Regulasi Perikanan: - Seharusnya Selesaikan Masalah Bahan Baku

Regulasi sektor perikanan yang dibuat pemerintah, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), seharusnya dapat menyelesaikan berbagai masalah bahan baku perikanan yang penting untuk keberlangsungan industri pengolahan ikan. "Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penangkapan Ikan dalam satu kesatuan operasi ternyata tidak juga bisa menyelesaikan masalah terutama menyediakan bahan baku lokal," kata Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono.

Sebagaimana diketahui, Ono dan sejumlah anggota DPR bersama-sama dengan KKP telah melakukan kunjungan kerja ke Bitung, Sulawesi Utara, Selasa (26/9) dalam rangka menyelesaikan permasalahan industri perikanan di sana yang memiliki potensi yang sangat besar.

Menurut politisi PDIP itu, sejumlah regulasi KKP telah membuat ada pabrik pengolahan di sana kekurangan bahan baku dan ada juga pabrik pengolahan ikan yang terpaksa merumahkan banyak pekerjanya.

Ia mengingatkan bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyejahterakan rakyatnya tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi tetapu juga meningkatkan kesejahteraan nelayan dan usaha perikanan.

Untuk itu, ujar dia, dalam membuat regulasi ke depannya diharapkan KKP harus lebih banyak berkomunikasi dengan nelayan dan pelaku usaha perikanan. "Jangan membuat kebijakan secara sepihak," tegasnya.

Ono Surono juga meyakini bahwa bila permasalahan yang dihadapi industri perikanan di Bitung dapat diselesaikan, maka hal tersebut juga dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang serupa di wilayah perikanan lainnya seperti Ambon, Banyuwangi, Sorong, dan Merauke.

Sebelumnya, Rustan dari DPD Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Tarakan mengingatkan bahwa nelayan perlu dilibatkan dalam pembuatan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) karena kalangan masyarakat pesisir itulah yang dinilai paling berdampak terhadap hasil zonasi tersebut. "Salah satu permasalahan adalah dari tidak pernah dilibatkannya perumusan kebijakan mengenai RZWP3K," kata Rustan.

Rustan menegaskan bahwa RZWP3K haruslah melindungi wilayah nelayan perikanan tangkap dari nelayan dan petambak tradisional skala kecil.

Dengan demikian, lanjutnya, nelayan dan petambak dapat dilindungi dalam setiap kawasan pemanfaatan umum untuk industri ekstraktif dan pembangunan yang merusak seperti reklamasi dan PLTU di pesisir termasuk berkonflik dengan alat tangkap yang merusak seperti trawl yang lemah pengawasan dan penegakan hukum di laut.

Sementara itu, KKP optimistis bahwa sektor perikanan di Bitung, Sulawesi Utara, yang saat ini kekurangan bahan baku bakal teratasi dengan adanya koordinasi dan sinergi yang baik antarpemangku kepentingan. "KKP optimistis, sektor perikanan Kota Bitung akan membaik dan meningkat pesat jika dilakukan beberapa perbaikan," kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja, dalam siaran pers.

Sebagaimana diketahui, KKP bersama-sama dengan Komisi IV DPR telah melakukan kunjungan kerja ke Kota Bitung, Sulut, Selasa (26/9).

Sektor perikanan masih menjadi penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2016 yaitu sebesar 17,86 persen, dan pertumbuhan sektor perikanan pada peridoe yang sama adalah 2,93 persen.

Namun sayangnya, beberapa waktu belakangan terjadi kekurangan bahan baku di pabrik pengolahan ikan Kota Bitung, meski hasil tangkapan nelayan jauh meningkat dan dinilai cukup memenuhi pasokan bahan baku yang dibutuhkan.

Hanya saja, KKP menyadari bahwa permasalahannya adalah pabrik pengolahan ikan tidak bersedia menerima hasil tangkapan nelayan karena ketidaksesuaian harga di mana pabrik menginginkan harga murah sedangkan nelayan menetapkan harga yang tinggi.

Menurut Sjarief Widjaja, sejumlah hal yang perlu diperbaiki antara lain adalah mengubah model bisnis lama, di mana Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang dulu bergantung kepada kapal-kapal eks-asing, sekarang ini harus bermitra dengan nelayan atau kapal penangkap ikan lokal. "Kami dapati bahwa kapasitas keuangan perusahaan pengolahan ikan belum semuanya siap untuk membayar bahan baku ikan secara tunai ke nelayan. Banyak dari mereka yang mengutang ketika membeli, dan nelayan tidak suka. Kami rasa perlu semacam kredit modal kerja berjangka agar bisa mendapatkan harga yang bersaing," paparnya.

