Dekopin Tolak Ritel Modern Salurkan Barang ke Warung Tradisional

NERACA

Jakarta - Selama ini, keberadaan pasar dan ritel/warung tradisional tergerus dengan masifnya ritel modern berjejaring di berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian pada tahun 2007 dan Kementerian Perdagangan pada tahun 2011 jumlah pasar tradisional di Indonesia mengalami penurunan cukup drastis dari tahun 2007-2011. Pada tahun 2007, jumlah pasar tradisional di Indonesia mencapai 13.450. Tapi pada tahun 2011, jumlahnya tinggal 9.950.

Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) juga merilis kenaikan jumlah retail modern yang cukup signifikan tahun 2007-2011. Kenaikannya hampir delapan ribu retail modern. "Jadi, pasar tradisional mengalami penurunan lebih dari tiga ribu, sedangkan pasar modern mengalami kenaikan sekitar delapan ribu", ungkap Ketua Pelaksana Harian Dekopin Agung Sudjatmoko, dalam rilisnya, kemarin.

Oleh karena itu, atas nama Gerakan Koperasi seluruh Indonesia, Agung menyayangkan rencana Mendag Enggartiasto Lukita akan menerapkan kebijakan dimana ritel-ritel modern boleh salurkan barang ke warung-warung tradisional. "Kebijakan itu rencananya akan diberlakukan mulai Oktober 2017 mendatang. Alasannya, agar warung memperoleh harga yang murah karena langsung memperoleh barang dari distributor besar", tukas Agung.

Untuk kebijakan tersebut, Mendag rencana akan menggandeng peritel besar seperti Alfamart, Indomaret dan Hypermart yang jaringan gerainya tersebar dimana-mana. "Kebijakan tersebut nampak menolong warung tradisional dan masyarakat sebagai konsumen. Namun sesungguhnya dengan kebijakan tersebut, Mendag justru memuluskan jalan bagi ritel-ritel modern untuk mengkooptasi warung-warung tradisional melalui skema distribusi barang", papar Agung.

Menurut Agung, dengan dukungan jalur distribusi dan sistem yang modern, kooptasi tersebut akan berdampak sistemik secara jangka panjang dimana pasar tradisional akan semakin tergerus omsetnya. Sedangkan bagi pemilik warung tradisional, kooptasi hanya memposisikan mereka sebagai gerai mini dari ritel modern. Masyarakat mungkin akan menikmati harga yang lebih kompetitif dari skema distribusi tersebut.

Agung pun mencatat beberapa dampak kooptasi melalui dominasi jalur distribusi ritel modern ke warung tradisional. Pertama, terjadinya capital out flow besar-besaran dari pasaran rakyat ke pasaran modern. "Yang artinya sama dengan terjadinya capital out flow dari desa ke kota (Pusat) karena ritel-ritel pemasok merupakan pengusaha besar nasional", ungkap Agung.

Kedua, makin terkonsentrasinya modal di Pusat yang justru akan semakin memperlebar ketimpangan ekonomi yang terjadi di Indonesia sekarang ini. Ketiga, secara jangka panjang menghilangkan keragaman produk di pasaran rakyat karena skema distribusi menuntut efisiensi pengadaan produk.

Keempat, terjadi monopoli pasar oleh beberapa pengusaha ritel besar karena kapasitas jalur distibusinya dan hal itu melanggar UU Persaingan Usaha. Kelima, monopoli pasar dan konsentrasi modal secara jangka panjang akan membuat swadaya dan kemandirian lokal menjadi hilang. "Usaha rakyat sebagai benteng-benteng ekonomi lokal tergerus dan dapat terpengaruh langsung oleh fluktuasi ekonomi global akibat kooptasi jalur distribusi", tandas Agung.

Keenam, lanjut Agung, mematikan koperasi-koperasi yang menyelenggarakan ritel sebagai bentuk ekonomi kolektif yang hidup di masyarakat. "Untuk itu, kami mendesak pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan dan Menteri Koperasi UKM untuk menghentikan kebijakan kooptasi da penguasaan distribusi barang ritel modern ke warung tradisional", tegas Agung.

Selain itu, pemerintah juga harus membatasi pembukaan toko-toko ritel modern oleh jejaring ritel nasional karena terbukti telah menggerus dan mematikan pasar tradisional, warung tradisional dan toko-toko koperasi yang dimiliki masyarakat.

Caranya, kata Agung, pemerintah mendukung pembangunan sekunder dan primer koperasi konsumen serta koperasi pasar secara massif di berbagai daerah sebagai cara mengintegrasikan jalur distribusi barang ke warung tradisional. "Alasannya, pemilik warung adalah anggota dari koperasi konsumen atau koperasi pasar sehingga pemilik warung juga akan memperoleh revenue sharing dari proses distribusi barang tersebut selain memperoleh harga kulakan yang lebih kompetitif", tukas Agung.

Alasan lain, karena warung-warung tradisional yang terintegrasi dengan koperasi akan memperoleh pendampingan sosial-ekonomi-budaya sebagai kewajiban inheren koperasi. Bukan bisnis semata yang hanya berbentuk aliran barang dan uang saja.

Di samping itu, kata Agung, integrasi pasar ritel melalui koperasi-koperasi lokal tidak akan membuat capital out flow terjadi dari desa ke kota atau dari pinggiran ke pusat karena perusahaan dan bisnis koperasi bersifat redistributif bagi anggota dan masyarakat. "Koperasi bersama masyarakat lokal lebih mampu menjaga keragaman barang termasuk barang-barang produksi masyarakat setempat", tandas Agung. 

Bagi Agung, dengan model redistributifnya, koperasi merupakan instrumen efektif untuk mengurangi ketimpangan ekonomi yang saat ini terjadi di Indonesia.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…