Kadin Beri Solusi Pembangunan Infrastruktur Jabodetabek

NERACA

Jakarta – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia terlibat aktif mencarikan solusi terkait kondisi infrastruktur transportasi Jabodetabek melalui acara focus group discussion (FGD). Hasil FGD akan menjadi bahan masukan bagi pemerintah dan seluruh stakeholder di bidang infrastruktur dan transportasi nasional.

Acara yang digelar pada Rabu, 13 September 2017 di Menara Kadin ini bertujuan menghimpun seluruh masukan stakeholder  untuk mendukung pembangunan infrastruktur transportasi di Jabodetabek dapat lebih cepat dan tepat waktu, sehingga menjaga pertumbuhan ekonomi di Jabodetabek.

FGD yang bertema Kebijakan Infrastruktur Transportasi  Jabodetabek Kedepan juga bertujuan untuk menggodok keterlibatan swasta dalam membantu pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur di Jabodetabek.

Adapun, diskusi akan diisi oleh Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Erwin Aksa, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto, Kepala BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) Bambang Prihandono dan Ketua Dewan Pakar Masyarakat Transportasi Indonesia Prof. Dr. Tech. Ir. Danang Parikesit M. Sc. Pengisi diskusi lainnya yakni Ketua Umum Organda Adrianto Djokosoetono, ST. MBA, Ketua Umum YLKI Tulus Abadi, Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey dan CEO and Founder of GO-JEK Indonesia Nadiem Makarim.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto mengatakan belum diterbitkannya kebijakan angkutan umum untuk Jabodetabek merupakan permasalahan mendasar pada angkutan jalan.

Adapun penyebab belum terbitnya kebijakan tersebut adalah belum adanya undang-undang yang mengatur Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Ketiadaan kebijakan Sistranas  menyebabkan kebijakan transportasi termasuk pembangunan infrastruktur dilakukan secara parsial.

Rancangan Undang-undang (RUU) Sistranas yang saat ini masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR dan tengah disusun naskah akademiknya tersebut diusulkan agar memuat, antara lain revitalisasi angkutan umum, khususnya transportasi jalan sekaligus arah pengembangan dan penataan angkutan umum perkotaan. “Hal ini untuk menjamin keberlansungan usaha angkutan di jalan,” ujarnya.

Sementara itu, kondisi kereta api di Jabodetabek juga belum optimal. Panjang rel untuk KRL Jabodetabek yang ada dan light rail transit (LRT) dan mass rapid transit (MRT) yang tengah dibangun  belum mencukupi dan menjangkau pusat-pusat aktivitas di Jabodetabek. Begitu juga pada daya angkut setiap perjalanan KRL saat ini yang belum maksimal.

Persoalan lain pada moda transportasi terkait sulitnya pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur kereta api dan masih banyak perlintasan sebidang, serta belum adanya lahan parkir kendaraan yang memadai bagi penumpang yang akan beralih menggunakan kereta api. “Dan integrasi antar moda yang masih kurang.”

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Erwin Aksa  mengatakan peran transportasi pada awalnya lebih pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat untuk mengakomodasi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat.

Seiring perkembangannya, sistem transportasi telah berperan sebagai fasilitas bagi sistem produksi dan investasi yang memberikan dampak positif bagi kondisi ekonomi. “Dari sisi makro ekonomi, transportasi memegang peranan strategis dalam meningkatkan PDB nasional, karena sifatnya sebagai derived demand, yang artinya apabila penyediaan transportasi meningkat akan memicu kenaikan angka PDB,” katanya.

Di Jabodetabek kerugiaan akibat bermasalahnya sektor transportasi seperti kemacetan telah menghilangkan potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Menurut Bank Dunia, masyarakat Jabodetabek umumnya menghabiskan waktu minimal 3,5 jam di kemacetan. Nilai ekonomi yang hilang dalam 1 tahun sama dengan Rp 39,9 triliun, karena waktu yang terbuang tersebut apabila digunakan untuk melakukan kegiatan produktif dalam 1 tahun bisa mendatangkan pendapatan bagi kota hingga US$ 3 miliar atau Rp 39,9 triliun.

Saat ini, kata Erwin, peran infrastruktur transportasi di Jabodetabek masih diwarnai dengan karakteristik transportasi yang dihadapkan pada kualitas pelayanan yang rendah dan cakupan pelayanan yang terbatas. Oleh karenanya, keterlibatan swasta sangat diperlukan dalam proses pembangunan hingga peningkatan kualitas layanan.

“Meski beberapa usaha Pemerintah untuk mengatasi kemacetan di Jabodetabek telah dilakukan, seperti penambahan bus Transjakarta dan kereta api rel listrik (KRL). Namun, keberadaan bus Transjakarta dan KRL dinilai belum cukup untuk mengurangi kemacetan karena jalur yang tersedia belum terkoneksi secara keseluruhan dengan sarana transportasi lainnya,” ujarnya.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…