MK Sebaiknya Keluarkan Provisi Terkait Pansus Angket KPK

MK Sebaiknya Keluarkan Provisi Terkait Pansus Angket KPK

NERACA

Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) sebaiknya mengeluarkan putusan provisi terkait Pansus Angket DPR terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Rilis YLBHI-ICW di Jakarta, Rabu (6/9), menyatakan, meski UU MK tidak mengatur secara spesifik mengenai Putusan Sela, tetapi UU tidak melarang MK untuk memperkenalkan mekanisme tersebut dalam perkara pengkajian undang-undang tersebut. Bahkan, MK juga sudah beberapa kali mengeluarkan putusan sela dalam beberapa permohonan penyelesaian sengketa pilkada, begitu pula untuk permohonan uji materiil.

Salah satunya adalah putusan sela dalam permohonan uji materiil Nomor 133/PUU-VII/2009 yang diajukan oleh Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah. Karena itu MK dinilai sudah sepatutnya mengeluarkan putusan provisi agar proses angket yang diduga cacat hukum tidak terus berjalan hingga dikeluarkannya putusan final.

Sejumlah pihak mengajukan permohonan uji materi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) terkait dengan obyek pelaksanaan hak angket terhadap KPK. Setidaknya, menurut YLBHI-ICW, ada lima alasan kenapa putusan provisi tersebut sangat mendesak, antara lain untuk menghindari kerugian konstitusional yang lebih besar akibat proses angket yang terus berjalan.

Selain itu, alasan lainnya mencakup agar tidak terjadi kerugian negara yang lebih besar sebab dalam kerjanya pansus angket menggunakan anggaran negara (APBN), serta agar terciptaa kepastian hukum dan mendapatkan putusan MK yang bermanfaat. Putusan provisi juga dinilai diperlukan agar kerja KPK dalam penanganan perkara, khususnya e-KTP tidak terganggu perlawanan politik.

Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus Hak Angket DPR terkait Tugas dan Kewenangan KPK Agun Gunandjar Sudarsa menduga KPK melanggar nota kesepahaman yang dibuat bersama Kepolisian dan Kejaksaan Agung.

"Dalam praktiknya ternyata berdasarkan laporan yang disampaikan Persatuan Jaksa Indonesia, nyata sekali bahwa nota kesepahaman yang ditandatangani pimpinan KPK, Pak Tito Karnavian maupun Pak Prasetyo sudah dilanggar," kata Agun Gunandjar Sudarsa di Jakarta, Selasa (5/9).

Agun Gunandjar mencontohkan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK, seharusnya dalam nota kesepahaman itu disebutkan apabila terjadi di antara sesama lembaga penegakan hukum, pimpinan harus diberi tahu. Ant

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…