Wisata Halal, Respon Daerah ?

Oleh :  Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Wisata halal kini merupakan tren yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia saat ini. Mereka memandang pertumbuhan populasi dan demografi Muslim dunia menjadikan peluang market tersendiri bagi pertumbuhan bisnis halal dunia. Ceruk bisnis inilah yang kini mulai dirambah oleh negara-negara maju di Eropa dan Asia seperti Jepang, Korea Selatan, Thailand dalam memaksimalkan bisnis halal dengan banyak memproduks berbagai jenis produk dan jasa. Mengikuti tren indusri halal dunia tersebut, Indonesia sebagai negara yang memiliki tingkat populasi Muslim terbesar di dunia juga tidak boleh ketertinggalan, apalagi Indonesia memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan negara lain seperti kekayaan destinasi yang merupakan potensi tersendiri. 

Destinasi wisata di Indonesia sangat unik dibandingkan dengan negara lain yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, seperti gunung, pantai, budaya dan lain-lain. Potensi destinasi tersebut--sebenarnya jika dikelola dengan benar, bisa menghadirkan nilai tambah bagi pendapatan atau income masyarakat.  Bahkan, dari destinasi - destinasi wisata tersebut memiliki multiplaier effect terhadap beragam bisnis seperti perhotelan, kuliner, kerajinan tangan, fashion, travel. Peluang ini sebenarnya yang bisa dijadikan kebijakan oleh pemerintah dalam mengembangkan potensi wisata halal di tanah air. Namun yang menjadikan pertanyaan sejauh ini adalah sejauh mana keseriusan dari pemerintah dalam membangun wisata halal di Indonesia? Bagaimana road-map nya dan bagaimana mengintegrasikannya?

Sejauh ini masyarakat belum begitu banyak mengetahui tentang literasi dan sosialisasi tentang wisata halal secara komperehensif dan masif bersifat parsial. Bahkan dalam konsep pembangunan yang dimiliki oleh masing-masing pemerintah daerah sangat minim dalam memasukkan wisata halal dalam program pembangunannya. Ini artinya apa ? Bahwa konsep pembangunan wisata halal tidak bisa hanya domain dari pemerintah pusat saja, namun pemerintah daerah harus pula dilibatkan. Maka dibutuhkan sebuah sinergisitas antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan wisata halal tersebut. Tanpa keterlibatan pemerintah daerah sangat imposible wisata halal itu bisa terwujud dengan baik.    

Terkait respon pemerintah daerah terhadap wisata halal, sudah seharusnya pemerintah daerah mengerti dan memahami adanya peluang bisnis dalam wisata halal tersebut. Apalagi--destinasi-destinasi tentang wisata halal tersebut adanya di daerah. Pemerintah daerah tak bisa sekedar menunggu perintah dari pusat saja dalam mengembangkan potensi tersebut. Pemerintah daerah harus memiliki inisiatif dalam kebijakan daerah dalam mengembangkan wisata halal. 

Apalagi saat ini dalam mempromosikan wisata halal untuk mendunia bagi pemerintah daerah tak ada kata sulit, terlebih dengan adanya media sosial dan domain-domain harga yang murah, setiap pemerintah daerah mampu mempromosikan pemasarannya melewati teknologi digital tersebut. Untuk memulai semua itu diperlukan kepaduan antara masyarakat dan pemerintah daerah, jangan sampai pemerintah daerah telah menyiapkan segala infrastrukturnya sementara masyarakat tak bisa menangkap peluang bisnis tersebut.

Karena itu, kajian dan studi potensi wisata halal di masing-masing pemerintahan daerah perlu dilakukan dengan demikian ada arahan secara kebijakan layak atau tidak layaknya suatu daerah itu dikembangkan wisata halal. Apa yang terjadi di Yogyakarta, Banyuwangi dan Lombok NTB bisa menjadi sebuah kajian bagaimana respon pemerintah daerah dalam mengembangkan industri wisata halal. Semoga narasi ini bisa menjadikan kebijakan bersama pemerintah daerah dalam mengembangkan wisata halal. 

Sinergisitas antara pemerintah pusat dan daerah perlu duduk bersama dalam membuat road-map tentang wisata halal Indonesia dann bagaimana potensi peluang bisnisnya. Untuk membuat road-map tersebut pemerintah bisa mengajak para akademisi dan pelaku bisnis dengan demikian akan semakin banyak yang terlibat dalam mensukseskan pembangunan wisata halal di Indonesia.

BERITA TERKAIT

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

BERITA LAINNYA DI

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…