Produktivitas Sangat Rendah - Industri Pengolahan Kakao Lokal Kekurangan Bahan baku

NERACA

Jakarta  - Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengatakan  saat ini Indonesia masih merupakan produsen biji kakao terbesar ke 3 di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Sebagai salah satu Negara produsen biji kakao, telah berdiri 20 perusahaan industri kakao dengan kapasitas 800 ribu ton/tahun namun utilitasnya baru sebesar 49%. Hal ini dikarenakan industri pengolahan kakao kekurangan pasokan bahan baku di dalam negeri.

“Permasalahan industri kakao di dalam negeri adalah kurangnya pasokan bahan baku dari dalam negeri. Produktifitas produksi biji kakao di dalam negeri masih rendah yaitu sekitar 0,3 – 0,4 ton/ha/tahun. Sedangkan produktifitas di Negara lain produktivitasnya rata - rata diatas 1 ton/ha/tahun. Selain itu, volume ekspor biji kakao pada bulan Januari - April tahun 2016 yaitu sebesar 5.500 ton mengalami peningkatan pada periode yang sama tahun 2017  sebesar 8.000 ton, naik sebesar 45%. Salah satu penyebab meningkatnya volume ekspor bahan baku industri tersebut adalah menurunnya harga biji kakao yang berakibat kepada turunnya tarif bea keluar mulai Maret – Agustus 2017 sebesar 0%,” ujar Airlangga di Jakarta, Selasa (5/9)

Menperin mengatakan dalam upaya mengatasi permasalahan kekurangan bahan baku di dalam negeri tersebut, Kementerian Perindustrian merencanakan untuk mengkaji ulang kebijakan Bea Keluar biji kakao yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.011/2010. Sebagaimana diketahui dalam peraturan dimaksud tarif bea keluar bersifat progresif 0-15% tergantung harga biji kakao dunia. Tarif bea keluar diusulkan menjadi flat 15% hal ini bertujuan untuk memberikan jaminan supply bahan baku untuk industri kakao nasional. Disamping itu untuk menjaga keseimbangan antara pajak yang dikenakan atas transaksi lokal maupun ekspor.

“Selain itu, konsumsi kakao masyarakat Indonesia yang saat ini masih relatif rendah, yaitu rata-rata 0,4 kg/kapita/tahun, jauh  lebih rendah bila dibandingkan dengan konsumsi negara-negara Asia seperti Singapura dan Malaysia yang sudah mencapai 1 kg/kapita/tahun, dan Negara Eropa yang konsumsinya lebih dari 8 Kg /kapita/tahun,” paparnya.

Lebih lanjut Menteri Airlangga mengungkapkan Industri pengolahan kakao mempunyai peranan penting dalam peningkatan perekonomian negara. Pemerintah telah menetapkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035, Industri Pengolahan Kakao termasuk salah satu industri prioritas yang harus dikembangkan.

“Dalam hal ini pengembangan hilirisasi industri pengolahan kakao diarahkan untuk menghasilkan Bubuk Cokelat/Kakao, Lemak Cokelat/Kakao, Makanan dan Minuman dari Cokelat, Suplemen dan Pangan Fungsional Berbasis Kakao, kosmetik dan Farmasi,” tukasnya.

Airlangga beserta jajarannya terus mendorong hilirisasi industri berbasis agro kakao, melalui pembentukan unit  unit pengolahan industri kakao yang diharapkan dapat menumbuhkan wirausaha  wirausaha baru skala kecil dan menengah dan bantuan mesin dan peralatan pengolahan kakao.

“Untuk mewujudkan program hilirisasi kakao, Kementerian Perindustrian saat ini sedang membangun Pusat Pengembangan Kompetensi Industri Pengolahan Kakao Terpadu di Kabupaten Batang Propinsi Jawa Tengah yang bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada dan Pemerintah Kabupaten Batang. Pembangunan Pusat Pengembangan Kompetensi Industri Pengolahan Kakao Terpadu ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para stakeholder kakao sebagai tempat ujikompetensi sumber daya manusia di bidangproduksi kakao, sebagai wahana pembelajaranyang berbasis riset dan inovasi serta mendorong petani kakao untuk dapat meningkatkan kualitas dan produktifitas,” jelasnya,

Produk yang dihasilkan dari industri pengolahan kakao adalah cocoa cake, cocoa butter, cocoa liquor dan cocoa powder yang merupakan bahan baku pembuatan produk cokelat. Nilai ekspor produk olahan kakaomengalami penurunan seperti cocoa cakepada tahun 2015 sebesar US$ 187,6 juta, mengalami penurunan pada tahun 2016 yaitu menjadi sebesar US$ 155,2 juta turun sebesar 17,3%. Nilai ekspor cocoa butter pada tahun 2015 US$ 726,3 juta mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi US$ 697,9 juta turun sebesar 3,9%. Nilai ekspor cocoa liquor pada tahun 2015 sebesar US$ 114,7 juta mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi US$ 89,6 juta turun sebesar 21,9%. Sedangkan nilai Ekspor yang mengalami kenaikan terjadi pada produk cocoa powder pada tahun 2015 sebesar US$ 124,3 juta mengalami peningkatan sebesar US$ 163,9 juta naik sebesar 31,8%.

 

BERITA TERKAIT

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…