Dilema Utang vs Pajak

 

Oleh: Firdaus Baderi

Wartawan Harian Ekonomi Neraca

Ketika melihat data keseimbangan primer atau kemampuan pemerintah membayar utang di dalam APBN-P 2017, terlihat defisit mendekati ambang batas 3% dari produk domestik bruto (PDB) sehingga patut diwaspadai, karena besarnya defisit neraca keseimbangan primer adalah representasi riil dari ke­mampuan anggaran negara untuk menutup utang yang kian melemah.

Secara teoritis dan praktik, keseimbangan primer dihitung dari total pendapatan negara dikurangi belanja, tanpa menghitung pembayaran bunga utang. Nah, posisi defisit menun­juk­kan pendapatan negara ti­dak bisa menutupi penge­lua­ran. Celakanya, pe­me­rintah akhirnya hanya mam­pu membayar bunga utang dengan memakai utang baru.

Memang agak berat me­nyia­sati kondisi ini. Pe­me­rintah hanya bisa berharap neraca keseimbangan primer menjadi surplus jika defisit anggaran ada di kisaran 1 %-an dari PDB. Jika sudah susah dikontrol alias berada di atas satu persen, mau tak mau keseimbangan primer serta merta akan defisit. Maka tidak ada jalan lain sebenarnya un­tuk membuat neraca kese­imbangan primer menjadi surplus, kecuali penerimaan negara lebih besar dari be­lanja negara yang ditambah dengan bunga utang.

Nah, untuk mengerek pe­ne­­rimaan negara, andalan yang paling mungkin adalah meng­genjot penerimaan sek­tor pajak dan bea cukai. Pemerintah sangat di­harapkan mampu untuk le­bih inovatif memainkan truf penerimaan sektor ini dengan caranya misalnya, menurunkan tarif pajak agar lebih banyak wajib pajak (WP) yang mau mem­bayar pajak. Selain itu, peme­rintah juga diharapkan  bisa lebih fokus untuk menye­der­hana­kan administrasi per­pa­jakan agar WP tidak kesu­litan me­ngi­si atau mela­por­kan SPT.

Bagaimanapun, tidak mungkin pemerintah menyia­satinya dengan mengurangi belanja negara karena akan berimbas pada semakin terte­kannya kinerja mesin ekono­mi nasional. Pasalnya, belanja pemerintah selama ini di­anggap sebagai salah satu penggerak ekonomi di tengah menurunnya kinerja ekspor dan melemahnya tingkat kon­sum­si rumah tangga.

Selain itu,  pemerin­tah saat ini sedang habis-habisan menggenjot pem­bangunan infrastruktur. Se­hing­ga mau tak mau solusi  mengurangi utang bukanlah solusi yang pas untuk saat ini, apalagi platform ekonomi politik pemerintah memang kental terfokus pada pengu­tamaan sektor infrastruktur sehingga harus menggeser dana subsidi energi yang sejak awal berkuasa akhir tahun 2014 lalu. Risikonya memang akan diterima secara oto­matis, yakni  bunga utang pemerintah akan segera membesar.

Adapun rentetan risiko selanjut­nya adalah bahwa utang pe­me­rintah yang kian mem­besar akan berimbas pada  angka defisit keseimbangan pri­mer yang juga akan naik. Pasalnya, pemerintah akan menutup bunga utang itu me­la­lui utang baru di tengah seretnya penerimaan pajak dan sumber-sumber pene­rimaan negara lainya se­lain utang. Kon­disinya memang cukup merepotkan saat ini. Jika tetap mempertahankan asum­si penerimaan pajak se­ba­gaimana yang tertera di dalam APBN 2017, maka daya gedor peme­rintah dalam mengejar penerimaan sektor per­pajakan akan kembali dipertanyakan me­ngi­ngat cu­kup besarnya short­fall pene­rimaan pajak tahun ini.

Situasinya memang dilematis, pe­me­rintah menghadapi ta­hun 2018 dengan bayang-bayang dan track record pe­nerimaan pajak yang masih memprihatinkan di tahun ini sebagai imbas dari perlam­batan eko­no­mi yang tak mam­pu disiasati ketika itu. Di sisi lain, pembangunan infrastruktur beberapa tahun ke depan tetap memanfaatkan utang baik dari dalam maupun luar negeri. Pemerintah tetap diminta hati-hati mengelola keseimbangan utang dan prospek penerimaan pajak dalam negeri.  

BERITA TERKAIT

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…

Cintai Produk Lokal!

 Oleh: Eko S.A. Cahyanto Sekretaris Jenderal Kemenperin Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali menggelar kegiatan Business Matching untuk mempertemukan pelaku industri selaku…

BERITA LAINNYA DI

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…

Cintai Produk Lokal!

 Oleh: Eko S.A. Cahyanto Sekretaris Jenderal Kemenperin Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali menggelar kegiatan Business Matching untuk mempertemukan pelaku industri selaku…