Rekor Korupsi PNS

Kendati sudah banyak pejabat pemerintahan tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masih banyak pejabat termasuk level Dirjen yang tidak merasa was-was atau takut melakukan tindak pidana korupsi. Buktinya, baru-baru ini Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kemenhub Antonius Tonny Budiono terjaring dalam OTT lembaga anti rasuah itu.

Sungguh sangat ironis di tengah kondisi perekonomian negara yang memprihatinkan saat ini, pejabat negara seperti ini tidak punya urat malu, bahkan dari 17 kasus OTT dalam setahun terakhir,  barang bukti tangkapan Dirjen Hubla ini mencatat rekor terbesar, yaitu Rp 20,07 miliar!

Tidak hanya itu. Inovasi sang koruptor juga semakin berkembang dengan modus baru, seperti uang suap yang diberikan kepada Dirjen Hubla dalam bentuk kartu anjungan tunai mandiri (ATM) yang telah diisi uang Rp1,17 miliar di bank BUMN,  selain uang tunai dalam beberapa kantung berjumlah  Rp18,9 miliar dengan mata uang yang bervariasi dari rupiah, dolar AS bahkan dolar Singapura. Sepertinya penggunaan kartu ATM untuk mengaburkan barang bukti uang tunai, disamping untuk meminimalisasi risiko pengungkapan saat penangkapan terjadi. 

Meski demikian, KPK masih terus menelusuri dari siapa saja Tonny mendapatkan uang terdiri dari rupiah, dolar AS, ringgit Malaysia, Euro, dan  Poundsterling. Tim KPK juga menemukan uang tunai dalam berbagai mata uang dalam 33 tas itu di mes Perwira Kemenhub, Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Rabu (23/8). Uang itu diduga terkait suap sejumlah proyek di Ditjen Hubla Kemenhub.

KPK akhirnya menetapkan Tonny sebagai tersangka karena diduga menerima suap sejumlah Rp 20 miliar yang di antaranya dari Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK), Adhiputra Kurniawan, terkait pengerukan di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah (Jateng).

KPK menyangka Adiputra selaku pemberi suap melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke (1) KUHP.

Sementara, Antonius Tonny Budiono sebagai pihak penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Penangkapan Tonny ini merupakan puncak gunung es skandal korupsi di level pejabat tinggi PNS. Selain menggunakan inovasi baru penyimpanan uang dalam ATM, koruptor juga sangat lihai menggunakan bahasa sandi untuk berkomunikasi. Tujuannya agar pembicaraannya tak langsung dikenali sebagai permintaan uang korupsi jika komunikasinya disadap oleh penegak hukum. Seperti menggunakan istilah “sapi” untuk nilai ratusan juta rupiah, dan “kambing” untuk nilai uang puluhan juta rupiah. 

Karena itu, kalangan penegak hukum tentu harus berpacu memperkuat diri dalam menghadapi inovasi para koruptor ini. Penindakan tak akan bisa berjalan baik jika para penegak hukum tertinggal di belakang inovasi para koruptor. Penegak hukum juga harus memberikan perhatian khusus dalam hal pencegahan yang selama ini tertinggal bila dibandingkan dengan penindakan.

Pencegahan ini selain dalam bentuk penyadaran, juga sangat penting untuk mempersempit ruang gerak para koruptor. Sangat banyak hal yang harus dilakukan, tapi setidaknya beberapa hal yang patut menjadi perhatian kita bersama. Pertama, analisis secara mendalam sistem birokrasi kita dan lakukan pemangkasan potensi pertemuan antara birokrat dengan pihak-pihak yang punya urusan. Pertemuan itulah yang membuka ruang terjadinya korupsi. Presiden Joko Widodo selama ini terlihat sangat peduli dengan e-government, maka sudah saatnya untuk menyeriusi pelaksanaannya.

Kedua, selama ini laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) relatif hanya dijadikan syarat formal bagi para pejabat penyelenggara negara. Ke depan, laporan ini masih lebih berorientasi ke deklarasi harta dari pihak penyelenggara negara, tidak ada pendalaman khusus atau audit terhadapnya. Padahal laporan ini sangatlah penting untuk menjaga dan mempersempit ruang terjadinya korupsi. Pertambahan harta yang tidak wajar tentu bisa menjadi salah satu indikator awal dugaan terjadinya korupsi.

Ketiga, saatnya para petinggi negara (menteri) selalu memperhatikan perubahan gaya hidup para pejabat eselon di bawahnya. Bahkan Dirjen Pajak sudah mengumumkan akan memantau aktivitas rakyat Indonesia sebagai wajib pajak (WP) bahkan hingga memantau komunikasi media sosial (medsos)-nya untuk mencocokkan gaya hidupnya sudah cocok belum dengan isian SPT Tahunannya. 

 

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…