Politisi Hanura Usulkan Revisi UU TPPU

Politisi Hanura Usulkan Revisi UU TPPU

NERACA

Jakarta - Politisi Partai Hanura Kristiawanto mengusulkan adanya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena banyak kasus korupsi yang dikenakan TPPU namun dalam proses penerapannya masih multitafsir.

"Padahal dalam UU Hukum Pidana tidak boleh multitafsir karena menyangkut jiwa seseorang. Kalau asas dasarnya lex strikta, apa yang dituliskan, itu harus dibaca seperti itu sehingga jangan membuka ruang," kata Kristiawanto usai sidang promosi doktornya di Universitas Jayabaya, Jakarta, Selasa (3/10).

Dia menjelaskan, pasal-pasal di UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang harus direvisi seperti pasal 2 yang menjelaskan bahwa tindak pidana asal terlalu banyak yaitu 26 plus ketentuan yang istilahnya tindak pidana diatas 4 tahun bisa dikenakan TPPU.

Anggota Badan Pemenangan Pemilu Partai Hanura itu menyarankan agar fokus saja misalnya "serious crime" seperti narkoba, terorisme, korupsi dan yang lainnya mungkin kalau mau ditambahkan yang ancaman hukumannya diatas 10 tahun."Jadi 'serious crime' dan harus ada hukum acara khusus. Karena hukum acara KUHAP ada beberapa yang dilanggar. Kalau seperti itu ya KUHAP diperbaharui atau bikin hukum acra khusus tentang TPPU," ujar dia.

Menurut dia, di pasal 3, 4 dan 5 UU TPPU perlu direvisi karena orang bisa dipidana hanya dengan dugaan. Hal itu tidak "pas". Dia menjelaskan, di pasal 69 terkait tidak dibuktikan dulu asal tindak pidananya sehingga agar mempunyai kepastian hukum harus dibuktikan dahulu."Pasal 77 dan 78, terkait pembuktian terbalik murni, harus pembuktian berimbang kepada terdakwa dan penuntut umum," kata dia.

Dia menilai terkait pasal 69, kepentingan penyidikan tindak pidana asal tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu. Artinya berarti boleh dibuktikan atau boleh tidak. Opsional itu pilihan. Menurut dia, pilihan itu artinya subjektifitas penegak hukum bisa dibuktikan terlebih dulu atau bisa tidak."Menurut saya, dibuktikan terlebih dulu biar mempunyai kepastian hukum sehingga hak-hak orang tidak terlanggar," ujar dia.

Kris mengatakan, dalam disertasinya dicontohkan kasus mantan Kepala Korps Lalu Lintas Djoko Susilo, Akil Mochtar dan Anas Urbaningrum. Dia mencontohkan dalam kasus Djoko Susilo yang dikenakan TPPU, yang bersangkutan menjadi Kakorlantas pada tahun 2010-2011 namun harta yang dibeli tahun 2003 semuanya dianggap hasil TPPU.

"Padahal harta di tahun 2003 itu belum tentu hasil tindak pidana korupsi 'kan Itu yang saya anggap melanggar HAM, hak orang untuk hidup, mempunyai harta 'kan harus kita hormati," kata dia.

Dia menekankan bahwa rezim anti pencucian uang menganut azas "follow the money" bukan "follow the suspect"."Sehingga yang dikejar aliran uangnya kemana, dirampas kembalikan ke negara," imbuh dia.

Menurut dia, bukan hartanya disita lalu hukumannya diperberat. Misalnya 18 tahun hingga seumur hidup sehingga rumusan hukum pidana harus diperbaiki. Ant

 

BERITA TERKAIT

Organisasi Nirlaba Berkontribusi Bagi Pembangunan RI

NERACA Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyampaikan, organisasi nirlaba (NGO) telah membuktikan kontribusi pentingnya bagi pembangunan…

Masyarakat Menerima Hasil Pemilu dengan Kondusif

NERACA Jakarta - Pengamat politik Arfianto Purbolaksono mengemukakan bahwa masyarakat menerima hasil Pemilihan Umum 2024 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum…

Demokrasi Adalah Jalan Capai Kebenaran

NERACA Semarang - Mantan Sekretaris Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Hudallah Ridwan yang akrab disapa Gus Huda…

BERITA LAINNYA DI

Organisasi Nirlaba Berkontribusi Bagi Pembangunan RI

NERACA Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyampaikan, organisasi nirlaba (NGO) telah membuktikan kontribusi pentingnya bagi pembangunan…

Masyarakat Menerima Hasil Pemilu dengan Kondusif

NERACA Jakarta - Pengamat politik Arfianto Purbolaksono mengemukakan bahwa masyarakat menerima hasil Pemilihan Umum 2024 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum…

Demokrasi Adalah Jalan Capai Kebenaran

NERACA Semarang - Mantan Sekretaris Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Hudallah Ridwan yang akrab disapa Gus Huda…