Peringkat Negara Tak Otomatis Datangkan Investor

NERACA

Jakarta - Pengakuan kekuatan fundamental ekonomi Indonesia oleh dua lembaga pemeringkat internasional, Moodys dan Fitch, hanyalah sebagai “tanda kepercayaan” saja.  Bukan suatu kepastian, bahwa investor pasti datang dengan sendirinya. 

Apalagi iklim investasi dinilai masih belum kondusif dan birokrasi yang masih bobrok. Lihat saja, pengusaha RIM BlackBerry dan Toyota belum tertarik menanamkan investasinya di Indonesia. “Peringkat yang bagus, tapi tidak diimbangi perbaikan di segala bidang itu, jelas akan sulit mengharapkan investor asing mau datang ke sini,” kata Direktur Eksekutif Indef Prof. Dr. Ahmad Erani Yustika kepada Neraca,Rabu (18/1)

Menurut Guru Besar FE Univ.Brawijaya ini, peringkat itu hanya seolah-olah para investor berminat berminat berinvestasi. Artinya investor harus menyeberangi dulu sebuah “jembatan”. Namun setelah melewati jembatan, lalu menghadapi banyak rintangan  seperti  izin investasi yang sulit dan memerlukan biaya yang besar. Kemudian  infrastruktur yang tidak mendukung, penyediaan lahan yang sering bermasalah, birokrasi yang korup, maka mereka akan balik kanan. “Celakanya, kondisi iklim investasi di negeri kita ini jauh lebih tertinggal apabila dibandingkan dengan Vietnam,” tambahnya

Erani memberi contoh, proyek Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) tidak dengan serta merta bisa  mendukung predikat investment grade yang diperoleh Indonesia. Alasannya saat ini MP3EI baru memasuki fase pertama dari program jangka panjang itu. “Kini pemerintah baru dalam tahap to pick up the winner, guna menentukan prakualifikasi, penyiapan detail plan, proses tender sampai dengan kontraknya,”paparnya

Menurut dia, MP3Ei baru akan kelihatan hasilnya pada 2015. “Kalau perjalanan MP3EI lancar sampai 2015, baru kita akan menuai hasilnya,” katanya.

Hal yang sama dikatakan, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Aziz, intinya investment grade itu tidak serta-merta menarik investasi di sektor riil, terutama investasi skala besar. “Pemerintah boleh saja mengklaim investment grade akan membuat banjir investasi di Indonesia. Tapi kalau sudah menyangkut variabel lain, investor masih pikir panjang,”tegasnya kemarin.

Menurut dia, Indonesia adalah negeri autopilot. Tanpa ada pemerintahan sekalipun, negeri ini bisa berjalan. “Di titik inilah, klaim pemerintah menyangkut prestasi investment grade banyak diragukan,”ungkapnya.

Terkait kepercayaan investor asing, Harry menilai asing  punya standard yang lebih tinggi untuk menanam modalnya di Indonesia. Bukan semata-mata karena investment grade lalu investor datang. “Syarat lain yang lebih penting, termasuk sistem perbankan, jauh lebih menentukan ketimbang soal investment grade.  Investor punya standard sendiri dalam berinvestasi. Itulah jawaban dari RIM, Toyota, Sony, dan sejumlah investor besar lainnya enggan menanam modal di sini,”cetusnya

Harus diakui, lanjut Harry lagi, investment grade punya sisi positif. Ibaratnya, peringkat itu seperti radar. “Kalau dulu Indonesia tidak pernah dilihat oleh negara lain. Tapi sekarang, Indonesia mulai masuk radar dunia. Tapi yang jelas, mempertahankan investment grade tidak mudah. Sama tidak mudahnya menarik investor asing akibat terkait kenaikan peringkat ini,”imbuhnya.

Sementara ekonom FEUI, Lana Sulistyaningsih menilai setiap lembaga pemeringkat memiliki karakteristik dan kriteria yang berbeda. Meskipun indikatornya sama.  “Yang membedakannya di bobot angka saja. “Secara umum, tiga pemeringkat ini melihat tiga hal. Kekuatan fiskal, kondisi makro ekonomi, dan neraca pembayaran. Saya melihat, Moodys fokus di fiskal sedangkan Fitch di infrastruktur,” katanya, Rabu.

Di tempat terpisah, Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo mengungkapkan naiknya rating utang Indonesia oleh dua lembaga pemeringkat bertaraf internasional, harus ditanggapi dengan kinerja lebih baik.  "Moodys sudah mengangkat kita ke invesment grade dengan outlook stabil. Jadi ini tentu tantangan untuk kita untuk bisa mengejar kinerja lebih baik lagi, sehingga outlook dicanangkan positif, tuturnya

Adapun perbaikan yang harus ditingkatkan antara lain, pengelolaan perbaikan infrastruktur dan pengelohaan utang dan fiskal yang harus terus diperbaiki. "Jadi kita sambut gembira, ternyata sebelum akhir Januari Moody sudah bisa menyampaikan upgrade untuk rating Indonesia. Kita sambut baik dan tentu kita lihat masih lihat S&P, karena itu salah satu rating agency yang ada (yang diakui)," jelas dia.

Menurut Agus, dengan dinobatkannya Indonesia sebagai negara layak investasi, maka aliran dana asing akan semakin mengalir deras. Meski begitu, mantan direktur utama Bank Mandiri ini mengatakan, pihaknya akan mempersiapkan agar dana tersebut dapat dialihkan ke foreign direct investment (FDI).  "(Masuk) ke dalam dana investasi dan tidak semata pada portfolio. Oleh karena itu, kita mesti siapankan perencanaan yang lebih baik sehingga lebih banyak, agar investor yang masuk ke Indonesia," tegasnya. munib/agus/ardi/cahyo

 

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…