Ekonom: Larangan Transportasi Online Berdampak Negatif

Jakarta-Ekonom UI Berly Martawardaya menilai, penolakan yang berujung pelarangan pada transportasi online berdampak negatif pada perekonomian. Sebab, mata pencaharian ratusan ribu orang sudah bergantung pada moda transportasi tersebut. Pemerintah juga diminta segera mencari cara untuk menyelesaikan masalah antara transportasi konvensional dan online.

NERACA

"Penolakan apalagi pelarangan operasi angkutan online jelas berdampak negatif bagi ekonomi masyarakat. Ada ratusan ribu angkutan online yang akan kehilangan mata pencahariannya di seluruh Indonesia jika penolakan dan pelarangan terus terjadi," ujarnya dalam diskusi yang bertajuk 'Mengurai Benang Kusut Regulasi Angkutan Online Paska Putusan Mahkamah Agung' di Jakarta, Selasa (17/10).

Menurut dia, kehadiran angkutan online berperan nyata dalam menekan angka pengangguran. Di mana, seseorang dapat memanfaatkan aset pribadinya (mobil atau motor) untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Dari sisi konsumen, angkutan online menyediakan apa yang selama ini diidamkan oleh masyarakat tapi belum mampu disediakan oleh angkutan umum konvensional yaitu layanan transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau.

"Harapan kami pemerintah, dalam hal ini Kemenhub, nantinya mampu melahirkan kerangka peraturan yang kredibel, komprehensif dan adil bagi semua pihak. Agar tidak ada lagi uji materil terhadap peraturan yang dikeluarkan yang menyebabkan konflik sosial di lapangan," ujar Berly yang juga direktur Indef.

Terkait tarif, Berly mengatakan bahwa tarif bawah bisa ditetapkan dengan memperhitungkan biaya bensin, asuransi kendaraan dan upah minimum regional (UMR) lokal untuk menghindari predatory pricing dan ekploitasi pengemudi serta memberi jaminan pengobatan bila terjadi kecelakaan.

Namun, tarif atas tidak perlu diatur karena sistem dynamic pricing memang melakukan subsidi silang pada tingkat permintaan yang berbeda. Operator transportasi online bagaimana pun tidak dapat menerapkan tarif terlalu tinggi karena berkompetisi dengan operator online lainnya serta operator konvensional.

"Seharusnya, jika tarif sudah diatur tidak perlu lagi ada pengaturan kuota jumlah kendaraan. Pengemudi ASK tidak akan terus beroperasi bila sudah terlalu banyak armada sehingga pendapatannya tidak memadai," ujarnya.

Selain itu, dia menyatakan bahwa revisi Permenhub 26/2017 harus tetap mengatur secara tegas aspek-aspek terkait keamanan dan keselamatan penumpang dan pengemudi. Maka dari itu, aturan-aturan seperti kewajiban uji KIR dan asuransi bagi penumpang dan pengemudi tetap harus menjadi bagian dari peraturan baru yang akan dikeluarkan. "Pada ujungnya, walaupun saling berkompetisi melayani konsumen, antara transportasi online dan konvensional ada segmennya tersendiri sehingga tidak akan saling meniadakan," tutur dia.

Seperti diketahui, aksi penolakan angkutan online oleh operator angkutan umum konvensional kembali mencuat di beberapa daerah. Maraknya penolakan dan pelarangan terhadap angkutan online sebenarnya bermuara pada kesalahpahaman banyak pihak atas status angkutan online, terutama yang beroda empat, setelah keluarnya Putusan MA 37/2017.

Secara terpisah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Asep Warlan menyatakan, penghentian sementara layanan transportasi online bukan menjadi jalan keluar dalam menyelesaikan persoalan yang timbul antara transportasi online dengan angkutan konvensional.

“Persoalan antara konvensional dan online adalah berebut konsumen, harusnya pemerintah fokus menyelesaikan konflik bukannya malah menyarankan transportasi online untuk tidak beroperasi,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, kemarin.

Menurut dia, transportasi online hadir karena adanya kebutuhan dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Seharusnya, pemerintah memfasilitasi kebutuhan dari masyarakat tersebut. Oleh karena itu, Asep meminta pemerintah agar mencarikan jalan keluar agar kebutuhan semua pihak termasuk transportasi online, konvensional serta masyarakat terakomodir dengan baik.

"Kalau dilarang justru kan sewenang-wenang terhadap masyarakat yang telah merasakan manfaat dari transportasi online,” ujarnya.

Bermuara Kesalahpahaman

Sebelumnya diberitakan ribuan massa pengendara transportasi online yang tergabung dalam Gerakan Bersama (Geram) Driver Online Bandung Raya Bersatu menggelar aksi damai di depan halaman Gedung Sate Bandung, Senin 16 Oktober 2017.

