KONDISI PEMBIAYAAN DALAM NEGERI TERBATAS - Pembangunan Infrastruktur Butuh Rp 5.500T

Jakarta-Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur, pemerintah membutuhkan pembiayaan Rp 5.500 triliun dalam lima tahun ke depan. Namun ketersediaan pembiayaan di dalam negeri saat ini relatif terbatas, pemerintah dapat mencari alternatif pembiayaan bersumber dari global. Sementara itu, 12 proyek transportasi nasional bernilai total Rp 40 triliun ditawarkan ke negara peserta Asia Europe Meeting (ASEM) di Bali.

NERACA

 Oleh karena itu, setiap tahunnya pembiayaan pembangunan infrastruktur yang mesti dipenuhi sekitar Rp 1.100 triliun. Sementara, pembiayaan yang biasa dihimpun sekitar Rp 900 triliun per tahun itu berasal dari pemerintah, BUMN, investasi, dan lain-lain.

"Rata-rata seperti dirilis kurang lebih Rp 200 triliun kita masih kurang, sudah mentok Rp 900 triliun," ujar Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro di acara IDR Global Bonds Workshop di Jakarta, Rabu (27/9).

Aloysius mencontohkan, ruang dana dari obligasi yang sudah cukup terbatas. Obligasi di luar surat utang negara (SUN) sekitar Rp 100 triliun. Obligasi tersebut juga telah terserap penuh ke berbagai lembaga, seperti asosiasi asuransi negara (Asgara), dana pensiun, dan lainnya. Oleh karena itu, sulit untuk menyerap dana lagi.

Menurut dia, dengan kondisi ini, perlu sebuah instrumen yang bisa menyerap dana global. Salah satunya Global IDR Bonds. Global IDR Bonds merupakan efek bersifat utang dengan denominasi rupiah. Surat utang ini bisa ditawarkan baik investor global maupun domestik. "Kalau rupiah masuk lagi maka ada yang harus keluar. Antisipasi kita alternatif, cari alternatif lain," tutur dia.

Sebelumnya pemerintah menawarkan 12 proyek transportasi nasional senilai investasi Rp 40 triliun ke negara peserta Asia Europe Meeting (ASEM) di Bali. "Jadi ada 12 proyek dan rata-rata proyek di atas Rp1 triliun atau everage Rp2 triliun, jadi kira-kira maksimal Rp40 triliun. Sebab, kayak proyek Kuala Tanjung itu bisa sampai Rp5 triliun dan Priok Rp5 triliun," ujar  Menhub Budi Karya Sumadi di Jakarta, awal pekan ini.

Lembaga keuangan internasional, Asian Development Bank (ADB), menilai pemanfaatan modal dan keahlian teknis swasta melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) atau public private partnership (PPP) dapat membantu negara-negara Asia dan Pasifik untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan infrastruktur. Saat ini, kebutuhan infrastruktur negara tersebut mencapai kira-kira US$1,7 triliun per tahun.

Dalam Asian Development Outlook update, KPBU sebagai sumber dukungan yang sangat penting dari sektor swasta untuk upaya kawasan ini menutup kekurangan pembiayaan infrastruktur yang mencapai US$500 miliar per tahun.

"Jika dilaksanakan dengan benar, KPBU berpotensi mengisi kebutuhan infrastruktur yang sangat besar di kawasan ini, sambil memanfaatkan kemampuan dan sumber daya sektor swasta guna mencapai sasaran besarnya, yaitu pembangunan berkelanjutan bagi semua," ujar Ekonom Kepala ADB Yasuyuki Sawada di Jakarta, Selasa (26/9).

Kebutuhan pembangunan Asia, lanjut dia, memang sangat besar, mengingat lebih dari 400 juta penduduk Asia saat ini masih hidup tanpa listrik, 300 juta orang tanpa air bersih yang aman dan lebih dari 1,5 miliar orang hidup tanpa sanitasi dasar. "Sumber daya pemerintah dan lembaga keuangan internasional seperti ADB tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dan inilah yang dapat dibantu dan diatasi oleh sektor swasta melalui KPBU," ujarnya.  

Dari data tersebut, maka dapat dicatat bahwa, jika dilaksanakan dengan benar, KPBU dapat meningkatkan sektor  infrastruktur maupun penyampaian layanan publik. Sehingga KPBU merupakan alat yang efeklif dalam pembangunan ekonomi inklusif.

Model KPBU saat ini semakin diterima di Asia, dengan jumlah proyek yang disampaikan melalui skema ini tumbuh empat kali lipat dalam 25 tahun terakhir saat ini, transaksi KPBU di kawasan ini masih terkonsentrasi di Asia Timur dan selatan, yang menunjukkan adanya peluang yang belum digali di sub-kawasan lainnya.

