BPJS KESEHATAN DEFISIT RP 9 TRILIUN - BPKN: Banyak RS Ragu Layanan BPJS

Jakarta-Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menduga masih banyak rumah sakit swasta yang ragu terhadap pelayanan BPJS kesehatan. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus pasien yang tak tertangani dengan maksimal setelah pasien tersebut diketahui sebagai salah satu pemegang kartu BPJS. Sementara itu, BPJS mengalami defisit sekitar Rp 9 triliun pada tahun ini.


NERACA
Menurut Ketua BPKN Ardiansyah Parman, dugaan keraguan ini bahkan dipicu dengan masih banyaknya rumah sakit (RS) swasta yang tidak bermitra dengan layanan kesehatan BPJS. "Iya kami melihat ada keraguan rumah sakit terhadap layanan BPJS ini, bahkan masih banyak yang tidak ikut bermitra," ujarnya di Kemendag, Senin (25/9).

Keraguan pihak rumah sakit swasta ini, menurut dia, terkait dengan klaim atau sistem reimbursment yang diduga masih sering telat dibayarkan hingga defisit anggaran yang dialami layanan kesehatan ini. "Defisit, klaim yang telat, regulasi, prosedur pendaftaran ini membuat rumah sakit banyak yang ragu, diduga itu yah," tutur dia.  

Padahal  menurut Ardiansyah, unit-unit kesehatan swasta hingga saat ini masih menjadi salah satu komponen penting akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Sehingga faktor pembentuk keraguan ini pun kata dia perlu segera diatasi.

"Perlu perbaikan di ranah pelayanan. Bukan cuma pihak BPJS, kita dorong juga Kemenkes agar segera mencermati dan memperbaiki aspek BPJS ini, dari mulai norma, standar, prosedur, hingga kriteria mereka, semuanya harus jelas," ujarnya.  

Ardiansyah juga medorong agar pihak BPJS Kesehatan bisa segera memaksimalkan pelayanan yang dimilikinya. Salah satunya dengan memanfaatkan sistem Information and Comunication Technology (ICT). Penggunaan sistem ICT sangat diperlukan agar bisa meningkatkan pelayanan kesehatan yang mumpuni dan tepat waktu bagi masyarakat, khususnya pasien kritis.

"Kalau pakai ICT nantinya bisa persingkat waktu. Misalnya untuk mengakses peralatan medis di RS, bahkan mencari RS rujukan. Bukan cuma itu, ICT juga bisa menyederhankan prosedur penyelesaian pembiayaan dari mulai pasien masuk RS sampai reimbursement biaya itu sendiri," ujarnya.

Pihak BPKN merencanakan akan segera memanggil pihak rumah sakit swasta untuk mendengar keterangan mereka terkait layanan dan kebijakan rumah sakit hingga perlakuan terhadap pasien.
Dalam minggu ini, BPKN pun akan segera mempertemukan pihak BPJS dengan pihak RS swasta untuk menyelesaikan polemik terkait layanan BPJS yang diduga tak terlalu diterima oleh pihak rumah sakit swasta. "Kan ada dugaan begitu (tak diterima) makanya kami akan datangkan persatuan rumah sakit swasta, lalu minta keterangan mereka, pendapatnya, pokoknya minggu ini," ujarnya.

Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, Pemprov DKI terus mendorong rumah sakit swasta segera bermitra dengan BPJS Kesehatan. Pemprov DKI akan menjadikan kemitraan dengan BPJS sebagai salah satu syarat memperpanjang izin dan akreditasi. "Kalau itu rumah sakit swasta, nanti ada persyaratan (supaya) kita kasih izin, mereka harus mau gabung ke BPJS. Itu tahun depan," ujarnya, belum lama ini.  

Djarot menargetkan semua rumah sakit, baik milik pemerintah dan swasta, harus bermitra dengan BPJS Kesehatan paling lambat 2019. Pada tahun yang sama, Pemprov DKI Jakarta juga akan menerapkan universal healthcare atau jaminan kesehatan semesta. "Pemprov sudah konsisten untuk memberikan BPJS kelas 3 ke seluruh warga loh," ujarnya.

BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dalam rangka mewujudkan cita-cita universal health coverage paling lambat 1 Januari 2019. Kerja sama dilakukan sejak 2016. Dalam kerja sama tersebut, Pemprov DKI Jakarta akan mendaftarkan seluruh warga Jakarta tanpa terkecuali sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Dari sisi rumah sakit, saat ini tercatat 91 RS dari 187 RS di Jakarta, sudah bermitra dengan BPJS. Adapun, RS swasta yang sudah bergabung sebanyak 64 dari 160 RS.

