakturnya terhadap PDB lebih dari 20 persen. Indonesia menduduki peringkat keempat setelah Korea Selatan dengan sumbangan 29 persen, Tiongkok (27%), dan Jerman (23%).

Berdasarkan data United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Indonesia menduduki peringkat ke-9 di dunia untuk Manufacturing Value Added atau naik dari peringkat tahun sebelumnya di posisi ke-10. Peringkat ke-9 ini sejajar dengan Brazil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara ASEAN lainnya.

Oleh karenanya, Kemenperin terus memacu hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. “Program hilirisasi industri berbasis agro dan tambang mineral telah menghasilkan berbagai produk hilir antara lain turunan kelapa sawit, stainless steel, dan smartphone,” jelasnya.

Kapasitas produksi kelapa sawit dan turunannya pada tahun 2017 meningkat menjadi 60,75 juta ton dibanding tahun 2014 yang mencapai 49,7 juta ton dan ditargetkan pada dua tahun ke depan sebesar 65 juta ton. Untuk jumlah ragam produk hilir kelapa sawit, pada tahun 2014 sekitar 126 produk, periode 2015-2017 meningkat menjadi 154 produk, dan ditargetkan tahun 2018-2019 lebih dari 170 produk. Demikian juga rasio ekspor produk hulu-hilir kelapa sawit, meningkat dari 34 persen CPO dan 66 persen turunannya menjadi 22 persen CPO dan 78 persen produk turunan kelapa sawit.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…