Menjaga Integritas KPK

Oleh: Desca Lydia Natalia

"Jadi Pak ni kalau mau jujur Pak, Saya sampek bilang 'Pak boleh gak sih saya ngomong? KPK itu independen apa gimana sih (tertawa). Kok kenyataannya enggak. Yang dilihat kami di anggota DPR, setiap anggota DPR yang dalam tanda kutip punya masalah itu pasti dipanggil oleh Komisi III" kata anggota Komisi II Miryam S Haryani.

Miryam mengatakan itu dalam pemeriksaan 1 Desember 2016 kepada dua orang penyidik KPK: Novel Baswedan dan Ambarita Damanik. Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan KTP-Elektronik.

Rekaman video pemeriksaan Miryam itu dibuka dalam sidang 14 Agustus 2017 oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK untuk membuktikan bahwa Miryam diperiksa tidak dalam tekanan dalam penyidikan kasus KTP-E. Dalam percakapan lanjutan, Miryam pun mengaku diceritakan oleh rekannya sesama anggota DPR bahwa anggota DPR itu sudah bertemu dengan tujuh orang penyidik KPK, salah satunya adalah Direktur Penyidikan KPK Kombes Polisi Aris Budiman. Dari percakapan selanjutnya, anggota DPR itu diceritakan dimintai uang Rp2 miliar.

Novel Baswedan yang ditemui di Singapura dan ditanya mengenai pengakuan Miryam itu kepadanya pun menolak untuk mengungkapkan tindak lanjut pernyataan Miryam itu. "Mengenai hal itu karena saya belum tahu, saya belum bisa menjawab, saya bisa merespon kalau saya sudah tahu hal itu," kata Novel di Singapura pada Selasa (15/8).

Perlu Klarifikasi

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa pernyataan Miryam itu perlu diklarifikasi lebih dulu. "Itu kan perlu klarifikasi dulu, tidak serta merta apa yang disampaikan di persidangan dan cuma dari satu orang yang bicara. Kalau ada yang bicara 'Saya ketemu pak Alex di sana', lalu diperiksa, kan tidak harus seperti itu," kata Alexander pada Rabu (16/8).

Namun ia mengaku sudah mencoba mengklarifikasi secara informal kepada Direktur Penyidikan KPK. "Sudah diklarifikasi, yah biasalah secara informal. Sama seperti saya ditanya 'Pak Alex kemarin ketemu?' Jawabnya 'nggak'. Tapi nanti kita lihat perkembangan karena kan tidak sesederhana itu saya kira. Kita memerlukan alat bukti yang akurat, tidak hanya satu orang 'ngomong' terus kita tindak lanjuti," tambah Alex.

Menurut Alex, bila ada penyidik di KPK yang diduga tidak melakukan tugas dengan benar, sudah ada Direktorat Pengawasan Internal yang menjalankan tugasnya. "Kalau pengawasan internal memang sudah lama. Tapi belum ada surat tugas yang kami terbitkan, baru mungkin klarifikasi karena tidak serta merta setiap persoalan harus kami terbitkaan surat (tugas). Kami itu ada tahap-tahapnya, tidak setiap informasi masuk langsung kita terbitkan surat, harus lihat alat buktinya dulu. Jangan hanya fitnah, percuma kalau fitnah kita dalami tapi sejauh ini sudah kami klarfikasi dan yang mengatakan nggak pernah ketemu," jelas Alexander.

Hingga ada alat bukti lainnya, menurut Alexander, pernyataan Direktur Penyidikan yang baru bertugas di KPK pada 2015 itu harus diterima sebagai suatu fakta. Sebenarnya dugaan pertemuan antara petinggi KPK dan orang yang terlibat kasus bukanlah yang pertama. Pada 2011 lalu, KPK juga membentuk Komite Etik untuk memeriksa sejumlah unsur pimpinan dan KPK yang diduga melanggar Kode Etik.

Dua orang yang diperiksa adalah Deputi Penindakan Ade Raharja dan juru bicara KPK karena mantan bendahara Partai Demokrat yang saat itu menjadi tersangka korupsi proyek wisma atlet SEA Games Muhammad Nazaruddin mengungkapkan bahwa ia dua kali bertemu dengan Ade Rahardja.

