Mengelola Sampah di Jakarta

Oleh: Arief Mujayatno

Salah satu persoalan besar yang dihadapi kota-kota besar di Indonesia adalah masalah pengelolaan sampah. Produksi sampah masyarakat modern tentu lebih banyak daripada masyarakat tradisional.

Kenyataan ini juga dihadapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang masih kewalahan menangani sampah Ibu Kota. Manajemen pengangkutan dan pengolahan sampah belum terbangun dengan baik, sementara produksi sampah juga belum bisa ditekan sehingga sampah masih terlihat berserakan di ruang-ruang publik.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah disebutkan bahwa sumber penghasil sampah sudah harus melakukan prinsip pemilahan dan "life circle" sampah yang berupa "reduce" (mengurangi), "reuse" (menggunakan ulang), dan "recycle" (mendaur ulang).

Cara pengolahan yang umum digunakan di Indonesia adalah membawa sampah ke tempat pembuangan akhir, sedangkan sebagian kecil didaur ulang.

Cara pengolahan dengan membawa sampah ke tempat pembuangan akhir masih bisa digunakan untuk daerah yang lahannya cukup luas, tetapi kurang efektif dikembangkan di daerah dengan luas lahan terbatas.

Selain itu, tempat pembuangan akhir sampah adalah salah satu tempat penghasil gas metan yang menyebabkan efek rumah kaca, sumber penyakit, dan pada umumnya ditentang oleh masyarakat setempat.

Di sisi lain, penerapan pemilahan sampah mulai dari sumbernya masih minim dilakukan oleh masyarakat, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta.

Pemprov DKI sendiri telah mengalokasikan anggaran besar untuk dinas kebersihan yang sebagian besar dipakai untuk pengangkutan dan pengelolaan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat.

Dinas Kebersihan DKI Jakarta mengklaim sampah di DKI Jakarta yang diangkut ke Bantargebang berkisar 6.500 ton per hari. Saat ini Dinas Kebersihan DKI memiliki 801 truk, dan sebanyak 510 truk di antaranya tidak layak pakai.

Sebelumnya, sebanyak 67 persen pengangkutan sampah dilakukan perusahaan swasta, tetapi per 31 Desember 2013, kontrak kerja sama dengan 24 perusahaan pengangkut sampah itu telah dihentikan.

Sejak saat itu, pengangkutan sampah dilakukan menggunakan truk Dinas Kebersihan DKI dan sebagian lagi dari sewaan. Meski demikian, jumlah truk pengangkut sampah tidak sebanding dengan produksi sampah, baik di permukiman maupun tempat umum lain.

Berbagai upaya pun terus dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dinas Kebersihan DKI Jakarta pun telah merealisasikan program "Satu RW Satu Bank Sampah" sebagai pelaksanaan Instruksi Gubernur Nomor 157 Tahun 2016 tentang Pembinaan dan Pengembangan Bank Sampah.

Dengan program "Satu RW Satu Bank Sampah" tersebut, diharapkan peran masyarakat menjadi lebih optimal dalam mengelola sampahnya sendiri. Paling tidak masyarakat harus peduli terhadap kebersihan lingkungannya.

Instruksi Gubernur ini dikeluarkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah, khususnya pengelolaan sampah anorganik di lingkungan masyarakat dan sekolah.

Oleh sebab itu, diperlukan adanya upaya pembinaan dan pengembangan bank sampah di lingkungan Rukun Warga (RW) dan sekolah, agar sampah anorganik dapat berdaya guna dan digunakan kembali bagi masyarakat. Nantinya, Ketua RW akan menjadi inisiator pembentukan bank sampah tersebut.

Di DKI Jakarta terdapat sekitar 2.700-an RW yang diharapkan akan dapat membangun 2.700-an bank sampah pada akhir tahun 2017 di setiap lingkungannya. Saat ini, Jakarta baru memiliki sekitar 500-an bank sampah yang dibangun atas inisiatif masyarakat.

