Kemudahan Impor Tujuan Ekspor - Kemenperin Beri Masukan Kebijakan KITE Bagi IKM

NERACA

Jakarta – Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) mengusulkan beberapa langkah strategis untuk mendukung pelaksanaan kebijakan fasilitasi Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) bagi IKM. Pasalnya, sejak diluncurkan pada 30 Januari 2017 lalu, program tersebut belum termanfaatkan dengan baik.

“Hal ini disebabkan karena Koperasi Tumang yang direncanakan akan berperan sebagai Pusat Logistik Berikat (PLB), baru terbentuk pada Oktober 2017. Selain itu, terdapat batasan minimum impor untuk bahan baku tembaga, serta IKM di Tumang belum bisa melaksanakan ekspor secara mandiri karena masih melibatkan pihak ketiga,” ungkap Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih di Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta, disalin dari siaran resmi.

KITE merupakan kebijakan guna memberikan kemudahan bagi IKM dalam mengimpor bahan baku untuk proses produksi yang akan diekspor kembali sebagai produk jadi. Fasilitas KITE IKM ini diberikan kepada IKM dan konsorsium KITE yang telah mendapatkan penetapan sebagai penerima.

Gati menyebutkan, pihaknya telah memberikan masukan terkait peningkatan fasilitas KITE dan fasilitas pembiayaan ekspor, yaitu membuat saluran impor dan ekspor bahan baku dan hasil produksi IKM yang lebih menyebar antara lain melalui pendirian PLB. Pengaplikasiannya seperti konsorsium pada sentra IKM tekstil di Pemalang dan sentra IKM furnitur di Solo.

Usulan lainnya, proses kepengurusan Ijin Usaha Industri (IUI) dan dokumen kelengkapan bagi sektor IKM agar dapat dipermudah di beberapa daerah. “Selain itu, perlu adanya struktur biaya dari masing-masing komoditas IKM, karena memiliki permasalahan yang berbeda dalam mengakses pembiayaan,” imbuhnya.

“Langkah pertama yang saat ini kami lakukan adalah market intelligence untuk mengetahui kondisi target pasar, penentuan produk dan tahap positioning. Langkah selanjutnya pengembangan produk dari segi standardisasi dan desain,” papar Gati.

Setelah itu, dilakukan pendataan beberapa IKM yang potensial masuk ke pasar ekspor dan memberikan grading pada setiap IKM. Dan, tahap terakhir, Ditjen IKM akan memberikan fasilitasi kemudahan ekspor pada KITE IKM, serta memberikan pembiayaan, penjaminan, jasa asuransi, dan jasa konsultasi ekspor.

Dalam upaya pengembangan ekspor produk IKM, Ditjen IKM telah menetapkan pengembangan sembilan produk IKM prioritas, antara lain dari industri makanan dan minuman, logam, perhiasan, herbal, kosmetik, fashion, industri kreatif, kerajinan dan furnitur.

Perkembangan ekspor IKM pada periode 2010-2015 terus mengalami kenaikan yang signifikan. Pada tahun 2010 nilai ekspor IKM mencapai angka USD15,51 miliar, pada tahun 2011 mencapai angka USD16,58 miliar, tahun 2012 berada pada angka USD17,59 miliar, tahun 2013 di angka USD18,60 miliar, tahun 2014 berada di angka USD19,61 miliar dan tahun 2015 naik hingga USD26,62 miliar.

Sementara itu, kontribusi nilai ekspor IKM terhadap ekspor industri mengalami kenaikan yaitu di tahun 2010 sebesar 15,83 persen, dan tahun 2015 mencapai 24,60 persen. Sedangkan kontribusi ekspor IKM terhadap ekspor nasional tahun 2010 berada pada 9,83 persen dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2015 menjadi 17,44 persen.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian telah menyiapkan dua model strategis dalam upaya pelaksanaan program Santripreneur, yang bertujuan mendorong penumbuhan wirausaha industri baru di lingkungan pondok pesantren (Ponpes). Dua model tersebut adalah Santri Berindustri dan Santri Berkreasi.

“Program Santri Berindustri memperhatikan unit industri yang telah ada dan sumber daya manusia (SDM) di lingkungan Ponpes tersebut, yang terdiri dari santri dan alumni santri,” kata Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Gati Wibawaningsih pada Pembukaan Bimbingan Teknis Pengolahan Ikan serta Serah Terima Bantuan Mesin dan Peralatan Bagi IKM di Ponpes Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur, pekan lalu.

Menurut Gati, implementasi model Santri Berindustri, perlu dilakukan melalui program pengembangan unit industri yang telah dimiliki oleh Ponpes maupun penumbuhan unit industri baru yang potensial. Langkah ini diharapkan dapat mendorong unit industri tersebut menjadi tempat magang para SDM di lingkungan Ponpes.

“Pendekatan lainnya, kami akan memberikan fasilitasi melalui program pelatihan dan pendampingan, jejaring, serta pembekalan manajerial guna menempa skill mereka yang akan dibekali oleh Direktorat Jenderal IKM,” tuturnya. Gati pun menjelaskan, program Santri Berkreasi akan dijalankan melalui dua jenis kegiatan, yaitu Lifeskill Program dan Pesantren Animation Center (PAC).

BERITA TERKAIT

Distribusi dan Stabilitas Harga Ikan Selama Ramadhan Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan akan terus mengawal ketersediaan serta kestabilan harga ikan. KKP menyebut bahwa…

Indonesia dan Sri Lanka Perkuat Hubungan Dagang Bilateral

NERACA Jakarta – Indonesia dan Sri Lanka meluncurkan perundingan Indonesia–Sri Lanka Preferential Trade Agreement (ISL–PTA). Penandatanganan dilaksanakan secara simultan melalui…

2023, Kontribusi Parekraf Terhadap PDB Mencapai 3,9 Persen

NERACA Jakarta – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memaparkan realisasi program…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Distribusi dan Stabilitas Harga Ikan Selama Ramadhan Terus Dikawal

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan akan terus mengawal ketersediaan serta kestabilan harga ikan. KKP menyebut bahwa…

Indonesia dan Sri Lanka Perkuat Hubungan Dagang Bilateral

NERACA Jakarta – Indonesia dan Sri Lanka meluncurkan perundingan Indonesia–Sri Lanka Preferential Trade Agreement (ISL–PTA). Penandatanganan dilaksanakan secara simultan melalui…

2023, Kontribusi Parekraf Terhadap PDB Mencapai 3,9 Persen

NERACA Jakarta – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memaparkan realisasi program…