Program Intervensi Pemerintah Hasilkan Penurunan Angka Stunting pada Balita

Program Intervensi Pemerintah Hasilkan Penurunan Angka Stunting pada Balita

NERACA

Jakarta - Pemerintah berhasil menurunkan angka balita yang terjangkit stunting. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, angka balita stunting (Kekurangan Gizi Kronis) di Indonesia berhasil diturunkan dari 29 persen di tahun 2015 menjadi 27,5 persen di tahun 2016.

Penurunan angka balita stunting di Indonesia merupakan hasil kontribusi dari dua program intervensi yang dilakukan oleh pemerintah. Program pertama adalah pemberian beras sejahtera (rastra). Program rastra ditujukan untuk memenuhi kecukupan kalori. Setiap keluarga penerima manfaat diberikan jatah 15 kg beras.

Kedua adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Di dalam program ini, setiap penerima manfaat akan memperoleh bantuan sebesar 1,89 juta per tahun. Melalui kedua program intervensi pemerintah ini, angka balita stunting diharapkan dapat diturunkan kembali.

Kasus stunting merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang menjadi prioritas pemerintah. Stunting merupakan gejala kekurangan gizi yang ditandai tinggi badan yang rendah dibanding anak yang seusia. Seorang anak dinyatakan stunting apabila tinggi badan yang dimiliki berada di bawah dua kali standar deviasi.

Stunting tidak hanya berdampak pada kesehatan anak.“Lebih jauh, stunting berdampak pada perilaku, kecerdasan, hingga nantinya pada jangka panjang adalah pendapatan seseorang,” jelas Deputi Bidang Koodinasi Kesehatan Kemenko PMK Sigit Priohutomo, Senin (2/10). 

Sigit juga menambahkan, berdasarkan data yang dimilikinya, seseorang yang memiliki stunting pada jangka panjang akan memiliki pendapatan 20 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan mereka yang normal.

Sigit berharap kepada masyarakat agar sangat memperhatikan dua hal penting untuk mencegah stunting.“Pertama adalah fokus pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) dari anak lahir hingga berusia dua tahun,” ujar Sigit.

Hal kedua adalah pemenuhan faktor gizi dari ibu.“Terutama adalah anemia, walaupun kita mengkonsumsi makanan bergizi, jika ibu mengalami anemia maka oksigen di dalam tubuh tidak mencukupi dan akan berdampak buruk kepada anak yang ada di dalam kandungan,” jelas Sigit. Mohar

 

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…