Super Ultra Mikro

Oleh : Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Super ultra mikro--mungkinkah ini sebuah gagasan baru, bagi skema pembiayaan kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah ( UMKM) . Pasalnya beberapa program - program berbasis (UMKM) seperti kredit usaha rakyat (KUR) dengan suku bunga 9 persen belum mampu menjawab persoalan kemiskinan dan pengangguran. Bahkan KUR lebih cenderung tersalurkan kepada para nasabah perbankan dan minim sekali nasabah baru perbankan. Dengan demikian KUR belum menyentuh pada tujuan visi yang semestinya. Hal ini bisa terlihat pada sebuah data tentang berapa prosentase KUR yang tersalurkan dan berapa prosentase orang yang tidak mampu mengakses KUR karena persoalan bankable dan visible usaha pelaku UMKM.

Realitas inilah yang akhirnya membuat  pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan sebuah program bernama Ultra Mikro atau disebut (UMI). Program UMI ini terkesan sangat populis, apalagi orientasi UMI ini adalah para nasabah yang tidak terlayani KUR. Dengan platform Rp 10.000.000 maksimal pembiayaan, diharapkan mampu pembiayaan UMI mampu memberikan solusi bagi kesenjangan sosial yang ada selama ini. Sekaligus juga sebagai keuangan inklusif yang berkelanjutan di negeri ini. 

Namun konsep UMI yang indah dipandang mata tersebut, teryata--juga belum mampu memberikan jawaban juga, karena terjebak dengan persoalan teknis dan aturan yang ada dilapangan sehingga dalam cost of rate dalam penyalurannya hingga end user dipandang masih mahal. Bahkan diatas cost of rate KUR,  jika itu penyalurannya  melalui chanelling lembaga koperasi. Dengan demikian margin keuntungan di program pembiayaan UMI ini sangat kecil sekali bagi koperasi - koperasi syariah yang terlibat.

Apalagi dana UMI tersebut  bersumber dari dana APBN yang harus dipertanggung jawabkan kepada negara, jelas penuh resiko yang sangat tinggi jika program UMI ini gagal disalurkan. Maka program UMI tak bisa sembarangan dalam penyalurannya, mitigasi resiko benar - benar harus ditail. Apalagi program ini perlu pendampingan yang panjang dan tidak instan. 

Terkait dengan hal tersebut, gagasan pembiayaan super ultra mikro perlu diwujudkan, agar program - program pemberdayaan kemiskinan sesuai dengan tepat sasaran. KUR yang dipandang mata sebagai  intan berlian teryata, minim terakses masyarakat begitu juga UMI masih terbebani cost of rate yang tinggi bagi end user. Maka super ultra mikro merupakan  sebuah alternatif bagi keuangan inklusif yang berkelanjutan.

Salah satu pembiayaan super ultra mikro  bisa dibangun dengan cara  mendirikan Induk Apex Syariah yang kini menjadikan diskursus bagi aktifis gerakan koperasi yang menginginkan Lembaga Penyalur Dana Bergulir - Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (LPDB - KUKM) sebagai Apex bagi koperasi - koperasi sekunder. Dengan adanya APEX berbasis dana bergulir tersebut, maka segala koperasi - koperasi sekunder yang kini sudah menjadi APEX bagi koperasi primer akan memudahkan dalam menyalurkan dana bergulir tersebut kepada para anggotanya secara inklusif.

Apalagi melalui APEX koperasi sekunder selama ini telah berperan dalam regulasi, likuiditas, penguatan SDM, supervisi, penguatan IT dan inovasi produk pada koperasi - koperasi primer. Dengan demikian, sangat mudah sekali bagi LPDB KUKM dan koperasi - koperasi membuat skema super ultra mikro yang mampu memberikan kontribusi yang sangat besar bagi koperasi dalam pemberdayaan. 

Semua itu tinggal bagaimana teknisnya dalam membuat Induk APEX bagi LPDB dan bagaimana pula  cara mengatur regulasinya. Disinilah pentingnya negoisasi antara induk Apex dan Apex koperasi sekunder, jika diperlukan Apex koperasi sekunder harus mampu merelease rating koperasi - koperasi primer yang menjadi anggotanya. Dengan demikian keberadaan dari skema ultra mikro benar benar dimanfaatkan bagi koperasi - koperasi berkualitas.Mudah - mudahan Induk Apex Syariah yang digagas oleh para pegiat koperasi dan LPDB KUKM,  bisa terwujud sehingga kedepan koperasi bisa kuat secara self help organization (SHO) dan tidak tergantung dengan linked program lembaga keuangan lainnya.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…