Pembayaran Klaim  

Pada bagian lain, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berharap, alokasi dana pemerintah untuk menambal defisit pendanaan (mismatch) untuk pembayaran klaim peserta bisa cair di awal tahun berjalan. Jika tidak dalam bentuk dana, bisa dengan jaminan pemerintah melalui surat utang negara.

Direktur Kepatuhan Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan B‎ayu Wahyudi mengatakan, selama ini mismatch dana BPJS Kesehatan selalu ditambal pemerintah melalui APBN. Pada 2014, mismatch yang ditanggung pemerintah sebesar Rp 3,3 triliun. Kemudian angka tersebut meningkat di 2015 menjadi Rp 5,7 triliun.

"Tahun 2016 ini kemungkinan sekitar Rp 9 triliun. Yang sudah dibayarkan pemerintah akumulasinya semuanya itu ada Rp 18,84 triliun. Karena ada UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS, bahwa pendapatan berasal dari iuran, dan dari bantuan pemerintah," ujarnya, kemarin.

Namun, menurut dia, alokasi dana yang diberikan pemerintah tersebut tidak dicairkan pada awal tahun berjalan. Oleh sebab itu, agar BPJS Kesehatan memiliki kepastian dana untuk menambal defisit, maka perlu ada jaminan pemerintah melalui surat utang negara.

"Bagusnya sih sebelumnya (tahun berjalan). Kalau sebelumnya, tidak berupa uang, bisa berupa jaminan pemerintah lewat surat utang negara, itu juga boleh. Sehingga kita bisa menggunakannya untuk mendapat fasilitas perbankan nantinya," ujarnya. Namun menurut Bayu, pihaknya tetap menjaga agar defisit ini tidak terus membesar. Caranya dengan melakukan upaya efisiensi penggunaan dana.

"Jadi kita juga sudah mengefisiensikan segala upaya yaitu dengan regulasi-regulasi. Umpamanya kapitasi yang dulu tidak ada indikatornya, sekarang ada berbasis komitmen di mana harus 144 penyakit, dilihat, tidak boleh dirujuk di faskes pertama," ujarnya.

B‎ayu mengakui, dari perhitungan peserta penerima bantuan iuran (PBI) terdapat selisih pembayaran iuran sebesar Rp 13 ribu per peserta. Sedangkan jumlah peserta pada kategori tersebut mencapai 92,4 juta jiwa.

"Dari hasil perhitungan, PBI itu bayar Rp 23 ribu, harusnya dibayar Rp 36 ribu. Itu sudah selisih Rp 13 ribu. Bayangkan Rp 13 ribu dikali‎ 92,4 juta jiwa," ujarnya. Selain itu, defisit tersebut juga disumbang oleh kekurangan bayar iuran peserta bukan penerima upah (PBPU). Selisih pembayaran iuran di kategori ini bahkan diperkirakan lebih besar lagi.

"Itu‎ dari selisih PBI, saja belum dari PBPU. Kelas I itu Rp 81 ribu per bulan, tetapi kelas II ini hanya Rp 51 ribu seharusnya (bayar) Rp 68 ribu, berarti selisih Rp 17 ribu. Kemudian kelas III yang seharusnya itu Rp 53 ribu hanya dibayar Rp 25.500," ujarnya.

Bayu mengatakan, perhitungan mismatch ini bukan hanya berasal dari BPJS Kesehatan ini, tetapi juga dari kementerian dan lembaga lain seperti Kementerian Keuangan. "‎Bayangkan ini sudah diperhitungkan dari perhitungan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) kemudian, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, BPJS," ujarnya.

Menurut data BPJS Kesehatan, defisit yang tercatat pada tahun ini (hingga per Agustus 2017) sebesar Rp 3,4 triliun. Sebelumnya pada 2014 defisit mencapai Rp 3,3 triliun. Lalu, bertambah menjadi Rp 5,7 triliun (2015), dan tahun lalu kembali mengalami defisit sebesar Rp 9,7 triliun.

Menanggapi jumlah defisit anggaran, Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris memberikan penjelasan."Prinsip program BPJS itu kan anggaran berimbang. Bahkan setahun, sebelum berjalan program ini, BPJS Kesehatan mulai terlaksana pada 2014, anggaran sudah dihitung. Berapa jumlah pengeluaran dan penerimaan. Sumber pendapatan berasal dari iuran. Nah, adanya defisit, iuran yang diperhitungkan ada yang belum tuntas sesuai hitungan akademik dan matematis," ujarnya seperti dikutip laman Liputan6.com. bari/mohar/fba

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…