Catatan Hasil Survei CSIS Tiga Tahun Jokowi

Oleh: Budi Setiawanto

Belum genap tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, lembaga kajian CSIS (Centre for Strategic and Internasional Studies) di Jakarta, Selasa menyampaikan dan memaparkan hasil survei yang dilakukan 23-30 Agustus 2017 tentang pemerintahan yang resmi dilantik sejak 20 Oktober 2014 itu.

Hasil survei CSIS itu diberi judul "3 Tahun Jokowi: Kenaikan Elektoral dan Kepuasan Publik". Dari judulnya semestinya survei itu dibatasi seputar tiga tahun kepemimpinan Jokowi, tetapi survei sekelas CSIS justru melebar sampai ke pendapat tentang peluang partai-partai dalam Pemilu 2019 dan kinerja DPR, pendapat tentang isu-isu aktual dan keindonesiaan, masyarakat dan media massa, serta tabulasi silang antara pilihan dengan faktor sosiodemografi.

Survei yang melebar setidaknya membuat isu atau tema sentral tidak tergali secara mendalam dan pelebaran ke berbagai sejumlah isu lain itu memiliki kepentingan tersendiri. Pendapat tentang peluang partai-partai dalam Pemilu 2019 dan kinerja DPR meliputi tingkat popularitas partai politik, tingkat elektabilitas partai politik, dan tingkat elektabilitas Presiden, serta masalah utama partai politik saat ini.

Pendapat tentang kinerja DPR meliputi pandangan terhadap kinerja DPR RI, pengenalan terhadap hak angket DPR kepada KPK dan sikap terhadap keinginan DPR meminta rekaman pemeriksaan saksi e-KTP, sikap publik terhadap kebijakan DPR membuat gedung baru, relasi DPR dengan konstituen, tingkat kedekatan dengan partai politik.

Pendapat tentang isu-isu aktual dan keindonesiaan meliputi optimisme terhadap masa depan Indonesia, sikap bila ada gagasan yang hendak mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Bahkan menyentuh hal yang "sensitif", seperti penerimaan terhadap pemimpin yang berbeda agama.

Sementara mengenai masyarakat dan media massa, meliputi frekuensi mengakses media massa, televisi yang sering ditonton dalam tiga bulan terakhir, surat kabar dan media online yang sering dibaca dalam tiga bulan terakhir, dan tingkat kepemilikan akun media sosial.

Tabulasi silang antara pilihan dengan faktor sosiodemografi meliputi antara pilihan Presiden dengan jenis kelamin, pulau, dan agama; antara pilihan Presiden dengan pilihan partai; antara pilihan Presiden dengan pekerjaan; antara pilihan Presiden dengan pendidikan dan pendapatan; antara pilihan Presiden dengan usia; antara pilihan Presiden dengan tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintah.

CSIS menampilkan tabulasi silang ini memasang nama Joko Widodo, Prabowo Subianto, atau lainnya (tidak disebutkan namanya). Semua hasilnya nama Joko Widodo unggul dalam setiap tabulasi silang itu.

Profil Responden Dari usia, 34,3 persen berusia 50 tahun atau lebih; 25,8 persen berusia 40-49 tahun; 23,9 presen berusia 30-39 tahun; 13,9 persen berusia 20-29 tahun; dan 2,1 persen berusia di bawah 19 tahun.

Dari suku bangsa, sebesar 40,1 persen dari Jawa; 14,6 persen Sunda; 4,5 persen Melayu; 4,2 persen Betawi; 3,9 persen Batak; 3,7 persen Minangkabau; 2,9 persen Madura; 2,8 persen Banjar; 2,5 persen Makassar; 2,3 persen Bugis; 2,0 persen Sasak; 1,7 persen Aceh; 1,2 persen Bali; 1,2 persen Papua; 1,1 persen Ambon, 0,9 persen Timor; 0,8 persen Dayak; 0,6 persen Tionghoa; dan suku lainnya sebesar 9 persen.

Dari agama, 87,3 persen responden beragama Islam; 8,9 persen Kristen Protestan; 1,3 persen Katolik; 0,4 persen Buddha; dan 2,1 persen Hindu.

Hal yang menggelitik adalah dari pekerjaan bahwa 29,5 persen merupakan ibu rumah tangga; 18,9 persen petani/nelayan; 11,1 persen pedagang; 10,7 persen pegawai swasta; 9,5 persen buruh/tukang (kayu/batu); 4,6 persen PNS/pensiunan; 3,8 persen mahasiswa; 0,7 persen profesional (dokter/pengacara); 0,4 persen purnawirawan TNI/Polri, dan pekerjaan lainnya 10,6 persen, dan responden yang tak menjawab atau tidak tahu sebanyak 0,2 persen.

Dari pendapatan, sebanyak 32,2 persen responden berpendapatan lebih dari Rp2 juta, 18,4 persen antara Rp1,5 juta - Rp1,999 juta; 26,8 persen berpendapatan Rp1 juta - Rp1,499 juta, 17,5 persen berpendapatan Rp500 ribu - Rp999 ribu; 4,0 persen kurang dari RP400 ribu, dan 1,1 persen tidak tahu/tidak menjawab.

Responden dipilih secara random atau acak dengan jumlah sampel sebanyak 1.000 orang yang tersebar secara proporsional di 34 provinsi di Indonesia, margin of error sebesar 3,1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 23-30 Agustus 2017 melalui wawancara tatap muka menggunakan kuesioner terstruktur.