Pembenahan lainnya, ujar dia, adalah perlunya pelatihan kepada nelayan untuk memberi pemahaman mengenai jenis dan kualitas ikan yang akan dipasok ke pabrik.

Selama ini, nelayan dinilai masih menjual ikan secara gelondongan sehingga diperlukan pelatihan untuk mensortir tangkapan nelayan.

Untuk menanggulangi permasalahan yang terjadi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut Ronald Sorongan mengatakan, saat ini pemerintah daerah tengah mengupayakan penyelesaian dengan penyusunan peraturan daerah (Perda). "Sebagai salah satu opsi penyelesaian masalah kekurangan bahan baku di pabrik pengolahan ikan, kami sedang menyusun usulan kebijakan dalam bentuk Perda, di mana penangkap wajib menjual 70 persen harsil tangkapannya untuk pabrik pengolahan di Bitung dan sekitarnya, sebelum dijual keluar wilayah Sulawesi Utara," kata Ronald Sorongan.

Dia mengingatkan bahwa dari sekitar 70 UPI yang ada di Provinsi Sulawesi Utara, sekitar 56 UPI di antaranya ada di Bitung.

 

Jangan Hambat

 

Sedangkan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengingatkan agar regulasi yang dikeluarkan di sektor kelautan dan perikanan jangan sampai menghambat nelayan untuk mengakses sumber daya perikanan di kawasan perairan nasional. "Akses terhadap sumber daya perikanan terhambat oleh beberapa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan seperti PERMEN KP No 1 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan dan PERMEN KP No 2 Tahun 2015 tentang Pelarangan Pukat Hela dan Tarik," kata Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata.

Menurut dia, kedua regulasi itu berpijak kepada teknis lingkungan hidup namun kemudian tidak memastikan aspek sosial dan ekonomi dari nelayan dan petambak terlindungi.

Hal tersebut, lanjutnya, mengakibatkan yang terdampak buruk adalah nelayan dan petambak tradisional skala kecil dari masalah akses atas alat tangkap pengganti yang dianggap ramah lingkungan, hingga berujung kriminalisasi serta kemampuan untuk mengatur pasar ekonomi dari perubahan kebijakan tersebut.

Ia juga mengingatkan bahwa masalah alih alat tangkap menuju alat yang lebih ramah lingkungan saat ini dinilai masih berjalan dengan sangat lambat.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berharap masa peralihan dari cantrang ke alat penangkap ikan yang ramah lingkungan di kalangan nelayan berjalan dengan lancar. "Agar peralihan alat tangkap ikan bisa berjalan lancar, maka perlu ada pendampingan dari Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi dan kabupaten/kota," katanya di Semarang, Kamis (21/9).

Ganjar meminta para nelayan memanfaatkan sebaik-baiknya masa transisi untuk mengganti cantrang yang dilarang pemerintah dengan alat penangkap ikan yang ramah lingkungan.

Kajian yang dilakukan KKP juga menyatakan bahwa apabila penggunaan cantrang dilanjutkan, maka yang akan merugi adalah nelayan, serta hal itu dinilai juga akan merugikan keuangan negara.

Hal tersebut antara lain karena hasil tangkapan cantrang tidak selektif dan menyebabkan pengurangan stok sumber daya ikan, sehingga hasil tangkapan ikan ke depannya akan semakin berkurang.

Hasil kajian tersebut juga menunjukkan bahwa kerugian hasil tangkapan bila dijabarkan dalam angka, maka hanya sekitar 18-40 persen hasil tangkapan trawl dan cantrang yang bernilai ekonomis dan dapat dikonsumsi, sedangkan sisanya (sekitar 60-82 persen) tidak dapat dimanfaatkan.

Dengan demikian, sebagian besar hasil tangkapan yang menggunakan trawl dan cantrang juga akan dibuang ke laut dalam keadaan mati. Biota yang dibuang tersebut dinilai berpotensi akan mengacaukan data perikanan karena tidak tercatat sebagai hasil produksi perikanan. (iwan, agus)

 

 

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…