NERACA
Jakarta - Rencana pencabutan moratorium TKI ke Timur Tengah oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dinilai belum pantas dilakukan saat ini. "Ya, saya kira memang belum pantas (dicabut) karena pengelolaannya masih berantakan," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo saat dihubungi di Jakarta, Jumat (22/9).
Penegasan tersebut terkait pernyataan Kepala BNP2TKI Nusron Wahid bahwa pihaknya mengaku telah menyusun dan merumuskan solusi terkait penempatan TKI ke Timur Tengah yang sejak 2012 hingga kini berstatus dimoratorium. "Kami memang sedang menyusun solusi-solusi baru dan merumuskan format tata kelola penempatan dan perlindungan TKI yang baru sebagai solusi ketika nanti moratorium TKI ke Timur Tengah dicabut," katanya.
Menurut Wahyu Susilo, selama ini program yang dilakukan BNP2TKI untuk membenahi tata kelola TKI belum berhasil. "Harus ada evaluasi menyeluruh dari tata kelola penempatan TKI di Timur Tengah. Audit kinerja terhadap BNP2TKI," kata Wahyu. Apalagi, Wahyu mengungkapkan, selama ini BNP2TKI masih setengah hati mengevaluasi perusahaan penyalur TKI alias Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).
Padahal, menurut catatannya, banyak perusahaan tersebut yang masih melanggar aturan tentang penempatan TKI. "Harus tegas mengaudit kinerja Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Selama ini belum ada pernyataan resmi BNP2TKI tentang PPTKIS," ujarnya.
Selain itu, Wahyu juga menyoroti masalah perlindungan TKI di luar negeri. Kekuatan diplomasi yang dilakukan pemerintah belum cukup kuat memberikan perlindungan bagi TKI. "Perlindungan TKI menjadi masalah utama. Harus diaudit juga kinerja kualitas diplomasi perlindungan TKI," tegasnya. Dia mengakui memang moratorium tersebut harus dibuka. Namun, akan lebih baik pengelolaannya diperbaiki terlebih dahulu.
Pada 2015, Bank Dunia mencatat sumbangan remitansi TKI mencapai 10,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp140 triliun. "Menurut saya perlu diubah tata kelolanya. Selama dimonopoli PPTKIS tetap menimbulkan kerentanan. Harusnya, modelnya antar pemeribtah atau 'goverment to goverment' dan langsung dikelola negara," katanya.
Sebelumnya, BNP2TKI memperkirakan ada 30 ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal yang berhasil lolos ke luar negeri tiap tahun. Akibatnya, banyak masalah yang ditimbulkan TKI ilegal itu. "Data imigrasi yang terkirim sampai saat ini sekitar 2.600 tenaga kerja per bulan. Jadi diperkirakan 30 ribu orang yang tidak tercatat oleh negara alias ilegal per tahunnya," kata Kepala BNP2TKI Nusron Wahid.
Berdasarkan data imigrasi, disaat dilakukan moratoriun ternyata masih ada sekitar 2.600 per bulan TKI ilegal ke Timur Tengah. Jadi, kata Nusron, setahun masih sekitar 30.000 orang tak tercatat oleh negara, tak tercatat oleh BNP2TKI, Menaker maupun Kemenlu. Selain itu, Nusron juga menegaskan bahwa dengan adanya TKI ilegal itu tentu tak ada quality control terhadap SDM karena tak ada pengawasan, pelatihan skill, attitude dan sebagainya.
"Ini kemudian menjadi masalah ketika mereka bekerja di luar negeri. Misalnya ada TKI ilegal di bandara yang tidak tahu bagaimana cara pindah pesawat. Ada yang tidur tiga hari tiga malah dibandara Dubai. Ada juga yang bekerja di sana tapi tak sesuai dengan yang dijanjikan dan skillnya tak memadai. Pada akhirnya, pemerintah yang tergopoh-gopoh menyelesaikan," jelas Nusron.
Nusron mengakui bahwa soal persentase TKI ilegal yang bermaslaah memang tak banyak. Dari 2.600 TKI ilegal per bulan itu yang bermasalah atau berkasus di sana tak sampai 1.000 atau tak sampai satu persen.
Sadari Dampak Negatif Internet, Jadilah Anak Muda Bertanggung Jawab NERACA Malang - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian…
NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Fitch kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada…
NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) menilai surplus neraca perdagangan yang berlanjut pada Februari 2024 menopang ketahanan…
Sadari Dampak Negatif Internet, Jadilah Anak Muda Bertanggung Jawab NERACA Malang - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian…
NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Fitch kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada…
NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) menilai surplus neraca perdagangan yang berlanjut pada Februari 2024 menopang ketahanan…