Bonus Demografi RI dalam Ancaman Narkoba

 

Oleh : Dodik Prasetyo,  Peneliti Senior Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)

 

            Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini Narkoba dan obat terlarang masih banyak tersebar di Indonesia. Contohnya adalah penyalahgunaan obat jenis Paracetamol Caffeine Carisoprodol (PCC) yang tersebar luas di wilayah Sulawesi Tenggara yang hangat terjadi beberapa waktu lalu. Korban dari penyalahgunaan narkoba dan obat terlarang tidak sedikit yang masuk dalam usia produktif dan remaja. Oleh karena itu, kedepannya narkoba akan menjadi ancaman yang serius, terkhusus bagi kondisi bonus demografi yang diramalkan akan dialami oleh Indonesia beberapa tahun kedepan.

            Tahun 2020 sampai dengan 2030, Indonesia akan memasuki masa bonus demografi. Pada rentan waktu tersebut, diperkirakan penduduk usia produktif Indonesia akan mencapai 70 persen dari jumlah penduduk. Bonus demografi adalah suatu kondisi dimana jumlah penduduk produktif atau angkatan kerja (usia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk yang tidak produktif (dibawah 5 tahun dan diatas 64 tahun). Artinya, jika dikelola secara baik, bonus demografi akan menjadi kuntungan Indonesia karena pasar kerja akan didominasi penduduk usia produktif.

            Akan tetapi, ancaman juga datang beriringan dengan masa bonus demograsi ini. Khususnya adalah ancaman penyalahgunaan narkoba dan obat terlarang. Penelitian mengungkapkan bahwa pada tahun 2017 pelaku penyalahgunaan narkoba rata-rata adalah usia 25-30 tahun. Sementara itu untuk usia pelajar dan mahasiswa juga tidak kalah sedikit, yakni sekitar 20 persen. Berkaca pada kejadian yang masih hangat, yakni penyalahgunaan PCC, mayoritas korban dari penyalahgunaan obat terlarang tersebut juga merupakan penduduk usia remaja. Tentunya fakta tersebut menggambarkan bahwa ancaman narkoba terhadap penduduk usia produktif begitu besar.

            Ancaman dari narkona bersifat jangka panjang. Narkoba akan membahayakan keberlangsungan hidup bangsa ini di kemudian hari. Narkoba dapat mejadikan pemuda yang diharapkan dapat menjadi generasi penerus bangsa tidak dapat berpikir jernih karena digerogoti oleh zat-zat adiktif penghancur syaraf. Akibatnya, bonus demografi akan berbalik menjadi petaka besar karena banyaknya pemuda yang akan menjadi pengisi lini strategis rusak pikirannya akibat narkoba.

            Pada saat ini Indonesia termasuk salah satu pasar narkoba terfavorit bagi bandar narkoba dunia. Terdapat banyak bandar narkoba Internasional yang mengincar Indonesia untuk dijadikan fokus penjualan, salah satunya adalah dari Filipina. Dampak dari kebijakan keras Duterte, yakni tembak mati kepada pengedar narkoba di Filipina nampaknya membuat para jaringan internasional narkoba kocar-kacir dan mencari alternatif pasar di Indonesia.

            Selain itu, ancaman narkoba juga berasal dari berbagai negara lainnya. Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Kombes Pol Jhon Turman Panjaitan mengatakan bahwa puluhan sindikat narkoba internasional datang dari negara tetangga yaitu Malaysia, Hongkong, China, dan Myanmar. Tidak sedikit dari jaringan narkoba Internasional yang memanfaatkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk menyelundupkan obat terlarang tersebut.

            Tentunya diperlukan upaya yang tegas dan efektif untuk menangkal dan mereduksi penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Untuk pencegahan, kita tertunya mengharapkan agar Polri, Direktrat Bea Cukai, dan instansi terkait lainnya dapat lebih giat mengawasi jaringan narkoba internasional yang terus berdatangan ke Indonesia. Selain itu, untuk menimbulkan efek jera, perlu tindakan yang lebih tegas terhadap para pengedar narkoba.

            Hukuman tegas terhadap para sindikat narkoba sebenarnya telah diterapkan di Indonesia, khususnya di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo saat ini. Presiden telah banyak menginstruksikan agar dilakukan eksekusi mati terhadap para pelaku. Akan tetapi, faktanya ketegasan untuk menumpas habis ancaman jangka panjang bagi bangsa ini menuai banyak kecaman. Banyak pihak yang mengatasnamakan HAM, menolak sanksi tegas seperti itu.

Oleh karena itu, masyarakat harus banyak melihat dampak yang jauh lebih besar apabila pelaku pengedar narkoba tidak ditindak tegas, dari pada ribut termakan isu HAM. Sudah jelas-jelas narkoba adalah ancaman bagi sendi bangsa terkhusus dalam kondisi bonus demografi yang akan dialami Indonesia beberap tahun kedepan. Masyarakat juga dihimbau agar turut menjadi aktor pencegah penyalahgunaan narkoba, bukan aktor yang andil dalam menyalahgunakan narkoba.

 

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…