Upaya lain yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi masalah sampah adalah menyerahkan penanganan sampah di pasar tradisional per 1 April kepada PD Pasar Jaya.

Selain itu, pengolahan sampah di dalam kota juga terus dikerjakan di sejumlah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Jakarta.

Disiplin Buang Sampah

Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengimbau warga DKI untuk bertanggungjawab dan disiplin dalam membuang sampah.

Ia berharap agar masyarakat tidak menambah pekerjaan petugas Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) dan Pegawai Harian Lepas (PHL) untuk selalu membersihkan kali atau sungai di Jakarta akibat ulah oknum warga yang membuang sampah sembarangan.

Jika warga bertanggungjawab pada kebersihan lingkungan mereka masing-masing, maka Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI bisa memberikan tugas lainnya pada PPSU dan PHL.

"Kalau (PPSU dan PHL) ini terus-menerus (membersihkan sampah di kali) kan tidak baik dong. Kita ingin kalau pembersihan sampah ini semakin ringan dilaksanakan, maka PPSU dan PHL bisa digalakkan untuk melakukan pembenahan kota," ujar Djarot.

Contoh tugas lain yang bisa dikerjakan oleh PPSU dan PHL, adalah menata trotoar dan membersihkan tanaman yang rawan tumbang pada musim penghujan.

Imbauan yang dilontarkan Gubernur DKI Jakarta agar warga tidak membuang sampah sembarangan tentu patut disambut baik oleh masyarakat. Namun di sisi lain, berbagai upaya untuk memanfaatkan kemajuan teknologi guna mengolah sampah secara besar-besaran juga harus terus dilakukan.

Seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, cara pandang terhadap sampah pun tampaknya juga perlu diubah. Sampah ternyata juga bisa menjadi sumber daya yang bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomi karena bisa diolah menjadi bahan bakar atau pupuk.

Sementara itu, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, diperkirakan hanya sanggup menampung pembuangan sampah warga DKI Jakarta hingga tahun 2027, jika pengelolaan sampahnya dilakukan dengan cara menumpuknya saja.

Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis TPST Bantargebang Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto, sampah yang kini ditangani pihaknya di TPST Bantargebang mencapai rata-rata 6.500-6.700 ton per hari yang ditumpuk pada lahan seluas 110 hektare yang terbagi di tiga wilayah kelurahan, yakni Sumurbatu, Ciketing Udik dan Cikiwul Kecamatan Bantargebang.

Pengolahan sampah tersebut masih memanfaatkan sistem konvensional berupa penumpukan menyusul teknologi tumpukan sampah atau "sanitary landfill" masih dalam tahapan lelang.

Kalau sistem "sanitary landfill" dan "geomembran" sudah berjalan, umur TPST Bantargebang diproyeksikan bisa lebih panjang, yakni akan berakhir pada 2032.

Asep mengatakan teknologi itu disiapkan pihaknya menggunakan APBD DKI Jakarta 2017 sebesar Rp13 miliar, sedangkan alat "geomembran" sebagai penutup tumpukan sampah menghabiskan dana Rp15 miliar.

Dengan fasilitas "geomembran" ini, otomatis gundukan sampah yang kini setinggi 20-25 meter akan menyusut karena terhalang hujan.

Upaya memperpanjang usia pemakaian lahan Bantargebang untuk sampah warga DKI juga diupayakan dengan membangun "intermediate treatment facility (ITF)" sebagai kantong sampah yang akan tersebar di sejumlah lokasi di Jakarta. Berbagai langkah terus dilakukan pemerintah, khususnya di DKI Jakarta, untuk mengelola sampah agar bisa dikendalikan.

Tentu saja upaya ini harus didukung semua pihak termasuk masyarakat dengan melakukan hal-hal kecil seperti tidak membuang sampah di sembarang tempat, serta mulai memilah sampah organik dan non-organik di lingkungan rumah masing-masing.

Sampah organik dapat dikelola menjadi kompos, sedangkan sampah non-organik dapat didaur ulang menjadi batako atau produk-produk lain yang bermanfaat. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…