Ketidakpastian gejolak politik di Libya belakangan ini akan mengamcam ke sejumlah negara Timur Tengah-Afrika lain seperti Iran, Arab Saudi, dan Aljazair, yang secara fundamental sangat krusial bagi pasokan minyak dunia.
Apabila sampai Iran, yang memiliki cadangan minyak 137 miliar barrel dan produksi lebih dari 4,2 juta barel per hari, sampai terseret dan bergejolak, harga minyak dipastikan makin tak terkendali. Harga dalam hitungan pekan dengan mudah akan menembus kisaran US$120-130 per barel.
Libya adalah negara di Afrika yang memiliki cadangan minyak terbesar saat ini (sekitar 35% cadangan minyak Afrika berada di Libya) dan sekaligus anggota OPEC. Ditinjau dari sisi fundamental pasar minyak dunia, produksi Libya jauh lebih signifikan ketimbang Mesir. Jadi sangat logis bila dampak yang ditimbulkannya terhadap harga minyak dunia juga lebih besar dibandingkan Mesir.
Kita menduga unsur ketidakpastian akan tetap tinggi. Ini berarti tingkat keseimbangan harga minyak, walau berfluktuasi, juga tetap berada di kisaran tinggi. Data saat ini sekitar US$ 90-95 per barel adalah keseimbangan rata-rata yang mungkin akan terbentuk, setidaknya hingga semester pertama tahun ini.
Pengalaman krisis politik di Mesir baru-baru ini, telah membuat harga minyak menembus US$102 per barel beberapa pekan lalu, kini telah menembus level US$120 akibat dipicu oleh gejolak politik di Libya.
Namun, bukan faktor fundamental itu saja sejatinya yang membuat harga minyak bergejolak lebih dahsyat hingga menembus US$120 per barel, melainkan kadar ketidakpastiannya yang secara relatif dipandang lebih tinggi oleh para pelaku pasar sehingga mendorong spekulasi semakin merajalela.
Apalagi ketidakpastian Khadafy yang secara tegas menyatakan tidak mau mundur hingga akhir dari krisis di Libya menjadi sulit diprediksi oleh banyak pihak. Inti tentu saja berimplikasi bagi perekonomian nasional, khususnya APBN 2011 yang saat ini mematok asumsi US$80 per barel, setidaknya akan memperlebar defisit anggaran.
Pemerintah sendiri menghitung, bila setiap harga minyak naik US$1, maka subsidi energi (BBM dan listrik) akan bertambah sekitar Rp 3,4 triliun, sedangkan penerimaan migas hanya akan bertambah sekitar Rp 2,6 triliun. Dengan demikian, akan terjadi penambangan defisit APBN sekitar Rp 0,8 triliun untuk setiap harga minyak naik US$1 di atas asumsi yang ditetapkan.
Dalam kaitan dengan rencana pembatasan bensin premium yang semula akan dilakukan April 2011 nanti, kecenderungan harga yang tetap akan bertahan di kisaran tinggi akan membuat kebijakan itu menjadi makin tidak efektif. Karena harga pertamax akan tetap di kisaran Rp 7.900–Rp 8.500 per liter sehingga terdapat perbedaan harga dengan bensin premium yang cukup signifikan sekitar Rp 3.600–Rp 4.000 per liter.
Melihat perbedaan harga sebesar itu, maka hampir dapat dipastikan akan terjadi distorsi berupa pasar gelap ataupun penyalahgunaan bensin premium, yang kemungkinan sangat sulit untuk dicegah atau diawasi. Apalagi ditambah ketidaksiapan infrastruktur yang ada di lapangan, maka penundaan pembatasan bensin premium cukup tepat saat ini.
Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…
Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…
Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…
Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…
Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…
Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…