Inflasi Akhir 2017 Ditaksir 3,5%

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Inflasi akhir 2017 "sangat memungkinkan" mendekati 3,5 persen (year on year/yoy) dari posisi September 2017 sebesar 3,72 persen (yoy) asalkan harga barang semakin terjaga pada sisa tahun. "Sekarang tinggal tiga bulan pada 2017, secara tahun berjalan inflasi sebesar 2,6 persen (year to date/ytd) katakanlah 2,7 persen (ytd) saat ini. Jadi inflasi kemungkinan bisa di bawah empat persen malah mungkin mendekati 3,5 persen (yoy)," kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, Selasa (3/10).

Mirza menekankan capaian inflasi yang berada di rentang bawah sasaran inflasi Bank Sentral itu bisa terealisasi jika pengendalian harga semakin baik. Namun, Mirza menambahkan BI belum memberikan angka pasti terkait proyeksi inflasi akhir tahun. "Sangat memungkinkan mendekati 3,5 persen. Tapi kalau BI sih masih melihat 3,7 persen dan 3,8 persen (yoy)," katanya.

Terkait realisasi inflasi September 2017 yang sebesar 0,13 persen (mtm) dan berbeda dengan proyeksi BI yang memerkirakan terjadi deflasi 0,01 persen (mtm) pada September 2017, Mirza mengatakan hal tersebut karena tekanan harga pada beras dan juga beberapa varian cabai. "Tapi kalau dilihat tidak berbeda jauh secara bulanannya proyeksi itu," ujar dia.

Bank Sentral menargetkan inflasi tahun ini berada di rentang 3-5 persen (yoy). Di pertengahan tahun ini, BI melihat tekanan inflasi mengendur dan terdapat kemungkinan besar akan kembali di bawah empat persen atau berada di batas bawah sasaran inflasi. Pada 2016, inflasi sebesar 3,02 persen (yoy). Pada 2018, BI melihat inflasi akan berada di 3,5 persen plus minus satu persen.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara memproyeksikan pergerakan inflasi sampai dengan akhir tahun akan berada pada kisaran 4 persen sampai 4,25 persen, atau lebih rendah dari target pemerintah. "Proyeksi inflasi sampai akhir tahun ini ada di range 4 persen-4,25 persen. Tapi ini semua bergantung pada dua faktor," kata Bhima.

Dua faktor atau syarat supaya laju inflasi terkendali, Bhima mengakui, pemerintah tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), listrik, serta elpiji 3 kilogram (kg) bersubsidi hingga akhir tahun meski harga minyak mentah sudah menembus di atas US$ 50 per barel. Itu yang pertama. “Kedua, kurs rupiah harus bisa dijaga karena 70 persen bahan baku industri, rata-rata impor. Kalau rupiah terdepresiasi, harga jual barang industri bisa naik, jadi lebih mahal, dan jadi cost push inflation,” dia menjelaskan.

 

BERITA TERKAIT

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial NERACA  Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN)…

Sektor Keuangan Siap Memitigasi Dampak Konflik Timur Tengah

    NERACA Jakarta – Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 April 2024 menilai stabilitas sektor…

Rupiah Melemah, OJK Diminta Perhatikan Internal Bank

      NERACA Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memandang bahwa…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial NERACA  Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN)…

Sektor Keuangan Siap Memitigasi Dampak Konflik Timur Tengah

    NERACA Jakarta – Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 April 2024 menilai stabilitas sektor…

Rupiah Melemah, OJK Diminta Perhatikan Internal Bank

      NERACA Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memandang bahwa…