Awas Jebakan Utang

Berdasarkan data Kementerian Keuangan hingga akhir Agustus 2017, posisi utang Indonesia sebesar Rp3.825,79 triliun. Jumlah itu meningkat Rp45,81 triliun dari bulan sebelumnya atau selama bulan Agustus pemerintah berutang sekitar Rp1,5 triliun. Penambahan utang tersebut berasal dari penarikan pinjaman sebesar Rp2,87 triliun (neto) dan penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp42,94 triliun (neto).

Adapun varian utang tersebut terdiri dari surat utang negara (SUN) sebesar Rp2.563,24 triliun (67%), surat berharga syariah negara (SBSN) Rp524,71 triliun (13,7%), dan pinjaman sebesar Rp737,85 triliun (19,3%).

Indikator risiko utang tersebut sampai bulan Agustus 2017 masih masuk kategori terkendali (well managable), dengan rasio variable rate berada pada level 10,9% dan refixing rate pada level 19%. Adapun porsi utang dalam mata uang asing berada pada level 41,2%. Sedangkan average time to maturity (ATM) berada pada level 8,8 tahun. Di lain sisi, indikator jatuh tempo utang dengan tenor hingga 5 tahun naik dari 38,9% menjadi 39,2% dari total outstanding utang.

Dari jumlah utang tersebut di atas, diketahui total cicilan bunga utang tercatat sebesar Rp247 triliun. Lantas berapa sebenarnya cicilan pokok dari utang-utang tersebut?

Hanya Menkeu Sri Mulyani Indrawati pernah mengatakan pemerintah terus mengelola utang secara hati-hati. Sebagai contoh, pengelolaan utang di Indonesia dengan Malaysia dan Brasil. Pemerintah berupaya menjaga rasio utang terhadap PDB di level 27% hingga 29%. Sedangkan Brasil dan Malaysia masing-masing 78% dan 56%. “Pembayaran bunga utang secara nominal kelihatannya besar, tapi kita hanya bayar bunga utang kurang dari 5% dari total outstanding utang kita. Sementara Malaysia 5,6%, dan Brasil bayar bunga utang 18% dari total utangnya,” ujarnya.

Namun patut disadari, bahwa sifat dari utang itu umumnya menjebak pelakunya untuk terus menerus berutang, sibuk berjibaku mencari, membayar cicilan pokok dan bunga. Begitu seterusnya, sehingga cara berpikir dan bertindak, program dan kebijakan, tak bisa keluar dari utang. Nah, ini yang biasa disebut gali lubang tutup lubang.

Apakah Indonesia saat ini sudah masuk dalam lingkaran pusaran utang? Menurut Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Robert Pakpahan, ke depan pemerintah berencana menerbitkan SBN neto sebesar Rp414,7 triliun dan pinjaman neto negatif Rp15,5 triliun pada RAPBN 2018.

Hanya persoalannya, hingga saat ini pemerintah belum transparan dalam mempublikasikan soal utang. Harusnya juga dipublikasikan berapa cicilan pokok utang tiap tahun, sehingga rakyat bisa menilai apakah utang kita sudah kebesaran atau belum.

Sekadar perbandingan, ketergantungan ekonomi Tiongkok pada utang yang terlalu besar serta ledakan hebat risiko kredit mengantarkan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut menuju krisis finansial baru. Apalagi Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan produk domestikbBruto (PDB) Tiongkok akan tumbuh 6,7% tahun ini dan 6,4% pada tahun 2018. Angka itu direvisi naik dari proyeksi IMF sebelumnya sebesar 6,6% dan 6,2% untuk masing-masing periode. Pertumbuhan global yang lebih kuat disebutkan memberi dorongan terhadap perekonomian Tiongkok.

Namun IMF mengingatkan tumbuhnya risiko-risiko dalam beberapa tahun mendatang seiring menggelembungnya utang Tiongkok. Artinya, pertumbuhan ekonomi Tiongkok beberapa tahun terakhir terlalu bergantung pada banyaknya pinjaman. Utang pun tumbuh lebih cepat daripada keseluruhan ekonomi selama lima tahun terakhir. Ini menunjukkan pengalaman internasional menunjukkan bahwa arus kredit Tiongkok saat ini terlihat berbahaya dengan meningkatnya risiko penyesuaian yang mengganggu pertumbuhan. Indonesia tentu jangan sampai meniru seperti Tiongkok.  

 

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…