SYARAT EKONOMI INDONESIA BISA TUMBUH 6%-7% - Menkeu: Butuh Investasi Lebih Tinggi Lagi

Jakarta-Menteri Keuangan Sri Muyani Indrawati mengungkapkan, syarat yang dibutuhkan agar ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih tinggi bukan hanya konsumsi masyarakat, melainkan investasi yang lebih besar. Semakin banyaknya investasi yang masuk ke dalam negeri, diyakini mampu membuat ekonomi Indonesia tumbuh 6%-7%.

NERACA‎

Menurut Sri Mulyani, dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang sangat dipengaruhi faktor di internal, seperti konsumsi masyarakat. Namun selain konsumsi, yang juga perlu digenjot yaitu investasi.‎

"Di dalam negeri ada konsumsi dan investasi itu relatif cukup kuat. Untuk 2017, pertumbuhan ekonomi 5%, didukung investasi dan konsumsi yang cukup stabil. Di kuartal II kemarin, kinerja dari investasi 5,4%, pertumbuhan ini lebih tinggi pada tahun lalu di periode yang sama. Jadi artinya dibanding 2016 growth invesment 4,2% menjadi 5,4%," ujarnya di Jakarta, Jumat (29/9).

Menkeu mengatakan, sebenarnya pertumbuhan investasi Indonesia saat ini sudah relatif meyakinkan, baik itu Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Namun, pertumbuhan tersebut dinilai masih belum cukup untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6%-7%.‎

"Nah, di Indonesia PMA dan PMDN kita relatif cukup baik, keduanya tumbuh 12,7%, itu cukup tinggi. Namun, dibandingkan keinginan kita mau tumbuh 6%-7%, angka 12,7% mestinya lebih tinggi lagi. Negara-negara yang pernah saya datangi waktu di Bank Dunia itu pertumbuhan investasi double digit. Seperti ini merupakan sesuatu yang bagus. Jadi kalau kita mau tumbuh 6%-7%, investasi harus lebih tinggi," ujarnya.

Menurut dia, untuk mendorong pertumbuhan investasi yang lebih tinggi, sebenarnya bukan perkara yang sulit. Sebab, Indonesia mempunyai modal yang cukup untuk menarik lebih banyak investasi, yaitu pasar yang besar dan daya beli masyarakat.‎

‎‎"Indonesia menjadi negara yang sangat atraktif dari sisi investment karena ada pasar dan daya belinya. Dengan kebijakan ekonomi makro yang stabil dan baik, maka mereka akan datang berduyun-duyun, dalam bentuk FDI maupun PMDN. Karena ini indikator sehat dan atraktifnya pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Menkeu juga menekankan pentingnya Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang sehat untuk mendukung perekonomian yang sehat. "Di dalam ekonomi yang sehat terdapat APBN yang sehat atau APBN yang sehat akan membuat ekonomi menjadi kuat," ujarnya.

Sri Mulyani mengatakan, APBN merupakan alat bagi pemerintah untuk mengelola negara dan perekonomian. Pengelolaan negara bertujuan untuk menjadikan Indonesia negara yang sehat, berdaulat, adil dan makmur.

Sementara itu, di dalam mengelola perekonomian, APBN bisa memegang fungsi alokasi sumber daya penerimaan. Selain itu, APBN juga berfungsi untuk distribusi sumber daya. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan dan mencegah kesenjangan sosial. Tak hanya itu, APBN juga merupakan alat pemerintah untuk stabilisasi di tengah gejolak perekonomian.

"Ekonomi itu tidak seperti jalur kereta yang semua lurus dalam rel. Ekonomi adalah mengelola banyak sekali volatilitas baik dari dalam maupun dari luar," tutur dia.

Oleh karena itu, menurut dia, APBN dirancang agar penerimaan bisa berperan sebagai sumber untuk mencapai berbagai tujuan seperti peningkatan investasi, pemerataan, maupun pengurangan kemiskinan. "Makanya, pajak dipungut dan penerimaan diperbaiki. Salah satunya melalui reformasi pajak, termasuk kami melakukan tax amnesty waktu itu dan sekarang kami melakukan Automatic Exchange of Information," ujarnya.

Di saat yang bersamaan, pemerintah juga berupaya membelanjakan anggaran yang sejalan dengan upaya menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Untuk pos belanja APBN banyak diperuntukkan untuk pembangunan infastruktur, pertahanan, keamanan, kesehatan dan pendidikan. "Kami tentu akan menjaga supaya APBN kita tetap sehat dan kuat secara berkelanjutan. Jangan sampai digunakan terlalu ngotot sehingga menjadi jebol," tutur dia.

Sebagai informasi, pemerintah tahun ini menargetkan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,2%. Untuk mewujudkannya, pemerintah mematok target penerimaan dan hibah sebesar Rp1.736,1 triliun dan belanja Rp2.133,3 triliun.

Prediksi ADB

Sebelumnya Asian Development Bank (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,1% pada tahun ini dan 5,3% di tahun depan. Proyeksi ini masih sejalan dengan perkirakan ADB pada April lalu.

Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein mengatakan, perekonomian Indonesia masih kuat di tengah ketidakpastian global. "Ekonomi Indonesia tetap kuat terlepas dari ketidakpastian global, dengan pertumbuhan yang diharapkan akan baik pada tahun ini," ujarnya di Jakarta, pekan lalu.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi akan ditopang oleh infrastruktur dan investasi swasta. Belanja pemerintah akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di paruh kedua 2017. Investasi swasta diperkirakan akan meningkat perlahan seiring dengan mulai terlihatnya dampak dari reformasi kebijakan guna memperbaiki iklim usaha. Hal itu ditambah dengan keputusan Standard & Poor’s yang menaikkan peringkat Indonesia ke investment grade. Hal ini diharapkan mempercepat arus modal masuk termasuk investasi langsung.

Tidak hanya itu, pertumbuhan kredit akan membaik secara bertahap. Hal ini menyusul pemangkasan suku bunga Bank Indonesia. Kebijakan fiskal masih tetap menopang pertumbuhan. Perubahan anggaran menghasilkan belanja total yang lebih tinggi, terutama dengan alokasi yang lebih besar bagi infrastruktur publik, kesehatan, dan pendidikan.

Winfried mengatakan, meskipun pemerintah mengurangi subsidi energi dan berimbas pada kenaikan harga listrik, pengeluaran rumah tangga masih tetap kuat. Keyakinan konsumen masih baik berkat rupiah stabil, sehingga diharapkan inflasi lebih terkendali

Sektor perdagangan Indonesia belum dapat diandalkan, mengingat tidak meratanya tingkat pemulihan dan pertumbuhan mitra dagang Indonesia. "Risiko terhadap proyeksi ini bergantung pada perkembangan upaya pemerintah dalam memobilisasi penerimaan pajak, harga komoditas global, dan ketidakpastian kebijakan di negara negara maju," ujarnya.

Sementara itu, Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengemukakan terhitung sejak 1 Januari 2016 sampai dengan sekarang, bank sentral sudah menelurkan kebijakan pemangkasan suku bunga acuan hingga 175 basis poin (bps). Dari sisi suku bunga deposit facility mengalami penurunan sampai 147 basis poin, sedangkan suku bunga kredit atau lending facility turun lebih lambat dengan kumulatif sekitar 115 basis poin.

"Kita ingin kredit perbankan dapat turun lebih cepat. Namun kita melihat bahwa di sektor kredit perbankan masih ada yang harus menangani kredit bermasalahnya. Walaupun secara nasional, kredit perbankan masalahnya sudah terkendali atau tidak terlalu besar," ujarnya di Bandung, pekan lalu.

Dalam menyesuaikan penurunan tingkat suku bunga kredit, menurut Agus, perbankan harus menunggu deposito dengan jangka waktu 1, 3 dan 6 bulan, jatuh tempo terlebih dahulu. Maka dari itu, penurunan tingkat suku bunga kredit akan terjadi secara bertahap.

Proyeksinya per 2018, tingkat suku bunga terkoreksi cukup tajam. Menyikapi dinamika industri perbankan di negeri ini, Bank Indonesia selaku regulator makroprudensial mengkoreksi target pertumbuhan kredit 2017 yang semula berkisar 10%-12% berubah menjadi 8%-10%.

Namun Agus memandang tingkat suku bunga kredit untuk sektor korporasi dan konsumsi di sebagian industri perbankan, sudah mulai mencapai single digit. "Jadi diperkirakan penurunan (suku bunga kredit) akan bertahap sampai dengan dua kuartal hingga tiga kuartal. Kita lihat nanti di 2018 sudah cukup banyak yang turun. Perbankan juga mesti mempersiapkan diri untuk bisa ekspansi karena pertumbuhan kredit sampai Agustus itu year on year-nya baru 8%," ujarnya.

Dari sisi internal, BI mencermati pergerakan inflasi inti sepanjang 2017 yang diyakini akan tetap terjaga, berikut kinerja transaksi berjalan yang dalam kondisi sehat dengan proyeksi 2017 di bawah 2% dari produk domestik bruto (PDB) dan 2018 di bawah 2,5% dari PDB. Selain itu, pertumbuhan investasi, konsumsi rumah tangga serta kinerja ekspor dan impor, menurut dia, mengalami perbaikan.

Adapun risiko eksternal yang harus diwaspadai ialah rencana kebijakan Fed Funds Rate (FFR) dan normalisasi neraca bank sentral AS. Selain itu, fluktuasi harga komoditas yang belum pulih sepenuhnya. "Kita sudah antisipasi kondisi global di mana ada risiko The Fed akan naikkan suku bunga dan menurunkan balance-nya. Lalu masih ada harga komoditas yang akan jatuh. Kita lihat sepanjang 2017, bulan lalu indeks harga komoditas naik 18%, walaupun di Juli ada penurunan. Tapi kita masih yakini indeks komoditas Indonesia akan naik rata-rata 18% di September. Untuk future market naiknya bisa 20%," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…