Pengawasan mutu dilakukan terhadap hasil wawancara yang dipilih secara random sebesar 20 persen dari keseluruhan sampel dengan mendatangi kembali responden terpilih secara acak dan 50 persen melalui verifikasi via telepon.

Temuan Sementara Kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo mengalami kenaikan dari tahun ke tahun sejak 2015 sampai 2017. 
Hasil survei lembaga Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan elektabilitas Presiden Joko Widodo terus meningkat sejak tahun 2015.

Peneliti Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS Arya Fernandes menyebutkan elektabilitas Jokowi pada 2015, 2016, 2017 berturut-turut 36,1 persen; 41,9 persen; dan 50,9 persen. Elektabilitas ini lebih tinggi dibandingkan rival terdekat Jokowi, yakni Prabowo Subianto. Tingkat elektabilitas Joko Widodo mengalami kenaikan signifikan sekitar sembilan persen.

CSIS merekam elektabilitas Prabowo cenderung mengalami stagnasi dalam tiga tahun tersebut, masing-masing, 28 persen; 24,3 persen; dan 25,8 persen.

Direktur Eksekutif CSIS Philip J. Vermonte mengatakan sejatinya elektabilitas seorang petahana baru dapat dikatakan relatif aman jika menyentuh angka di atas 60 persen.

Secara umum tingkat kepuasaan publik terhadap kinerja Pemerintahan Jokowi pada 2015 sebesar 50,6 persen, kemudian naik pada 2016 menjadi 66,5 persen, dan 2017 sebesar 68,3 persen. Menurut dia, kepuasan publik terbesar terjadi pada bidang ekonomi, hukum dan maritim.

Khusus di bidang ekonomi, CSIS merekam bahwa ekonomi keluarga dalam tiga tahun terakhir memang tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Namun demikian pembangunan infrastruktur yang terekspos dan diketahui publik mendorong kepuasan publik di sektor ekonomi.

Sementara di bidang hukum, publik optimis pemerintah berkomitmen dalam penegakan hukum, misalnya memperkuat KPK, mendorong reformasi Polri, hingga memberantas mafia peradilan.

Di sektor maritim, pembangunan tol laut hingga memperkuat pertahanan maritim memicu kepuasan publik yang tinggi.

Lebih Fokus

Presiden Jokowi pernah menyampaikan bahwa 72 tahun Indonesia merdeka, disadari bahwa belum semua rakyat Indonesia merasakan buah kemerdekaan. Manfaat pembangunan belum sepenuhnya merata di seluruh pelosok Tanah Air. Kita menyadari bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia belum sepenuhnya kita bisa wujudkan.

Pidato Presiden dalam Sidang Majelis MPR RI di Jakarta pada 16 Agustus lalu misalnya, Jokowi menyampaikan bahwa di tahun ketiga masa bakti Kabinet Kerja ini, pemerintah lebih fokus untuk melakukan pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Kita ingin rakyat-rakyat Indonesia yang berada di pinggiran, di kawasan perbatasan, di pulau-pulau terdepan, di kawasan terisolir merasakan hadirnya negara, merasakan buah pembangunan, dan merasa bangga menjadi Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keadilan sosial harus mampu diwujudkan secara nyata dalam kehidupan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Rakyat di Aceh harus bisa merasakan pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sanitasi dan air bersih maupun pelayanan transportasi, sama baiknya dengan apa yang dirasakan oleh saudara-saudaranya yang lain di seluruh pelosok negeri. Kita ingin rakyat di perbatasan Papua, bisa memiliki rasa bangga pada tanah airnya, karena kawasan perbatasan telah dibangun menjadi beranda terdepan dari Republik.

Kita ingin kualitas hidup rakyat Indonesia semakin meningkat. Walaupun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kita naik dari 68,90 di tahun 2014 menjadi 70,18 di tahun 2016 kita tidak boleh cepat berpuas diri. Kita juga harus terus berupaya menekan ketimpangan pendapatan, yang saat ini Indeks Gini Rasio bisa kita turunkan dari 0,414 pada September 2014 menjadi 0,393 pada Maret 2017.

Presiden yakin hanya dengan pemerataan ekonomi yang berkeadilan, kita akan semakin bersatu. Pembangunan yang merata akan mempersatukan Indonesia. Pembangunan yang berkeadilan akan membuat kita semakin kuat dalam menghadapi persaingan global. Tidak ada yang merasa menjadi warga negara kelas dua, warga negara kelas tiga. Karena semuanya adalah warga negara Republik Indonesia. Semuanya, setara mendapatkan manfaat dari pembangunan. Semuanya ikut terlibat mengambil tanggung jawab dalam kerja bersama membangun bangsa.

Semua capaian itu seharusnya tidak membuat cepat berpuas diri karena tantangan yang dihadapi sekarang ini dan ke depan tidaklah ringan. Kita masih dihadapkan dengan kemiskinan dan ketidakadilan, kita masih dihadapkan dengan ketidakpastian ekonomi global, dan kita juga masih dihadapkan dengan gerakan ekstrimisme, radikalisme, dan terorisme.

Namun, dari sekian banyak tantangan itu, tantangan yang paling penting dan seharusnya menjadi prioritas bersama dari semua lembaga negara adalah mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari rakyat. Kepercayaan rakyat adalah jiwa dan sekaligus energi bagi lembaga-lembaga negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…