Pentingnya Pengaturan Zona Perikanan di Negara Kepulauan

Oleh: Muhammad Razi Rahman

Media anti-Uni Eropa di Inggris, Daily Express, dalam laman resminya pada 2 Juli 2017 menyatakan bahwa nelayan dari Uni Eropa harus "hands off our waters!" (menyingkirlah dari perairan kami!).

Media Express mengemukakan hal tersebut setelah Menteri Lingkungan Hidup Inggris Raya Michael Gove menyatakan pascareferendrum Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa), pemerintah akan melarang nelayan dari negara-negara Uni Eropa untuk melaut di area hingga 12 mil dari tepi pantai Inggris.

Sebelumnya, berdasarkan Konvensi Perikanan London tahun 1964, nelayan sejumlah negara Uni Eropa memiliki izin melaut hingga sekitar enam mil dari tepi pantai Inggris.

Menurut Gove, yang berasal dari Partai Konservatif, kebijakan tersebut merupakan langkah bersejarah dari regulasi perikanan domestik setelah Inggris berpisah dengan UE. Namun, menurut media pro-Uni Eropa di Inggris, Guardian, hal yang perlu diperhatikan adalah langkah yang tepat menuju sektor perikanan berkelanjutan.

Merujuk kepada kepala kampanye WWF Ben Stafford, pencapaian sektor perikanan lebih dari sekadar menentukan negara mana yang boleh melaut di perairan nasional.

Ben mengemukakan, "It is about ensuring that fishermen use the right fishing gear, that fishing takes place at levels that maintain sustainable stocks" (Ini tentang memastikan nelayan menggunakan alat tangkap yang tepat, bahwa penangkapan ikan dilakukan dalam tingkat yang menjaga stok berkelanjutan).

Sementara itu, Guardian juga mengutip konsultan hukum lingkungan di kantor legal Client Earth, Tom West, yang mengingatkan bahwa banyak stok ikan di perairan Inggris Raya adalah dikelola bersama-sama dengan negara tetangga sehingga penting adanya kerja sama dan manajemen bersama.

Terlepas dari kontroversi apakah pengelolaan tentang stok perikanan dilakukan sendirian atau bersama-sama dengan negara tetangga, tetapi wacana mengenai hal itu di Inggris (yang merupakan negara kepulauan), juga menunjukkan pentingnya pengaturan sebuah zona perikanan.

Itulah mengapa, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti dalam sejumlah kesempatan menegaskan bahwa pihaknya kerap mengingatkan pemerintahan daerah agar dapat mengatur zona kelautan yang di bawah pengelolaannya agar sektor kelautan dan perikanan bisa benar-benar berkelanjutan.

Ketika berbicara dalam Seminar Internasional Sektor Kelautan dan Perikanan Berkelanjutan di Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (16/9), Menteri Susi menegaskan pentingnya pengaturan pengelolaan kawasan perairan antara lain agar jangan sampai ada pencemaran serta jangan ada lagi kapal yang menggunakan trawl atau cantrang.

Perda Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong seluruh pemerintah provinsi di berbagai daerah untuk dapat segera menelurkan peraturan daerah terkait Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).

Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (8/9), menyatakan, pihaknya terus melakukan sosialisasi dan menargetkan bahwa pada tahun 2018, seluruh provinsi telah memiliki Perda RZWP3K.

Menurut Brahmantya, ada banyak hal yang perlu untuk dirapihkan, termasuk dengan menelurkan Perda RZWP3K, dalam rangka mengoptimalkan laut sebagai garda terdepan Indonesia.

KKP, menurut dia, juga telah mengirimkan hingga sebanyak lima kali surat kepada berbagai pemerintahan provinsi dalam rangka mengingatkan pentingnya untuk segera membuat Perda RZWP3K.

Ia mengingatkan bahwa bila suatu daerah tidak ada RZWP3K, maka pengelolaan laut juga berpotensi tidak akan bisa berkelanjutan.

Apalagi, ia juga mengingatkan bahwa RZWP3K itu juga merupakan amanah dari UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Berdasarkan UU tersebut, pemerintah daerah diamanahkan untuk menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi dan Kabupaten.

Sedangkan dalam penyusunan RZWP3K itu bila diberlakukan dengan perda, maka akan berlaku selama 20 tahun dan dapat ditinjau kembali dalam jangka waktu lima tahun.

RZWP3K di antaranya memuat berbagai aspek seperti pengalokasian ruang dalam kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis nasional tertentu dan alur laut, hingga penetapan prioritas kawasan laut untuk tujuan konservasi sosial budaya, ekonomi, transportasi laut, industri strategis, serta pertahanan dan keamanan.

Untuk saat ini, diungkapkan hanya satu provinsi yang telah memiliki perda terkait dengan rencana zonasi pesisir tersebut, yakni Provinsi Sulawesi Utara.

Ke depannya, menurut Brahmantya, ada sebanyak 12 provinsi yang rencananya bakal segera menyusul, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Banten, DKI Jakarta, Lampung, dan Kalimantan Utara.

Bukan Terbatas Perikanan

Zona pengelolaan juga tidak terbatas pada komoditas perikanan, seperti di Nusa Tenggara Barat, di mana pemerintahan setempat mengapresiasi upaya KKP bersama Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dalam membangun zona ekonomi biru yang salah satunya berfokus pada rumput laut.

Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) H Rosyadi Husaen Sayuti, di Mataram, Minggu, mengatakan apa yang sudah dilakukan KKP dan FAO sesuai dengan salah satu program kerja dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTB tahun 2013-2018, yaitu program "Pijar", akronim dari sapi, jagung, dan rumput laut.

Sebagai wujud keseriusan, Pemerintah Provinsi NTB telah mengintegrasikan kajian zonasi ke dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3K) NTB.

Sedangkan di daerah lain, Bupati Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Tarmizi, Saat mengharapkan peraturan daerah mengenai zonasi kelautan mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat sehingga tidak terjadi persoalan di kemudian hari.

Dia mengatakan di Sungailiat, Selasa (12/9), sebelum ditetapkan dan disahkan menjadi suatu peraturan daerah, kajian mendalam termasuk merangkum aspirasi dari semua daerah harus tetap dilakukan.

Dalam peraturan daerah tentang zonasi kelautan, kata bupati, agar dapat memperjelas kembali batas penggunaan zonasi di antaranya untuk pariwisata, pertambangan dan kegiatan lainnya.

Terkait dengan kegiatan sektor lainnya di wilayah perikanan, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan bahwa permasalahan agraria yang terjadi di kawasan pesisir dilakukan oleh berbagai pelaku yang berasal dari beragam sektor industri di Tanah Air.

Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata berpendapat, pelaku yang mengakibatkan terjadinya permasalahan agraria di kawasan pesisir, antara lain industri nonekstraktif seperti pariwisata hingga industri ekstraktif, termasuk pertambangan.

Ia berpendapat, "perselingkuhan" antara pengusaha dan penguasa di daerah yang terjadi di lapangan tak jarang juga menjadi faktor penunjang dalam penindasan masyarakat pesisir.

Untuk itu, penting untuk diingat bahwa bukan hanya pengaturan zona perikanan penting untuk dilakukan, tetapi harus esensial bahwa regulasi itu juga tidak menyimpang dari UUD 1945, di mana Pasal 33 Ayat (3) berbunyi bahwa "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".

Sementara ayat selanjutnya menegaskan bahwa "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional". (Ant.)

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…