Pemerintah Ditaksir Gelontorkan Subsidi Solar Rp16 triliun

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyatakan, PT Pertamina (Persero) berpotensi akan mensubsidi sebesar Rp16 triliun untuk BBM solar tahun 2018. "Hal itu, bisa dilihat dari alokasi solar bersubsidi tahun 2017, yang ditetapkan sebesar 14,82 juta kilo liter. Jika selisih harga solar subsidi dengan harga keekonomian solar rata-rata sebesar Rp1.400 per liter, maka pemerintah terpaksa harus menggelontorkan subsidi sekitar Rp20,7 triliun di tahun 2017," kata Sofyano Zakaria, Selasa (10/10).

Namun karena pengadaan dan distribusi solar menggunakan pola penugasan kepada BUMN Pertamina, maka subsidi itu tidak merupakan tanggung jawab penuh pemerintah, katanya. "Pemerintah hanya menanggung subsidi sebesar Rp500 per liter, artinya secara tidak langsung "memaksa" Pertamina mensubsidi sekitar Rp16 triliun," kata Sofyano.

Disisi lain, angka "subsidi" solar sekitar Rp16 triliun yang terpaksa menjadi beban BUMN Pertamina, bahkan dapat dipahami tidak adil bagi rakyat banyak yang menggunakan elpiji bersubsidi untuk alat memasak dalam rumah tangga yang dialokasi subsidinya oleh pemerintah sebesar Rp20 triliun. Padahal, BBM solar yang tetap disubsidi dan umumnya dipergunakan oleh pengusaha angkutan, sementara BBM premium yang dipergunakan oleh konsumen langsung, tidak disubsidi, tentu ini akan dipahami sebagai sikap yang tidak adil, ujarnya.

Ia menjelaskan, kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM pada tahun 2018, pasti disambut baik oleh masyarakat, namun membiarkan BUMN memberi "subsidi" kepada masyarakat pemakai solar yang menyebabkan BUMN rugi dalam tanda kutip, adalah hal yang bisa dipermasalahkan bertentangan dengan UU BUMN dan UU Perseroan.

Sehingga, BUMN perlu landasan hukum yang berdasar ketika menjual rugi BBM kepada siapa pun, katanya. "Pemerintah harusnya bisa memberi kebijakan kepada BUMN untuk mengoreksi harga jual solar sama halnya seperti yang dilakukan oleh PLN ketika mengoreksi besaran TDL kepada masyarakat," ungkapnya.

Sekedar informasi, pemerintah mengajukan usulan baru untuk alokasi subsidi energi dalam RAPBN 2018 menjadi Rp94,4 triliun, atau mengalami penurunan sekitar Rp9 triliun, dari pagu awal sebesar Rp103,4 triliun. Alokasi subsidi energi Rp94,4 triliun itu terdiri atas subsidi BBM dan LPG sebesar Rp46,8 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp47,6 triliun. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan alokasi subsidi BBM dan LPG ini sudah mempertimbangkan adanya perubahan volume BBM dan LPG bersubsidi.

Volume BBM bersubsidi mengalami penurunan dari 16,7 juta kiloliter menjadi 16,2 juta kiloliter sesuai dengan kesepakatan pembahasan antara pemerintah dengan Komisi VII DPR. "Volume BBM 16,23 juta kiloliter terdiri dari volume minyak tanah 610 ribu kiloliter dan minyak solar 15,62 juta kiloliter. Angka ini sesuai dengan hasil kesepakatan pemerintah dengan komisi tujuh," kata Suahasil.

Sedangkan, volume LPG bersubsidi mengalami peningkatan dari 6,38 juta metrik ton menjadi 6,95 juta metrik ton untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan perubahan tersebut, maka subsidi BBM menjadi Rp10,2 triliun yang terdiri atas minyak tanah Rp2,4 triliun dan minyak solar Rp7,8 triliun serta LPG menjadi Rp41,5 triliun. Namun, karena ada carry over sebesar Rp5 triliun, maka total subsidi BBM dan LPG bersubsidi yang diajukan menjadi sebesar Rp46,8 triliun, atau mengalami penurunan dari pagu awal Rp51,1 triliun. Sedangkan, alokasi subsidi listrik ikut mengalami penurunan dari pagu awal Rp52,2 triliun menjadi Rp47,6 triliun, karena adanya carry over sebesar Rp5 triliun.

Usulan alokasi subsidi listrik ini sudah mempertimbangkan adanya perubahan asumsi kurs dalam RAPBN 2018 dari sebelumnya Rp13.500 per dolar AS menjadi Rp13.400 per dolar AS. Pemerintah memastikan pemanfaatan subsidi listrik ini akan lebih tepat sasaran kepada rumah tangga miskin dan tidak mampu dengan daya 900 VA. Selain itu, pemberian subsidi listrik ini harus bermanfaat untuk meningkatkan rasio elektrifikasi secara nasional dan mengurangi disparitas antarwilayah.

BERITA TERKAIT

Sadari Potensi Dunia Digital, Raih Cuan Jutaan dari Jualan Online

  NERACA Magetan – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) menyelenggarakan kegiatan Chip In #MakinCakapDigital2024 bertema “Etika Bebas Berpendapat di…

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Sadari Potensi Dunia Digital, Raih Cuan Jutaan dari Jualan Online

  NERACA Magetan – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) menyelenggarakan kegiatan Chip In #MakinCakapDigital2024 bertema “Etika Bebas Berpendapat di…

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…