OJK Prediksi NPL Bank Turun

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memperkirakan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) bank akan turun seiring dengan selesainya restrukturisasi dan konsolidasi perbankan pada akhir 2017. "Ini karena kemarin harga komoditas turun jadi NPL naik, sehingga bank mulai 'cleaning' NPL," kata Wimboh ditemui kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (8/9).

Mantan Komisaris Utama Bank Mandiri tersebut mengatakan kredit komersial merupakan segman yang paling banyak mengalami kredit bermasalah. "Sehingga perbankan reorientasi bisnis, karena kredit komersial yang banyak mengalami NPL, dan itu masih proses restrukturisasi dan sebagian sudah dihapus. Inilah yang disebut proses restrukturisasi dan konsolidasi," ucap dia.

Wimboh mengatakan bisnis untuk kredit komersial rata-rata hanya satu segmen saja, sehingga kalau ada perubahan harga komoditas maka sebagian tidak bisa bergerak. "Ini sebagian sudah restrukturisasi. Ya akhir tahun ini mestinya selesai, sampai akhir tahun lah," kata dia. Wimboh mengatakan restrukturisasi bisnis yanng dilakukan terutama yang terkait dengan sektor informasi dan teknologi (IT) untuk tujuan pengawasan debitur.

"IT dikuati supaya 'monitoring' bisa lebih akurat sehingga bisa memontor debitur-debitur lebih dini kalau ada masalah, itu sebenarnya proses internal pengawasan kredit diperketat dengan menggunakan teknologi," kata dia. Sementara hingga Juni 2017, rasio kredit bermasalah perbankan tercatat 3,0 persen (gross) atau 1,4 persen (net). Angka NPL itu menurun dibanding Mei 2017 yang sebesar 3,1 persen (gross).

Sementara itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memproyeksi rasio kredit bermasalah atau NPL sampai akhir 2017 sebesar 2,8%-3%. Angka ini sedikit naik dari realisasi NPL perbankan Juni 2017 sebesar 2,96%. Dalam laporan perekonomian dan perbankan Agustus 2017 LPS menyebut faktor yang mempengaruhi NPL bank semester 2 adalah pertumbuhan kredit baru yang lebih terbatas dibandingkan sebelumnya.

"Kredit kolektibilitas macet trennya menurun dibandingkan periode sama di 2016," kata Direktur Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan LPS, Doddy Ariefianto. Faktor lain yang mempengaruhi NPL perbankan semester 2 adalah keputusan OJK yang telah mencabut aturan relaksasi restrukturisasi perbankan.

Terkait pencabutan aturan relaksasi restrukturisasi ini dampaknya terhadap NPL bank besar tidak terlalu signifikan. Karena bank BUKU IV mayoritas tetap menggunakan tiga pilat dalam melakukan restrukturisasi. Untuk sektor penyumbang NPL terbesar di semester 2 LPS bilang beberapa industri tambang, komoditas dan sektor menengah masih menjadi kontributor.

Turunkan Bunga

Bank Indonesia (BI) menilai bahwa saat ini rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) dalam kondisi rendah. Karena itu, sudah saatnya bank untuk mulai menurunkan suku bunga kreditnya. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengungkapkan, sejak mengalami peningkatan pada 2016, saat ini kondisi NPL dinilai sudah mencapai puncaknya (peak) sehingga bisa lebih baik. "Jadi BI lihat gross NPL dan loan at risk (NPL ditambah kredit yang masuk restrukturisasi), loan at risk sudah mulai membaik," kata dia.

Menurutnya, saat ini rasio NPL berada pada level 3% atau sudah lebih baik dibanding posisi paling tinggi pada Mei 2017 sebesar 3,07%. Sementara itu, BI mencatat jika level loan at risk sudah membaik dari level 11,1% pada Juni 2017 menjadi 10,9% pada Juli 2017. "Dengan kondisi NPL yang sudah membaik, bank harus lebih cepat turunkan suku bunga. BI berharap bank balance sheet-nya bersih lebih cepat. Kalau cleaning up balance sheet lebih cepat bisa lebih cepat pertumbuhan kredit baru," imbuhnya.

Apalagi, tambah Mirza, otoritas moneter baru saja menurunkan tingkat suku bunga acuannya yakni BI 7-days Repo Rate. Pada Rapat Dewan Gubernur RDG) Agustus ini, BI 7-daya Reverse Repo Rate diturunkan 0,25 basis poins (bps) dari 4,75% menjadi 4,5%. Melalui penurunan suku bunga ini, pihaknya berharap jika pertumbuhan kredit perbankan bisa lebih tinggi dari sebelumnya. Selain itu, permintaan kredit dari masyarakat maupun korporasi juga diharapkan bisa meningkat.

"Pada waktu kami lakukan pemotongan bunga kita lihat real interest rate kita masih kompetitif atau enggak. Kami lihat kalau BI longgarkan kebijakan moneter, real interest rate juga masih menarik bagi yang mau tempatkan dana di Indonesia," jelasnya.

 

BERITA TERKAIT

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat NERACA Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mencatatkan total aset bank only…

TASPEN Bagikan Ribuan Paket Sembako Melalui Kegiatan Pasar Murah dan Bazar UMKM

TASPEN Bagikan 1.000 Paket Sembako NERACA Jakarta - Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) atau TASPEN berkomitmen untuk terus…

LinkAja Raih Pendanaan Strategis dari Mitsui

  NERACA Jakarta – LinkAja meraih pendanaan investasi strategis dari Mitsui & Co., Ltd. (Mitsui) dalam rangka untuk saling memperkuat…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat NERACA Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mencatatkan total aset bank only…

TASPEN Bagikan Ribuan Paket Sembako Melalui Kegiatan Pasar Murah dan Bazar UMKM

TASPEN Bagikan 1.000 Paket Sembako NERACA Jakarta - Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) atau TASPEN berkomitmen untuk terus…

LinkAja Raih Pendanaan Strategis dari Mitsui

  NERACA Jakarta – LinkAja meraih pendanaan investasi strategis dari Mitsui & Co., Ltd. (Mitsui) dalam rangka untuk saling memperkuat…