Capping Bunga Deposito Dinilai Tak Dibutuhkan

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan pembatasan maksimum (capping) suku bunga deposito untuk Bank Umum Kelompok Usaha III dan IV sudah tidak diperlukan karena suku bunga simpanan di industri perbankan sudah menurun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana di Balai Sidang Jakarta, Rabu (20/9), mengatakan meskipun demikian peraturan "capping" suku bunga deposito itu saat ini memang masih berlaku. Dalam waktu dekat OJK akan mengevaluasinya. "Suku bunga sudah turun, jadi tidak perlu lagi," ujarnya.

Heru mengatakan dengan suku bunga simpanan yang turun, bank dapat lebih efisien, sehingga tidak perlu lagi berlomba-lomba menawarkan bunga deposito yang tinggi. "Bank sudah bisa lebih efisien," ujar dia. Kendati demikian, kata dia, OJK masih perlu melakukan rapat dengan para unsur pimpinan untuk memutuskan apakah mencabut ketentuan "capping" itu atau tidak. "Nanti akan liat, masi dievaluasi," ujar dia.

Sebelumnya, sejak Februari 2016, OJK menerapkan kebijakan supervisi kepada industri perbankan, khususnya kelompok bank BUKU III dan IV, yaitu dengan membatasi suku bunga dana maksimal. Untuk Bank BUKU IV, OJK membatasi maksimal 100 basis poin (bps) di atas bunga acuan Bank Indonesia yang saat itu masih menggunakan instrumen Bank Indonesia Rate/BI Rate bertenor 12 bulan. Sedangkan, untuk Bank BUKU III ditetapkan maksimum 75 bps di atas BI Rate.

Kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh fenomena perang suku bunga antarbank untuk memperoleh pendanaan di tengah ketatnya likuiditas, karena arus dana keluar saat itu. Saat ini, per Rabu suku bunga operasi moneter tenor 12 bulan sebesar 5,59 persen. Sedangkan suku bunga simpanan per Juli 2017 dengan tenor tiga, enam, dan 12 bulan masing-masing 6,56 persen, 6,89 persen, dan 7,04 persen, berdasarkan analisa uang beredar Bank Indonesia.

Capping pertama kali diperkenalkan OJK pada Oktober 2014 di mana saat itu bank dengan kategori BUKU III hanya boleh memberikan bunga deposito maksimal 225 basis poin (bps) di atas BI Rate. Adapun kategori BUKU IV dipatok 200 bps di atas BI Rate. Batas atas ini kemudian dipangkas kembali pada Maret 2016 di mana BUKU IV memiliki batas atas 75 bps di atas BI Rate dan BUKU III 100 bps di atas BI Rate.

Apabila OJK hanya mengubah acuan dari semula BI Rate menjadi SBI bertenor 12 bulan--yang notabene berada di tingkat yang sama maka efeknya bagi perbankan diperkirakan akan netral atau dengan kata lain tidak ada perubahan. Namun, seiring dengan niat pemerintah menuju bunga kredit single digit, OJK boleh jadi memanfaatkan momentum ini untuk menurunkan capping deposito sehingga biaya dana bank (cost of fund) menjadi lebih murah--meskipun tetap ada risiko pengalihan dana nasabah dari deposito ke instrumen investasi dengan imbal hasil yang lebih tinggi seperti obligasi.

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…