Pefindo Pantau Peringkat Bima Multi Finance

NERACA

Jakarta –Sejatinya peringkat rating obligasi yang didapatkan perusahaan atau emiten dari lembaga rating menjadi tolak ukur investor untuk mengetahui sekilas tentang kemampuan perseroan membayar kewajiban surat utang. Lalu bagaimana jika ada emiten obligasi yang tidak memiliki rating?, seperti perusahaan pembiayaan, PT Bima Multi Finance (BIMF).

Seperti diketahui, BIMF telah melayangkan surat untuk menghentikan pemeringkatan perusahaan dan obligasi berkelanjutan miliknya ke PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). Menyusul sebelum dihentikan, peringkat utang BIMF baik perusahaan maupun obligasi berkelanjutannya adalah "idD". Merespon hal tersebut, analis Pefindo, Hendro Utomo menjelaskan bahwa peringkat terakhir idD itu disematkan setelah perusahaan pembiayaan itu gagal bayar atas obligasi yang jatuh tempo berapa waktu lalu. "Setelah gagal bayar, kami langsung turunkan peringkatnya menjadi default," katanya di Jakarta, Selasa (22/8).

Lebih dalam dirinya menegaskan, kalau setiap obligasi yang tercatat serta diperjualbelikan di pasar modal haruslah memiliki peringkat efek. Dengan demikian, untuk menjawab permintaan BIMF pihaknya telah melakukan konsultasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).”Atas permintaan BIMF pada tanggal 25 Juli 2017 tersebut, akhirnya BIMF tidak lagi memiliki peringkat utang. Sehingga Kami tidak lagi memonitor perkembangan restrukturisasi utang mereka,”ujarnya.

Kata Hendro, BIMF merupakan perusahaan pembiayaan yang tidak memiliki hubungan afiliasi dengan industri keuangan lainnya seperti perbankan. Dengan struktur demikian, maka rentan terhadap persoalan keuangan."Melihat kasus BIMF ini kami akan melakukan pemantauan khusus pada perusahaan pembiayaan berdiri sendiri tanpa ada afiliasinya dengan perbankan,”ungkapnya.

PT Bima Multi Finance hingga priode 30 Juni 2017, meraih pendapatan sebesar Rp157,28 miliar atau turun dibandingkan dengan pendapatan Rp210,33 miliar di periode sama tahun sebelumnya. Perseroan juga mengungkapkan, jumlah beban meningkat menjadi Rp308,30 miliar dari jumlah beban tahun sebelumnya yang Rp191,99 miliar dan rugi sebelum beban pajak diderita Rp151,01 miliar dari laba sebelum beban pajak Rp18,33 miliar yang diraih tahun sebelumnya.

Kemudian rugi neto diderita Rp151,01 miliar usai meraih laba neto Rp13,70 miliar di periode Juni tahun sebelumnya. Sedangkan total aset hingga 30 Juni 2017 mencapai Rp1,18 triliun turun dari total aset Rp1,42 triliun hingga 31 Desember 2016.

 

 

BERITA TERKAIT

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…