Sektor Kelautan Dan Perikanan - Pemberdayaan Perempuan Nelayan Harus Dipacu

NERACA

Jakarta - Pemerintah perlu untuk lebih menggencarkan program pemberdayaan perempuan nelayan dalam rangka melesatkan peran perempuan nelayan guna mengembangkan sektor kelautan dan perikanan di Tanah Air. "Payung hukumnya sudah tersedia dan banyak program yang dialokasikan untuk kelompok pengolah dari pemasar yang notabene perempuan nelayan juga sudah dilakukan," kata Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanities, Abdul Halim, di Jakarta, Selasa (5/9) kemarin.

Abdul Halim mencontohkan, salah satu program tersebut adalah pengolahan rajungan, di mana nelayan di hilir bisa disambungkan dengan aktivitas pengolahan yang dilakukan oleh ibu-ibu.

Dia memaparkan bahwa hal yang bisa dilakukan terkait itu antara lain adalah peningkatan kualitas olahan, tingkat higienitas dan pengemasannya, serta memastikan rantai nilai produk olahan ikan itu dapat terhubung dengan baik.

Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengingatkan besarnya peran perempuan nelayan dalam mengembangkan pangan sektor kelautan dan perikanan sehingga negara perlu lebih memberikan pengakuan kepada mereka. "Fakta-fakta tersebut di atas menunjukkan bahwa perempuan nelayan memiliki kontribusi besar bagi perekonomian keluarga dan masyarakat sampai dengan 100 persen," kata Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati.

Menurut Susan, sampai saat ini, keberadaan perempuan nelayan dinilai belum mendapatkan perlindungan dan pemberdayaan dari negara padahal diperkirakan ada puluhan juta perempuan nelayan di Indonesia.

Dia mencontohkan, ada seorang perempuan nelayan asal Pulau Sabangko, Sulawesi Selatan, yang bernama Nurlina (29 tahun) yang sejak kecil sudah melaut untuk mencari nafkah. Namun, lanjut Sekjen Kiara, jika ada bantuan mesin dan kapal, Nurlina menyatakan tidak pernah mendapat hanya karena ia perempuan, padahal sudah melaut lebih dari 20 tahun.

Susan juga mengemukakan, ada pula perempuan nelayan asal Gresik, Jawa Timur, Iswatun Khasanah, yang telah melaut sejak 17 tahun lalu. Sejak sang ayahanda tidak kuat menangkap ikan di kawasan perairan utara Jawa, Iswatun memutuskan menjadi tulang punggung keluarganya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) Masnuah mendesak pemerintah untuk segera mengakui dan memberikan perlindungan serta menyediakan skema pemberdayaan bagi perempuan nelayan di seluruh Indonesia. "Perempuan nelayan mesti diakui dengan diberikan kartu nelayan," katanya.

Sebelumnya,  Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) membuat beberapa catatan terkait kebijakan pemerintah di bidang kemaritiman sepanjang 2016. Menurut catatan lembaga itu, penerapan 'Poros Maritim' yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejauh ini masih jauh panggang dari api.

Sejumlah temuan kasus yang diperoleh KIARA menunjukkan, perlindungan negara terhadap para pekerja perikanan masih minim. "Masyarakat yang menggeluti profesi sebagai nelayan buruh bahkan rentan menjadi korban perbudakan di atas kapal," ungkap Pelaksana tugas Sekretaris Jenderal KIARA, M Arman Manila.

Hal sama juga pernah dilontarkan oleh Peneliti pada Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nawawi mengungkapkan upaya pemberdayaan perempuan di sektor kelautan minim sehingga potensi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir kurang optimal. "Berdasarkan studi di Tegal dan Cilacap, banyak program pemberdayaan nelayan tidak optimal. Pemberdayaan istri nelayan pun juga minim," kata Nawawi.

Padahal, menurut dia, peran istri nelayan sangat besar dalam masa pra dan pascatangkap ikan di laut. Sehingga dapat dikatakan kontribusi seorang nelayan sangat dipengaruhi dari istri nelayan tersebut.

Badan PBB yang mengurusi soal pangan seperti Food and Agriculture Organization (FAO) pun, menurut dia, tidak sekedar membuat program yang berkaitan dengan nelayan. Mereka juga fokus memberdayakan pihak-pihak yang mendukung nelayan, dalam hal ini istri nelayan. "Fokus pemberdayaan di lembaga nelayan boleh, tapi suportingnya juga perlu diberdayakan. Jadi fokus pemberdayaan istri nelayan juga perlu," katanya.

Berdasarkan hasil program-program FAO tersebut, ia mengatakan pemberdayaan istri nelayan terbukti mampu menaikkan pendapatan keluarga nelayan naik. "Motivasi,pendamping, dan pengawasan harus terus jalan. Setelah program selesai pun tidak boleh berhenti," katanya. Pelatihan pengolahan produk perikanan berupa pembuatan abon ikan dan kerupuk telah diberikan kepada sejumlah istri nelayan tangkap Sungai Kahayan di Desa Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…