WALAU KEBIJAKAN MONETER SUDAH LONGGAR - Bank Lambat Turunkan Suku Bunga

Jakarta-Bank Indonesia menilai transmisi pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan suku bunga acuan hingga 75 basis poin masih lambat mempengaruhi perkembangan kredit perbankan. “Kita masih belum melihat dampak dari penurunan suku bunga kita terhadap sektor perbankan,” ujar Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo di Jakarta, Kamis (5/10).

NERACA

Dody menegaskan, penurunan suku bunga acuan belum memberi dampak maksimal terhadap aktivitas kredit perbankan di Indonesia. Menurut dia, suku bunga kredit sejak awal 2016 hingga saat ini baru mengalami penurunan sebesar 110 basis poin (bps) menjadi 11,73%, sedangkan bunga deposito turun 145 basis poin menjadi 6,49%. Padahal, suku bunga acuan sudah menyusut hingga 200 bps sejak Januari 2016.

Dia berharap dengan turunnya suku bunga acuan akan mendorong ekspansi kredit yang besar. Pasalnya, pertumbuhan kredit di Indonesia masih relatif rendah yakni hanya 8%, sedangkan kebutuhan konsumsi bisa mencapai 10-12%.

Ke depan, otoritas perbankan itu memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan hanya akan berada pada kisaran 8-10% hingga akhir 2017. "Kemungkinan sampai dengan akhir tahun, kredit itu hanya bisa tumbuh sekitar 8 –10%,” ujarnya.

Di sisi lain, pasar keuangan malah tumbuh pesat sekitar 50% dari posisi terakhir. Dody mengungkapkan, saat ini banyak pelaku usaha lebih memilik melakukan pembiayaan di luar perbankan karena beban bunga yang lebih murah dibandingkan bunga bank.

Dia melihat banyak pelaku usaha yang mengalihkan pembiayaan ke pasar uang melalui medium term notes (MTN), negotiable certificate of deposit (NCD), atau pun menerbitkan obligasi korporasi dan penjualan saham lewat bursa (IPO).

Secara terpisah, Direktur LPPI Krisna Wijaya mengatakan, inflasi yang diproyeksikan tetap landai pada kisaran 3-4% pada 2017 dan 2018 akan membuat suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate tetap berada di level terendah.

Meskipun, menurut dia, peluang penurunan suku bunga acuan BI itu semakin tipis di masa yang akan datang. “Makanya, peluang mendorong pertumbuhan hanya bisa dicapai dengan penurunan bunga pinjaman (lending),” ujarnya, kemarin.

Apalagi, margin bunga bersih (net interest margin-NIM) bank umum saat ini relatif tinggi, yakni 5,3%. Bahkan, lebih tinggi dibandingkan NIM perbankan di negara-negara di Asia Tenggara yang berkisar 1-2%. Ini berarti, masih tingginya tingkat bunga kredit di dalam negeri. Padahal, BI dalam dua bulan terakhir telah menurunkan tingkat suku bunga acuan dari sebelumnya 4,75% menjadi 4,25%.

Apalagi, kinerja perbankan nasional juga dinilai membaik yang tercermin dari rasio kredit bermasalah yang mulai menipis, yaitu dari 3,2% menjadi 3% pada Juli 2017. Selain itu, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio-CAR) bank umum juga relatif baik, yaitu 23% dengan  ROA (return on assets) 2,5% dan BOPO di level 79%.

Siap Akhir Tahun

Sementara itu, sejumlah bank BUMN mengaku masih mengkaji ulang level suku bunga dasar kredit (SBDK), menyusul pelonggaran moneter yang dilakukan bank sentral. Ini diungkapkan direksi BTN. "Untuk (perubahan) bunga kredit baru di kuartal IV, setelah repricing suku bunga DPK selesai," ujar Direktur Keuangan BTN Iman Nugroho Soeko seperti dikutip CNNIndonesia.com, belum lama ini. Sayangnya, Iman masih enggan menjabarkan pilihan segmentasi kredit yang akan lebih dulu disesuaikan dan besaran potensi penurunannya.

