Mengakhiri Gaduh E-Money

 

 

Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara

Peneliti INDEF

 

 

            Bank Indonesia akhirnya menerbitkan PBI No.19/10/PADG/2017 yang kontroversial. Aturan itu bertujuan untuk mengatur Sistem Gerbang Pembayaran Nasional termasuk e-money. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa top up e-money diatas 200 ribu akan dikenakan biaya tambahan. Selain itu top up antar bank yang berbeda (off us) dikenakan biaya Rp1.500. Aturan ini jelas menimbulkan pro dan kontra ditengah masyarakat. Ada yang beranggapan bahwa MT Thamrin telah dipengaruhi oleh kepentingan bankir sehingga beban operasional e-money diserahkan ke masyarakat.

            Awalnya persoalan gaduh fee top up e-money berawal dari keluhan bank penerbit kartu e-money bahwa selama ini mereka merugi akibat biaya investasi dan perawatan infrastruktur yang mahal. Argumen ini tentu sangat mudah dibantah. Dengan asumsi jumlah kartu yang beredar sebanyak 69 juta unit bank penerbit e-money hingga Juli 2017 sudah mendapat pemasukan sebesar Rp1,38 triliun dari jualan kartu perdana.

Di sisi yang lain nilai transaksi e-money menyentuh angka Rp7 triliun dengan volume transaksi mencapai 683 juta kali diakhir 2016. Bagaimana mungkin jualan kartu e-money merugi? Jadi masalah pertama dalam kisruh uang elektronik adalah minimnya keterbukaan informasi alias transparansi. Seharusnya setelah ada PBI bank penerbit diwajibkan membuka laporan untung rugi jualan e-money selama ini. Bank Indonesia harus tegas, jangan gagap membuka informasi kepada publik karena ada uang masyarakat disana.

            Problem kedua soal kebijakan yang terkesan kontradiktif. Di satu sisi lahirnya PBI bertepatan dengan pemberlakuan gerbang tol non-tunai. Jadi semua pengguna tol diwajibkan membeli kartu e-money. Sementara disisi yang lain elektronifikasi jalan tol berpotensi melanggar UU. Dalam UU tentang Mata Uang disebutkan bahwa Rupiah adalah mata uang yang wajib digunakan untuk transaksi di wilayah Republik Indonesia. Kemudian Rupiah didefinisikan sebagai lembaran kertas dan logam. Tidak ada klausul bahwa Rupiah termasuk berbentuk uang elektronik. Jadi potensi pelanggaran UU nya makin jelas, meskipun berkilah bahwa gerbang tol non-tunai adalah solusi mengatasi kemacetan di jalan tol.

            Pemaksaan e-money di gerbang tol sudah jelas menguntungkan perusahaan penyedia jasa tol dalam hal ini PT Jasa Marga. Semakin lancar arus tol artinya semakin banyak pemasukan bagi pengelola jasa. Melihat kondisi tersebut wajar apabila perusahaan penyedia jasa tol juga ikut menanggung biaya perawatan infrastruktur e-money. Biar adil, bank dan penyedia jasa tol sebaiknya patungan (cost sharing). Dengan cara itu tidak ada satu rupiah pun yang seharusnya ditanggung oleh masyarakat ketika mengisi ulang e-money. Pengelola jasa dan perbankan jangan hanya mau untung tapi tidak mau tanggung biaya. Konsekuensinya untuk mengakhiri gaduh e-money, Peraturan BI harus segera dicabut. 

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…