"Fokus proyek KPBU selama ini biasanya adalah di bidang energi dan transporasi. Meski demikian, kesehatan dan pendidikan merupakan bidang-bidang yang mulai dijajaki untuk diwujudkan menggunakan skema KPBU," ujarnya.  

Agar dapat melaksanakan skema KPBU dengan efektif dalam proyek pembangunan di Asia dan Pasiflk, lanjut dia, laporan ini mencatat bahwa tala kelola, legislasi, struktur kelembagaan, dan pengetahuan mengenai seluk-beluk KPBU harus ditingkatkan.

"Hal ini bersamaan dengan upaya luas untuk meningkatkan iklim investasi dan memperdalam pasar keuangan, pemerintah di kawasan ini dapat meningkatkan peluang keberhasilan pelaksanaan KPBU melalui alokasi risiko yang optimal kepada pemangku kepentingan. Menjalankan kebijakan regulasi yang tepat, memilih proyek yang tepat untuk dijadikan KPBU, dan menemukan mitra swasta yang cocok," tutur dia.

Tidak hanya ADB. Global Infrastructure, lembaga penelitian infrastruktur, juga menilai wajar atas meningkatnya utang yang dilakukan pemerintah Indonesia ‎untuk mendanai infrastruktur. Karena  pembangunan infrastruktur akan memberikan keuntungan ke depan.

Menurut Direktur Senior Global Infrastructure Hub Brer Adams, infrastruktur sangat dibutuhkan ‎untuk memfasilitasi kegiatan perekonomian dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal itu karena banyak bentuk pendanaan bagi pembangunan infrastrutkur seperti utang.

"Dalam semua infrastruktur, bagaimana pun bentuk pendanaannya, aspek terpenting ialah mengapa infrastruktur tersebut dibutuhkan," ujarnya seperti dikutip  Liputan6.com, belum lama ini.

Adams menuturkan, salah satu bentuk ‎pendanaan infrastruktur dengan menggunakan skema utang. Oleh karena itu, langkah pemerintah mendanai infrastruktur dengan berutang merupakan hal wajar. "Proyek-proyek infrastruktur dengan arus kas yang stabil umumnya didanai dengan skema kombinasi, termasuk di dalamnya adalah utang," ujarnya.

Dia mengungkapkan, ‎data International Monetary Fund (IMF) menunjukkan, investasi infrastruktur akan memberikan keuntungan rata-rata 1,5 kali lipat dalam waktu empat tahun. ‎Karena itu meski berutang, pembangunan infrastruktur akan berdampak positif. "Membangun infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan masyarakat serta memfasilitasi kegiatan perekonomian, umumnya bersifat positif," ujar Adams.

Tanpa APBN

Sementara itu, Kementerian PPN/Bappenas menargetkan skema PINA (Pembiayaan investasi non APBN)  pada kuartal III-2017 mampu memfasilitasi pembiayaan ekuitas tiga proyek infrastruktur di bidang energi, bandar udara, dan jalan tol. Adapun total pembiayaan skema ini diperkirakan mencapai Rp 10 triliun. 

Menurut Kepala Bappenas Prof Dr Bambang Brodjonegoro,  skema PINA dan kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) bisa menjadi solusi mengatasi kebutuhan pembiayaan proyek infrastruktur nasional yang besar melalui keterlibatan sektor swasta.

"Ini menjadi solusi mengatasi keterbatasan anggaran APBN dengan menggunakan skema creative financing, sekaligus menjadi solusi penguatan ekuitas BUMN tanpa mengandalkan penyertaan modal negara (PMN)," ujarnya, belum lama ini.

Dia mengungkapkan, creative financing untuk infrastruktur sebagaimana dicanangkan oleh Presiden Jokowi ketika menyampaikan Nota Keuangan dan RAPBN 2018, menjadi solusi agar pembangunan infrastruktur terus dilakukan. Hal ini tanpa mengorbankan alokasi dana APBN untuk mengatasi kemiskinan, meningkatkan akses terhadap pendidikan, dan kesejahteraan rakyat.

Menurut Bambang, tiga proyek infrastruktur yang difasilitasi penyelesaiannya adalah Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati dengan total nilai proyek sebesar Rp 2,1 triliun. Kemudian, PT Waskita Toll Road yang akan melepas sebagian kepemilikannya di sembilan ruas jalan tol untuk total proyek senilai Rp 69,74 triliun.

Selain itu, proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Meulaboh, Aceh, oleh PT PP Energi dengan total nilai proyek sebesar 7,1 triliun rupiah. Total nilai investasi ketiga proyek tersebut sekitar Rp 79 triliun.

Saat ini, BIJB Kertajati yang didukung penuh Pemprov Jawa Barat dan Kementerian Perhubungan, tengah memproses penerbitan reksa dana penyertaan terbatas (RDPT) dengan nilai sekitar Rp 950 miliar, yang dibantu penasihat keuangan PT Sarana Multi Infrastruktur dan manajer investasi PT Danareksa Investment Management. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…