Sinyal Positif Pasca Diturunkannya Suku Bunga

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan penurunan suku bunga acuan yang dilakukan otoritas moneter bisa memberikan sinyal positif kepada perekonomian secara keseluruhan. "Penurunan suku bunga itu menjadi suatu sinyal positif untuk perekonomian," katanya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (25/9).

Dia mengharapkan penurunan suku bunga acuan tersebut diikuti dengan penyesuaian suku bunga kredit di perbankan, sehingga dapat mendorong pertumbuhan kredit yang mampu menggairahkan sektor konsumsi dan investasi. "Kalau secara umum, kecenderungan bunganya turun akan ada efeknya ke konsumsi dan investasi, karena kredit biasanya tidak hanya diambil untuk investasi, namun juga untuk yang mau konsumsi," katanya.

Meski demikian, Suahasil mengakui penurunan suku bunga kredit perbankan mengikuti pergerakan suku bunga acuan masih membutuhkan waktu, dan tidak bisa berlangsung dalam periode yang cepat. Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps dari 4,5 persen menjadi 4,25 persen setelah pada bulan lalu juga menurunkan suku bunga acuan 25 bps.

Penurunan suku bunga acuan tersebut diikuti dengan penurunan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,5 persen dan Lending Facility turun 25 bps menjadi 5 persen berlaku efektif sejak 25 September 2017. "Penurunan suku bunga acuan ini masih konsisten dengan realisasi dan perkiraan inflasi 2017 yang rendah serta prakiraan inflasi 2018 dan 2019 yang akan berada di bawah titik tengah kisaran sasaran yang ditetapkan dan defisit transaksi berjalan yang terkendali dalam batas yang aman," kata Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo.

Selain itu, Bank Indonesia memandang bahwa tingkat suku bunga acuan saat ini cukup memadai sesuai dengan prakiraan inflasi dan makroekonomi ke depan. Bank Indonesia juga menyatakan akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah untuk memperkuat bauran kebijakan dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan memperkuat momentum pemulihan ekonomi.

Pengamat menilai target pertumbuhan kredit sampai batas atas Bank Indonesia (BI) sebesar 10 persen sulit dicapai, meski penurunan suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) telah dua kali dilakukan hingga menjadi 4,25 persen. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adinegara menilai, target itu sulit dicapai lantaran stimulus pelonggaran moneter BI biasanya butuh waktu beberapa bulan agar perbankan bisa ikut menyesuaikan bunga kreditnya.

"Soalnya pelonggaran moneter dampaknya cukup lama. Prediksinya, bunga kredit bisa turun 50 basis poin di kuartal II 2018. Jadi, masih lima bulan lagi," ucap Bhima. Selain itu, menurutnya perbankan saat ini masih fokus untuk berbenah kredit bermasalah. Sehingga, ia menilai penyesuaian bunga kredit kian perlu waktu. Bhima menilai, permintaan kredit dari masyarakat otomatis tak akan meningkat sampai akhir tahun ini. Sehingga, pertumbuhan kredit sampai 10 persen belum bisa terjadi pada penghujung 2017.

Di sisi lain, pertumbuhan kredit perbankan sampai Juli 2017 yang baru mencapai 8,2 persen dinilai masih terlalu rendah untuk bisa mencapai target BI. Sementara, beberapa kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) dianggap malah tumbuh negatif. "Itu pun kalau dilihat lebih detail, bank BUKU II dan BUKU III masing-masing justru pertumbuhan kreditnya negatif, minus 4,5 persen dan minus 2,2 persen. Hanya BUKU IV yang tumbuh positif," terangnya.

Kendati begitu, Kepala Ekonom PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN, Winang Budoyo melihat, masih ada ruang bagi pertumbuhan kredit bisa mencapai target BI. Ia menilai pertumbuhan kredit pada Juli lalu sudah kembali positif dan stimulus dari penurunan 7DRRR akan segera merangsang penurunan bunga kredit perbankan. "Upaya mendorong pertumbuhan kredit akan mendapatkan tambahan amunisi di awal kuartal IV 2017 seiring dengan dikeluarkannya pelonggaran kebijakan makroprudensial secara spasial," jelas Winang.

BERITA TERKAIT

Pengamat: Aksi Merger-Akuisisi Berpotensi Dorong Industri Asuransi dan Skala Ekonomi Besar

  NERACA Jakarta-Aksi merger-akuisisi perusahaan asuransi dinilai akan menciptakan industri dengan permodalan yang kuat, sehingga turut menopang perekonomian Tanah Air.…

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat NERACA Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mencatatkan total aset bank only…

TASPEN Bagikan Ribuan Paket Sembako Melalui Kegiatan Pasar Murah dan Bazar UMKM

TASPEN Bagikan 1.000 Paket Sembako NERACA Jakarta - Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) atau TASPEN berkomitmen untuk terus…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Pengamat: Aksi Merger-Akuisisi Berpotensi Dorong Industri Asuransi dan Skala Ekonomi Besar

  NERACA Jakarta-Aksi merger-akuisisi perusahaan asuransi dinilai akan menciptakan industri dengan permodalan yang kuat, sehingga turut menopang perekonomian Tanah Air.…

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat NERACA Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mencatatkan total aset bank only…

TASPEN Bagikan Ribuan Paket Sembako Melalui Kegiatan Pasar Murah dan Bazar UMKM

TASPEN Bagikan 1.000 Paket Sembako NERACA Jakarta - Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) atau TASPEN berkomitmen untuk terus…