UNGKAPAN APINDO DAN EKONOM - Ada Fakta Indikator Daya Beli Turun

Jakarta-Anjloknya daya beli masyarakat pada saat ini bukan cuma isu yang diembuskan oleh lawan politik Presiden, tapi sebuah fakta yang indikatornya sangat kuat. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga membeberkan kondisi realitas di pusat perbelanjaan juga sepi dan banyak yang tutup, serta ancaman pengangguran buruh makin meningkat akibat pemutusan hubungan kerja (PHK).

NERACA

“Jadi kondisi yang membuat daya beli anjlok itu karena golongan bawah tampaknya masih sangat tertekan. Hal ini karena upah riil buruh dan nilai tukar petani (NTP) itu masih tumbuh negatif serta keterlambatan pencairan subsidi pangan untuk golongan miskin,” tegas Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Damhuri Nasution di Jakarta, akhir pekan lalu.

Sementara untuk konsumen golongan menengah tampaknya menahan konsumsi mereka. Hal ini karena mereka mengantisipasi pengeluaran yang besar sesudah lebaran, yaitu tahun ajaran baru. Bahkan berdasar survei Danareksa menunjukkan, ada peningkatan kekhawatiran konsumen terhadap kenaikan administered prices, khususnya tarif tenaga listrik (TTL).

“Tampaknya, kenaikan TTL 900 VA tahap I dan II masih bisa diserap konsumen. Namun akumulasi tiga kali kenaikan semakain terasa berat bagi sebagian konsumen,” ujarnya.

Dengan begitu, adanya rencana pengeluaran yang besar yang diikuti kenaikan ekspektasi inflasi mendorong sebagian konsumen (mungkin) mengerem daya belinya. “Di samping itu juga ada pergeseran pembayaran gaji ke-13 PNS/TNI/Polri dari Juni 2016 menjadi Juli 2017,” tutur dia.

Sebelumnya kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) membantah stigma yang menyatakan kondisi daya beli masyarakat masih bergeliat. Apindo pun mengungkap bukti-bukti konkret, yang menunjukkan pelemahan daya beli masyarakat.

Menurut Wakil Ketua Apindo Suryadi Sasmita, data pertumbuhan pajak pertambahan nilai (PPN) yang tumbuh tinggi hingga pertengahan tahun, tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi daya beli yang positif. Pengusaha, kata dia, memiliki data tersendiri atas kondisi daya beli masyarakat.

“Pemerintah itu misalkan PPN naik, dianggap berarti penjualan naik. Kalau pengusaha berbeda. PPN naik itu adalah PPN impor, dan yang habis ikut tax amnesty,” ujar Suryadi, pekan lalu.

Menurut dia, bukti lemahnya daya beli masyarakat tercermin jelas dengan keputusan sejumlah pengusaha yang merumahkan karyawannya. Ada pula yang menggeser status pekerja karyawannnya dari formal menjadi informal, bahkan beberapa perusahaan yang mengurangi jam kerja karyawan.

Belum lagi, fenomena sejumlah pusat perbelanjaan yang memutuskan untuk menghentikan kegiatan operasionalnya alias tutup. Menurut Suryadi, hal ini merupakan bukti jelas bahwa saat ini telah terjadi penurunan daya beli masyarakat di berbagai segmen, terutama di kalangan menengah. “Glodok, Mangga Dua, yang besar seperti Plaza Senayan banyak yang kosong sekarang,” ujarnya.

Transaksi E-Commerce Kecil

Suryadi pun membantah, tutupnya sejumlah pusat perbelanjaan disebabkan karena kehadiran pelaku e-Commerce. Sebab berdasarkan data sejumlah lembaga terkait, volume transaksi e-Commerce di Indonesia saat ini masih terbilang kecil. “E-Commerce salah satu faktor, tapi itu kecil. Paling besar itu memang daya beli yang menurun terus. Pengusaha dan banyak pembeli menengah itu banyak yang wait and see,” tegasnya.

Presiden Jokowi sebelumnya mengungkapkan, isu turunnya daya beli masyarakat sengaja diciptakan lawan politiknya dalam pertarungan pemilihan Presiden pada 2019 mendatang. Bahkan, menurut kepala negara, yang saat ini terjadi bukan penurunan daya beli, melainkan peralihan konsumsi belanja masyarakat.