Pertemuan pertama dengan Ade Raharja terjadi pada 2010 di salah satu restoran di kawasan Casablanca, Jakarta Selatan. Ade saat itu didampingi Johan Budi dan Nazaruddin ditemani Saan Mustofa, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat. Pada pertemuan kedua, Ade ditemani Roni Samtana, penyidik KPK, sedangkan Nazar bersama Saan Mustofa dan Benny Kabur Harman, anggota Komisi Hukum DPR.

Tidak hanya Ade dan Johan Budi, Nazaruddin juga menuduh Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah bersama Ade Raharja bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum saat itu pada akhir Juni 2011. Dalam pertemuan itu, Nazar pun menuding mereka sepakat agar pengusutan korupsi wisma atlet dibatasi hanya sampai pada dirinya sebagai tersangka.

Masih dari mulut Nazar, ia juga menuduh Wakil Ketua KPK lain, M. Jasin, mengenal dan pernah berhubungan dengan Anas Urbaningrum sementara Ketua KPK Busyro Moqoddas menuding Busyro pernah bertemu dengan petinggi Partai Demokrat. Namun, hal itu dibantah Busyro dan Jasin.

Selanjutnya, hasil Komite Etik pada Oktober 2011 mengumumkan hasil pemeriksaan mereka terhadap orang-orang yang dituduh Nazaruddin.

Terhadap Ade Rahardja, Komite Etik menyatakan Ade telah melakukan kesalahan pelanggaran ringan atas kode etik pegawai KPK. Terhadap Johan Budi, berdasarkan fakta-fakta yang terkumpul dalam wawancara dan sepanjang pengetahuan Komite Etik, dia diputuskan bebas, tidak melakukan pelanggaran pidana maupun pelanggaran kode etik.

Terhadap Chandra M. Hamzah. Komite etik berkesimpulan tidak ditemukan indikasi pelanggaran pidana dan pelanggaran kode etik sedangkan terhadap Muhammad Busyro Muqoddas, putusannya adalah Komite Etik beranggapan tidak ditemukan indikasi pelanggaran pidana maupun pelanggaran kode etik pimpinan yang dilakukan oleh terperiksa.

Kode Etik Pegawai KPK dalam penjelasan butir "Integritas" menjabarkan bahwa pegawai KPK harus menolak setiap pemberian gratifiakasi yang dianggap suap yaitu yang berhubungan dengan jabatan dan berlawandan dengan tugas dan kewajiban yang diberikan secara langsung (butir ke-5) dan dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka/terdakwa/terpidana atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui oleh penasihah/pegawai yang bersangkutan perkaranya sedang ditangani Komisi kecuali dalam rangka melaksanakan tugas dan sepengetahuan pimpinan/atasan langsung (butir ke-12).

Sehingga tidak ada salahnya bila pemeriksaan formal terhadap Direktur Penyidikan KPK juga dilakukan saat ini untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap integritas KPK.

Percakapan Miryam Ada pun percakapan pemeriksaan Miryam S Haryani dengan dua orang penyidik KPK yaitu Novel Baswedan (penyidik 1) dan Ambarita Damanik (penyidik 2) seperti terungkap dalam sidang 14 Agustus 2017 adalah sebagai berikut: Miryam: Ini pak, nih-nih segini (suara tidak jelas)

Penyidik 1: Terus pak Dam, jadi terlepas dari ini, saya juga perlu cerita ke pak Damanik yang tadi Miryam: Nah, itu saya kan mau izin tuh Penyidik 1: Jadi, reka ulang (suara tidak jelas) Miryam: Saya nih pak gak boleh cerita sebetulnya pak. Tapi saya di (suara tidak jelas) sama Pak Novel.

Penyidik 1: Capek ditanya Miryam: (Suara tertawa) Penyidik 1: Ternyata sebulan yang lalu, ibu ini diberi tahu oleh beberapa anggota DPR Komisi III, bahwa akan dipanggil oleh KPK.

Penyidik 2: (Suara tidak jelas) Miryam: Iya pak Penyidik 1: Dan orang-orang ini adalah Desmond, Aji, Sudding, Tamsud, terus ee.. Hasrul Azwar, sama Masinton Pasaribu. Tapi ya intens sih satu (suara tidak jelas) ini. Eee.. Mereka ini memang dengan kebiasaan kalau orang-orang yang perkara di KPK apa-apa dipanggil (suara tidak jelas) mereka ya bu ya Penyidik 2: He-em Penyidik 1: Ee Desmond (suara tidak jelas) ya bu ya? (suara tidak jelas).