Massa aksi yang berdatangan sejak pukul 10.00 WIB itu menggunakan berbagai atribut jaket mulai dari berbagai angkutan online Grab, Uber dan Go-jek. Koordinator aksi Andrian mengatakan, aksi ini merupakan ajang audiensi para pengendara dengan pemerintah. "Tujuan kami ingin beraudiensi mencari penyelesaian persoalan kegundahan saat ini yang kita hadapi," ujarnya.

Pewakilan pengemudi online itu menyampaikan unek-uneknya terkait kebijakan yang diambil Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang memutuskan menghentikan layanan transportasi online di seluruh wilayah Jabar hingga ada keputusan dari pemerintah pusat.

Sebagai informasi, maraknya penolakan dan pelarangan terhadap angkutan online sebenarnya bermuara pada kesalahpahaman banyak pihak atas status angkutan online terutama yang beroda empat, paska keluarnya PMA.37/2017. Banyak yang berkesimpulan bahwa dengan keluarnya PM.37/2017, angkutan online roda empat, atau angkutan sewa khusus (ASK), menjadi tidak punya dasar hukum alias ilegal.

Padahal hal ini adalah pemahaman yang keliru karena keluarnya PMA 37/2017 “tidak menghapus Permenhub yang menjadi dasar hukum ASK, sehingga tidak ada masalah legalitas atas operasi ASK

Putusan Mahkamah Agung No. 37 P/HUM/2017 (PMA.37/2017) yang menganulir 18 poin dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 26/2017 (Permenhub 26/2017) tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umun Tidak Dalam Trayek memicu kegamangan. Hal itu berujung meningginya tensi antara operator angkutan umum konvensional dengan angkutan berbasis aplikasi atau taksi online.

Maraknya penolakan dan pelarangan terhadap angkutan online sebenarnya bermuara pada kesalahpahaman banyak pihak atas status angkutan online, terutama yang beroda empat pasca keluarnya PMA.37/2017.

Menurut Indef, keluarnya Putusan MA 37/2017, angkutan online roda empat, atau angkutan sewa khusus (ASK), menjadi tidak punya dasar hukum alias ilegal. Ini adalah pemahaman yang keliru, karena keluarnya PMA.37/2017 tidak menghapus Permenhub yang menjadi dasar hukum ASK, sehingga tidak ada masalah legalitas atas operasi ASK.

Untuk itu Berly berharap pemerintahnantinya mampu melahirkan kerangka peraturan yang kredibel, komprehensif dan adil bagi semua pihak agar tidak ada lagi uji materil terhadap peraturan yang dikeluarkan yang menyebabkan konflik sosial di lapangan.

Di antara poin-poin yang dicabut oleh PMA.37/2017 adalah soal pengaturan tarif batas atas dan bawah serta penentuan kuota jumlah kendaraan ASK. Mekanisme penentuan harga angkutan online sebelum adanya Permenhub 26/2017 yang mengatur soal tarif sudah menerapkan sistem dynamic pricing yang bergerak fleksibel mengikuti supply dan demand.

Dia menyatakan revisi Permenhub 26/2017 harus tetap mengatur secara tegas aspek-aspek terkait keamanan dan keselamatan penumpang dan pengemudi. Maka, aturan-aturan seperti kewajiban uji KIR dan asuransi bagi penumpang dan pengemudi tetap harus menjadi bagian dari peraturan baru yang akan dikeluarkan.

Sebelumnya MA mencabut Permenhub tersebut. Majelis hakim menilai peraturan itu bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. MA mencabut 14 pasal dalam Permenhub tersebut. Putusan itu diketok oleh hakim agung Supandi, hakim agung Is Sudaryono, dan hakim agung Hary Djatmiko. Berikut pertimbangan majelis antara lain:

1. Angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dalam moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan perjalanan dengan harga yang relatif murah dan tepat waktu.

2. Fakta menunjukkan kehadiran angkutan sewa khusus telah berhasil mengubah bentuk pasar dari monopoli ke persaingan pasar yang kompetitif, dengan memanfaatkan keunggulan pada sisi teknologi untuk bermitra dengan masyarakat pengusaha mikro dan kecil dengan konsep sharing economy yang saling menguntungkan dengan mengedepankan asas kekeluargaan sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

3. Penyusunan regulasi di bidang transportasi berbasis teknologi dan informasi seharusnya didasarkan pada asas musyawarah mufakat yang melibatkan seluruh stakeholder di bidang jasa transportasi sehingga secara bersama dapat menumbuh-kembangkan usaha ekonomi mikro, kecil dan menengah, tanpa meninggalkan asas kekeluargaan. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…