Dalam penutupan rapat koordinasi dengan Kamar Dagang Industri (Kadin),  Presiden sempat mengatakan sejumlah data, salah satunya bahwa daya beli masyarakat tidak menurun. Jasa kurir yang melonjak hingga 130% dan PPN yang meningkat hingga 12,14% menjadi buktinya.

Namun Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati justru mengungkapkan hal sebaliknya. Enny mengatakan bahwa daya beli masyarakat memang menurun beberapa waktu belakangan.

Menurut Enny, aktivitas kurir memang mengalami peningkatan tetapi porsi dari penjualan melalui online sebagai mitra dari ekspedisi masih kurang dari 2%. Dia pun kemudian membenarkan memang ada penurunan daya beli sampai di bawah 40%.

"Indikasinya porsi kontribusi pengeluaran untuk makanan itu tinggi sekali, yang tadinya 26% sudah mencapai 38%. Sehingga menggerus pengeluaran lain yang non makanan," ujarnya dalam acara di sebuah televisi swasta (5/10).

Menurut Enny jika dikatakan bahwa pengeluaran pangan itu stabil, memang benar. Namun kestabilannya termasuk tinggi dan menghabiskan pengeluaran penduduk yang ada di 40% ke bawah tersebut.

Hal kedua yang mengonfirmasi bahwa adanya penurunan daya beli adalah pertumbuhan sektor riil dalam negeri seperti berada di titik nadir. Melihat industri kreatif hanya tumbuh 2,5% bahkan manufaktur yang lebih besar hanya mampu mencapai angka pertumbuhan 4% saja.

Memang, kata Enny, PPN dan penjualan online mengalami peningkatan namun yang menjadi kekhawatiran kemudian adalah antara konsumsi dan produksi yang mestinya stabil justru tidak seimbang.

Dalam ekonomi, ketika konsumsi ditopang oleh produksi dengan pola yang seimbang maka akan menghasilkan kesempatan kerja yang kemudian bisa dijadikan sebagai sumber untuk konsumsi kembali karena menghasilkan pendapat.

Tetapi jika produksi turun walaupun konsumsi masih tinggi bukan tidak mungkin pasar dalam negeri akan dibanjiri barang impor yang sangat murah hanya untuk memenuhi permintaan. Ketika hal ini terjadi, akan menimbulkan masalah yang lebih besar. "Makanya yang kita lihat sekarang bukan perdebatan penurunan daya beli atau tidak, karena penurunan itu terminologinya kalau minus buat dunia usaha. Misalnya yang tadinya untung 10% menjadi hanya 8%, menurut pemerintah itu masih positif hanya jumlahnya saja yang berkurang," ujar Enny.

Secara terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menyatakan Indonesia saat ini berada dalam kondisi darurat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), karena banyaknya terjadi PHK di berbagai sektor.

“PHK besar-besaran dimana-mana, sekarang adalah darurat PHK. Jadi tidak benar kalau dikatakan pertumbuhan industri mendekati angka 17%, faktanya PHK terjadi dimana-mana dalam tiga bulan terakhir hampir 50 ribu buruh di seluruh Indonesia telah di PHK,” ujarnya, Sabtu (7/10).

Hal itu disampaikan dalam aksi Hari Layak Kerja Internasional yang diikuti ratusan pekerja yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja dari wilayah Jakarta dan sekitarnya di kawasan Monas, Jakarta. Dia menjelaskan, dalam beberapa bulan terakhir terjadi PHK di berbagai sektor termasuk sektor pertambangan dan keramik, dengan dirumahkannya 8.100 orang pekerja Freeport dan 300-an pekerja di Gresik.

Begitu juga dengan industri keramik di Bogor, Karawang dan Bekasi yang terpaksa tutup karena mahalnya harga gas industri. Selain itu, sekitar 5.000 lebih buruh di sektor garmen mengalami PHK dan 10 ribu lainnya terancam PHK.

Di sektor industri telekomunikasi, lanjut dia, ratusan orang sudah mengalami PHK dan bahkan 1.000 orang pekerja tengah terancam PHK. Termasuk juga industri transportasi, ritel serta kesehatan. “Upah murah, daya beli buruh dan masyarakat yang menurun, PHK dimana-mana adalah suatu cerminan pada hari ini bahwa pemerintah belum mampu menyejahterakan kaum buruh,” ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…