Miryam: IBF Penyidik 1: terus Aji Tamsud di rumahnya SN dan di tempat-tempat lain. Intinya ibu ini sebetulnya di .. diminta untuk jangan ngadu apapun sama kita di sini. Cuman ya diomong-omong di sana itu ada tujuh orang penting sama tiga lawyer Miryam: Dan pegawai Penyidik 1: Yang intens ketemu ke mereka katanya Miryam: He-em Penyidik 1: Lha ini yang kemudian menjadi menarik untuk kita mencari tahu. Yang jelas tadi saya bilang sama Bu Yani bahwa ibu enggak usah takut gak usah khawatir saya katakan begitu.

Miryam: He-em pak (suara tidak jelas) Penyidik 1: Dan kami, kami pada posisi ee.. terima kasih sama ibu, dan kalau ada info lebih jauh lagi, jangan ragu untuk beri tahu kita.

Miryam: Iya pak iya Penyidik 1: Jadi uangnya sudah ibu kasih? Miryam: Nggak Penyidik 1: Temennya ibu (suara tidak jelas) Miryam: Temen saya Pak si Fauzi Anwar Pak (suara tidak jelas) Miryam: Jadi Pak ni kalau mau jujur Pak, Saya sampek bilang 'Pak boleh gak sih saya ngomong? KPK itu independen apa gimana sih (tertawa). Kok kenyataannya enggak. Yang dilihat kami di anggota DPR, setiap anggota DPR yang dalam tanda kutip punya masalah itu pasti dipanggil oleh komisi tiga.

Penyidik 2: He-em. He-em. He-em Miryam: Ngomongnya itu setengah diintimidasi dan selalu dari yang nomor satu sampai nomor enam itu, yang bisa satu sampai nomor empat, itu panggil.

Miryam: (suara tidak jelas) saya sudah tau. Bu Yani fraksi Anggoro nggak dipanggil tuh. Karena Fraksi Hanura itu ada Suding, ada ini, tapi bukan suding yang ngomong Penyidik 1: He ehm Miryam: Eee..Desmond, Azis yang ngomong (suara batuk)...(suara tidak jelas) gue panggil tuh. Gue yang malu Pak.

Penyidik 1: He ehm Miryam: "Kasus apa? Pak Giarto". "Lu kan mitra kerjanya" katanya gitu, "Oh gitu ya, Pak?", pinter yah?, "Oowh jangan pernah sebut partai, jangan pernah sebut orang", ya saya biasa saja, "oh iya, oke oke ke ke" singkat cerita Pak kami kalo kita kan kadang-kadang ketemu rapat Penyidik 1: hmm Miryam: Apalagi mereka kan juga anggota badan anggaran, jadi gini. Ini nih Hanura ni pengamanan, pengamanan" gitu to ngomongnya begitu "pengamanan pengamanan" buat apa lagi pengamanan? Penyidik 1: Mmm Miryam: Iya (suara tidak jelas) saudara ini mau dipanggil Penyidik 1: he ehm Miryam: Saya belum dipanggil Pak, dipanggil saja. Pak silahkan. 'Gue ngasih tau dan nanti nih ya" sampai diajarin Pak "Nanti Miryam ruangannya kecil yang nyidik nanyanya bolak-balik terus pasti ditinggal', saya kan ngebayang ya Pak.

Penyidik 1: Hmm Miryam: Terus pas itu nanti ditanya lu, bolak balik nanti balik lagi itu. Gitu-gitu pokoknya apa yang ditanya jangan ngaku salah, jangan ngaku Penyidik 1: Mmmm Miryam: (suara tidak jelas) pokoknya jangan, ketemu Giarto, jangan' dia ngerti kalau itu salah, Bang.

Penyidik 1: Mmm Miryam: kan mitra kerja Pak? Penyidik 1: Iya iya betul Miryam: Tetep, ya nggak bisa dong, tetep mitra kerja Penyidik 1: Mmmm...

