Pemerintah Pastikan Pengelolaan Utang Dilakukan Dengan Baik

Oleh: Muhammad Razi Rahman

Ekonom Amerika Serikat peraih Nobel, Paul Krugman, pernah menyatakan bahwa "Debt is one person's liability, but another person's asset" (utang adalah liabilitas bagi seseorang, tetapi aset bagi orang lain). Utang memang kerap dinilai sebagai kata yang negatif, tetapi dalam era globalisasi seperti sekarang ini, berbagai pemerintahan di dunia ini memiliki utang, begitu pula Indonesia.

Anggota Komisi XI DPR RI Refrizal juga mengingatkan pemerintah agar memperhatikan jumlah utang dalam RAPBN 2018 yang dinilai dapat menjadi semakin membebani anggaran negara dari tahun ke tahun. "Perlu diperhatikan bahwa beban pembayaran bunga utang pada RAPBN 2018 jauh lebih tinggi dibanding belanja subsidi dan belanja fungsi perlindungan sosial yang hanya sebesar Rp172 triliun dan Rp162 triliun," kata Refrizal.

Politisi PKS itu juga berpendapat bahwa defisit pada tahun 2015 dan 2016 tidak terencana dengan baik yang terindikasi dari adanya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) pemerintah cukup besar yang berturut-turut mencapai Rp24 triliun dan Rp26 triliun.

Secara sederhana, lanjutnya besarnya Silpa berarti negara merugi karena sudah berutang tetapi tidak menggunakan utang tersebut untuk pembangunan. Dia juga mengingatkan mengenai ketimpangan yang diperingatkan Bank Dunia dapat menjadi potensi permasalahan sosial bila ketimpangan melebar.

Ia mengingingkan pemerintah dapat memastikan tata kelola utang yang dilakukan oleh berbagai kementerian terkait dapat benar-benar dilakukan dengan baik dan tidak menjadi masalah di masa mendatang. Untuk itu, ujar dia, merupakan sebuah keniscayaan bahwa utang yang ada pada saat ini adalah utang produktif yang mengandung aspek ekonomi.

Refrizal menegaskan jangan sampai utang yang digunakan untuk membangun infrastruktur fisik, malah menjadi beban generasi mendatang. Dia mencontohkan seperti pembangunan dermaga atau pelabuhan yang ternyata tidak tepat sasaran, begitu diresmikan ternyata pelabuhan tersebut tidak digunakan karena tidak tepat sasaran. "Di beberapa daerah Sumatera, saya menyaksikan banyak dermaga yang dibangun dengan APBN tetapi malah tidak digunakan karena pertimbangan pembangunan yang tidak tepat," ungkapnya.

Bersumber Masyarakat

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sebanyak 62 persen dari total pinjaman pemerintah bersumber dari investasi masyarakat dengan membeli Surat Utang Negara melalui berbagai instrumen pasar keuangan.

Hal itu yang pula yang menjadi salah satu indikator bahwa pengelolaan utang pemerintah tetap secara hati-hati (pruden) dan digunakan secara produktif, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (4/9).

"Kami meminjam kepada masyarakat Indonesia sendiri sebesar (porsi) 62 persen, yang uangnya dikelola bank, melalui reksa dana, surat utang, dan lainnya," ujar dia.

Sedangkan sisanya yang sebesar 38 persen berasal dari investasi non-residen atau asing. Dari 62 persen tersebut, investor SBN paling besar adalah perbankan dengan porsi 22 persen, di mana dana dari perbankan juga berasal dari dana masyarakat. Kemudian, investasi asuransi sebesar 13 persen, investasi institusi negara sebesar delapan persen, dan sisanya reksa dana, dana pensiun dan individu.

Dia mengatakan porsi sumber utang dari dalam negeri itu juga akan membantu pendalaman pasar keuangan, karena dana masyarakat banyak digunakan untuk pembelian instrumen di pasar.

Hal tersebut dinilai membuktikan jika masyarakat Indonesia memiliki daya beli dan investasi yang tinggi, untuk membeli surat utang negara sehingga tidak perlu ada kekhawatiran.

Pemerintah juga mengelola utang dengan sangat berhati-hati serta menggunakan standar pengelolaan internasional sehingga benar-benar dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan produktivitas nasional.

"Untuk membiayai defisit anggaran dalam tahun 2018, pemerintah akan memanfaatkan sumber pembiayaan dalam negeri maupun dari luar negeri, dalam bentuk pinjaman atau utang, yang akan dikelola dengan berhati-hati dan bertanggung jawab sesuai dengan standar pengelolaan internasional," kata Presiden Joko Widodo pada Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU tentang RAPBN Tahun Anggaran 2018 Beserta Nota Keuangannya kepada DPR di Jakarta, Rabu (16/8).

Menurut Presiden Jokowi, pinjaman tersebut akan digunakan untuk kegiatan yang produktif untuk mendukung program pembangunan nasional, di bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, infrastruktur, serta pertahanan dan keamanan.

Selain itu, ujar dia, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akan dijaga di bawah tingkat yang diatur dalam keuangan negara, dikelola secara transparan dan akuntabel, serta meminimalkan risikonya pada stabilitas perekonomian di masa sekarang dan akan datang.

Tingkatkan Produktivitas

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa penambahan utang pemerintah digunakan untuk sumber pembiayaan pembangunan di berbagai bidang yang dapat meningkatkan produktivitas nasional.

"Utang merupakan 'tactical investment' untuk apa yang dibutuhkan Indonesia. Investasi untuk manusianya, investasi infrastruktur untuk meningkatkan mobilitas masyarakat, dan mengembangkan sektor keuangan menjadi makin memiliki ketahanan," kata Sri Mulyani dalam diskusi media di Jakarta, Kamis (27/7).

Sri Mulyani mengatakan penambahan utang pada periode 2015-2017 digunakan untuk belanja pemerintah yang lebih agresif terutama untuk infrastruktur, perlindungan sosial, dana alokasi khusus fisik, dan dana desa.

Menkeu juga memastikan bahwa utang pemerintah akan selalu dikelola secara berhati-hati dengan mengedepankan tata kelola yang berlaku.

Ia mengatakan pemerintah juga akan menjaga tingkat utang agar tidak mengancam stabilitas perekonomian dan tidak menjadi beban yang tidak dapat dipenuhi.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto mengingatkan masyarakat agar membeli produk dalam negeri sebagai upaya untuk memperkuat perekonomian nasional dan agar utang negara juga tidak meningkat. Untuk itu, ujar dia, warga juga diharapkan tidak selalu mengutamakan produk impor.

Hal tersebut, lanjutnya, bakal menguras devisa dan meningkatkan utang negara sehingga Indonesia juga berpotensi dikendalikan oleh pihak pembeli utang. Dengan kata lain, ia menegaskan bahwa pendiktean yang dilakukan oleh pihak asing itu juga sedikit banyak bakal memperlemah sendi kehidupan bernegara.

Melalui pengelolaan utang yang hati-hati yang dipastikan oleh pemerintah, maka diharapkan hal tersebut benar-benar dapat dikelola guna meningkatkan produktivitas yang sangat bermanfaat bagi sektor perekonomian nasional. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…