Kejagung: Tuntutan Bagi Koruptor Tidak Pukul Rata

Kejagung: Tuntutan Bagi Koruptor Tidak Pukul Rata

NERACA

Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan tuntutan bagi koruptor tidak bisa dipukul rata atau digeneralisir sesuai dengan kadar kasus perkaranya.

"Mereka (LSM antikorupsi) harus tahu, tidak bisa digeneralisir harus dilihat kasuistisnya. Memberatkan atau meringankan, kalau tinggi semuanya, kita dianggap salah," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, Jumat (18/8).

Ia menegaskan semua perkara ada permasalahan masing-masing tergantung peran dari masing-masing terdakwa. Tidak bisa disamaratakan.

Dari laman online, Indonesia Corruption Watch (ICW) memaparkan tren vonis pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) pada semester satu tahun 2017. Menurut data ICW, rata-rata vonis pengadilan tipikor adalah dua tahun tiga bulan.

Rata-rata vonis ini tergolong ringan bagi kasus korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa."Paling banyak satu sampai 1,5 tahun. Ini menunjukkan ada persoalan serius bahwa kasus-kasus korupsi yang dianggap kejahatan luar biasa justru divonis ringan hakim," kata Peneliti ICW Aradila Caesar di Jakarta, Ahad (13/8).

Menurut ICW, persoalan selalu sama dari tahun ke tahun. Vonis ringan pada semester satu tahun 2017 bukan pertama kali terjadi. ICW mencatat sejak 2015 pengadilan tipikor cenderung menjatuhkan hukuman ringan bagi koruptor. Selain pidana penjara yang ringan, penjatuhan hukuman lain seperti denda dan uang pengganti juga belum maksimal. Tuntutan jaksa juga dinilai menjadi persoalan serius.

"Dendanya sangat ringan, Rp 20-25 juta paling banyak. Kita tak menemukan semuanya dikenakan uang pengganti untuk kerugian negara Rp 1,6 triliun," kata dia.

ICW menyebutkan, sebenarnya pemerintah selalu tekor. Yang artinya, kerugian negara itu tidak balik ke pemerintah dari koruptor."Siapa yang akan mengganti, itu kita tak punya instrumen. Triliunan rupiah tak terganti dari kasus-kasus korupsi.”

Putusan Tipikor tingkat banding semester I 2017 menunjukkan ada 83 perkara/86 terdakwa. Mayoritas terdakwa divonis dalam kategori hukuman ringan (0 hingga 4 tahun penjara) yaitu sebanyak 54 terdakwa (62,8 persen). Urutan kedua adalah terdakwa yang dihukum dalam kategori hukuman sedang (lebih dari 4 tahun hingga 10 tahun penjara) yaitu sebanyak 10 terdakwa (11,6 persen). Terdakwa yang dihukum pada kategori hukuman berat (lebih dari 10 tahun penjara) satu terdakwa (1,2 persen) dan empat terdakwa (4,6 persen) diputus bebas, serta 17 terdakwa (19,8 persen) tidak teridentifikasi. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kejagung-Kementerian BUMN Rapatkan Pengelolaan "Smelter" Timah Sitaan

NERACA Pangkalpinang - Kejagung bersama Kementerian BUMN akan segera merapatkan pengelolaan aset pada lima smelter (peleburan) timah yang disita penyidik…

KPPU Kanwil I: Harga Beras Berpotensi Bentuk Keseimbangan Baru

NERACA Medan - Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Ridho Pamungkas menyatakan harga beras berpotensi membentuk keseimbangan baru.…

DJKI Kembalikan 1.668 Kerat Gelas Bukti Sengketa Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan barang bukti sengketa kekayaan intelektual berupa 1.668…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kejagung-Kementerian BUMN Rapatkan Pengelolaan "Smelter" Timah Sitaan

NERACA Pangkalpinang - Kejagung bersama Kementerian BUMN akan segera merapatkan pengelolaan aset pada lima smelter (peleburan) timah yang disita penyidik…

KPPU Kanwil I: Harga Beras Berpotensi Bentuk Keseimbangan Baru

NERACA Medan - Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Ridho Pamungkas menyatakan harga beras berpotensi membentuk keseimbangan baru.…

DJKI Kembalikan 1.668 Kerat Gelas Bukti Sengketa Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan barang bukti sengketa kekayaan intelektual berupa 1.668…