Kemudian, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ahmad Baiquni menuturkan, proses kajian besaran bunga kredit untuk seluruh segmentasi telah selesai dilakukan. "Untuk setiap segmen kredit sudah direview suku bunganya dan besar penurunannya bervariasi berdasarkan risiko dan maksimal kreditnya," ujarnya.

Wakil Dirut BNI Herry Sidharta menambahkan, penyesuaian besaran bunga kredit bahkan sudah dilakukan. Sayang, ia masih enggan menjelaskan lebih rinci terkait segmentasi dan besarannya. "Kita sudah secara bertahap menyesuaikan," ujarnya.

Secara terpisah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku terus mendorong agar perbankan segera menurunkan bunga kreditnya, sejalan dengan penurunan suku bunga acuan BI sebanyak dua kali menjadi 4,25% pada kuartal III tahun ini.

Namun, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengamati, perbankan memang tak bisa bekerja kilat untuk merespons pelonggaran dari BI tersebut. Pasalnya, perbankan perlu waktu untuk mengkaji dengan matang, mulai dari suku bunga simpanan hingga bunga kreditnya, termasuk soal risiko terhadap kondisi perekonomian saat ini.  "Kami terus mendorong agar bank lebih efisien agar suku bunga cepat turun. Tapi transmisi ke perbankan memang perlu waktu," ujarnya.  

Sebelumnya, BI mengatakan, ruang penurunan bunga kredit perbankan kian terbuka dengan pemangkasan suku bunga acuan. Bahkan, otoritas memperkirakan level bunga kredit bisa menurun dari yang semula masih dua angka menjadi satu angka saja.

Pasalnya, pelonggaran moneter dari BI sejak Januari 2016 hingga Agustus 2017 sudah cukup besar, yakni mencapai 175 basis poin (bps). Meski bunga kredit belum susut, penurunan suku bunga acuan BI telah membuat suku bunga deposito atau biaya dana bagi perbankan berkurang.

Di sisi lain, Bank Indonesia menilai terdapat tiga persoalan struktural yang selama ini menghambat pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional, sehingga perlu segera diatasi. Menurut Gubernur BI Agus DW Martowardojo, ketiga permasalahan struktural itu antara lain, neraca perdagangan yang rentan, infrastruktur dasar penopang industri yang belum mumpuni, serta melemahnya neraca jasa.
"Neraca perdagangan di Indonesia masih lemah. Kita terlalu mengandalkan ekspor barang mentah." ujarnya saat orasi memperingati Dies Natalis di FEB-UI, belum lama ini.

Selain itu, menurut dia, infrastruktur industrialisasi di Indonesia masih minim sehingga mempengaruhi sektor pengolahan. Pada akhirnya, industri terpaksa harus mengimpor barang modal. Dampaknya, kinerja neraca perdagangan dan iklim investasi mengalami cedera.

Faktor lain yang menghambat pertumbuhan ekonomi ialah faktor neraca jasa, khususnya di bidang transportasi. Ia menjelaskan, kegiatan ekspor-impor di Indonesia selama ini masih menggunakan jasa transportasi milik asing. Hal itu menimbulkan defisit transaksi berjalan. "Hanya Indonesia yang transaksi berjalannya defisit," ujarnya.

Tidak hanya itu, pendapatan pajak serta rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) yang kurang memuaskan menyebabkan pendapatan negara minim. Alhasil, neraca pendapatan juga mengalami defisit.

Agus mengatakan, kebijakan fiskal, moneter, dan makroprudensial merupakan tiga komponen utama yang mampu mendongkrak pertumbuhan sekaligus menjaga stabilitas ekonomi. "Kebijakan Bank Indonesia itu adalah menjaga kestabilan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat, seimbang, dan inklusif." ujarnya. Artinya, bila rupiah bergerak stabil, maka pertumbuhan ekonomi dan pembangunan niscaya dapat terus terjadi secara berkesinambungan.

Kebijakan moneter yang diterbitkan bank sentral berfungsi menjaga lonjakan inflasi. Kebijakan lain yang ditawarkan BI melalui bauran kebijakan tersebut adalah kebijakan fiskal. Sementara itu, kebijakan makroprudensial berfungsi untuk mengantisipasi risiko keuangan sistemik dan menjaga kredit lebih seimbang. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…