Miryam: Kenapa Giarto ke rumah" Ee misalnya Pak Giarto ketemu di mana dipanggilnya, dipanggil to ketemu di mana gitu ya Penyidik 1: Hmmm Miryam: Jangan, jangan gitu. "Ada titipan?" "Nggak ada titipan" pokoknya, pokoknya di ujung pembicaraan tidak ada yang ngaku Penyidik 1: Mmm Miryam: Titik nih kasus dengan ini e-KTP Penyidik 1: Hm Miryam: Dah, singkat cerita Pak, saya kan seminggu yang lalu dapet nih, he eh, seminggu kok enggak sama apa yang diceritakan sama dia Penyidik 1: Hm.. Hm..

Miryam: Ya kan? Kok saya dapat gitu ya? Oh berarti bener, eh berarti maksudnya sama.

Penyidik 1: Hm Miryam: He em, hebat juga ya Pak? Silahkan (suara tidak jelas).

Penyidik 1: (suara tidak jelas) (tertawa).

Miryam: Dia itu luar biasa, Pak. Komisi tiga kok saya jadi waduh, kacau ini mah. Gila, cuma ama lu, gue kasih tau kayak gini, dipanggil bener, bener minggu lalu.

Penyidik 1: Mmm Miryam: Tiga hari yang lalu nih Pak Ya. Setelah saya terima ee ditanya jadi saya dipanggil eh ketemu (suara tidak jelas).

Penyidik 1: sama siapa bu? Miryam: (suara tidak jelas) itu, bolak balik di tempat itu aja.

Penyidik 1: Mmm Miryam: Nggak Pak, nggak ada Bamsut.

Penyidik 1: (suara tidak jelas).

Miryam: Nggak ada Bamsut Pak, nggak ada Bamsut waktu.. (suara tidak jelas). Apalagi bang? Iya pasti tadi lo panggil kan ke KPK. Gue udah ketemu penyidik tujuh orang dengan pegawainya, terus ketemu Pak dengan yang namanya ini Pak.

Penyidik 1: Siapa namanya? Miryam: Gak kenal Penyidik 1: Hm? Miryam: Nih, coba nih (menunjukkan kertas).

Penyidik 2: Hm.

Miryam: Ini Pak, nih.

Penyidik 1: Hmm, Pak Direktur.

Miryam: Saya kan cuma baca tapi tidak baca tanda tangan Pak Penyidik 1: He ehm.

Miryam: Dia yang malu, tapi intinya saya gak ngomong. Pokoknya ini ya kamu bayar dulu tapi saya gak ngomong Penyidik 2: Mereka minta berapa bu? Miryam: dua miliar Pak, terus mbak saya enggak ngomong, saya nggak ngomong Penyidik 2: (Batuk) Miryam: Kan undangannya, panggilannya, udah saya terima. Saya nggak ngomong kok beliau saya udah terima undangan, tapi kan nggak ngepas ni.

Penyidik 1: Hm.. Hm..

Miryam: Pikiran saya enggak ngepas nih, nggak ngepas nih yang ketiga ini Pak.. Nggak ngepas dong, iyalah. Aduh bayar dulu.. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Pembangunan IKN Terus Berlanjut Pasca Pemilu 2024

  Oleh: Nana Gunawan, Pengamat Ekonomi   Pemungutan suara Pemilu baru saja dilakukan dan masyarakat Indonesia kini sedang menunggu hasil…

Ramadhan Momentum Rekonsiliasi Pasca Pemilu

Oleh : Davina G, Pegiat Forum Literasi Batavia   Merayakan bulan suci Ramadhan  di tahun politik bisa menjadi momentum yang…

Percepatan Pembangunan Efektif Wujudkan Transformasi Ekonomi Papua

  Oleh : Yowar Matulessy, Mahasiswa PTS di Bogor   Pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Papua. Dengan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan IKN Terus Berlanjut Pasca Pemilu 2024

  Oleh: Nana Gunawan, Pengamat Ekonomi   Pemungutan suara Pemilu baru saja dilakukan dan masyarakat Indonesia kini sedang menunggu hasil…

Ramadhan Momentum Rekonsiliasi Pasca Pemilu

Oleh : Davina G, Pegiat Forum Literasi Batavia   Merayakan bulan suci Ramadhan  di tahun politik bisa menjadi momentum yang…

Percepatan Pembangunan Efektif Wujudkan Transformasi Ekonomi Papua

  Oleh : Yowar Matulessy, Mahasiswa PTS di Bogor   Pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Papua. Dengan…