Dana Desa Meningkat, Kesenjangan Tetap Melebar

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Robert Endi Jaweng menyebut, besarnya dana desa yang digelontorkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) setiap tahunnya ternyata tak mampu mengatasi kemiskinan dan kesenjangan di perdesaan.

Bahkan ketimpangan dan kesenjangan itu, kata dia, tak jauh beda dengan zaman Orde Baru. Pasalnya, pemerintah sendiri tak mampu menyinergikan antara dana desa dan sektor pertanian. “ Angkanya selalu naik tiap tahun tapi efek dominonya tidak ada. Jadi meski dana desa terus naik tidak efektif karena tidak memberikan kesejahteraan berarti buat masyarakat di desa. Kemiskinan masih terus meraja lela, ketimpangan antar desa di kabupaten juga sama masih tinggi dan kemiskinan juga paling banyak di desa. Terus kemana dan untuk apa anggarannya?” katanya.

Mestinya, kata dia, dana desa itu bisa mengurangi ketimpangan dan kemiskinan di desa. Sehingga fokusnya seharusnya ke pembangunan manusianya, bukan semata pembangunan infrastruktur.

 “Yaitu manusia yang berkualitas dan manusia yang punya mental wirausaha. Itulah manusia-manusia yang tangguh yang kemudian bisa mengembangkan ekonomi. Karena selama ini program dana desa juga tak mampu menyelaraskan dengan sumber utama masyarakat desa yakni sektor pertanian,” terang di.

Salah satu indikator yang jelas adalah Nilai Tukar Petani (NTP) yang sejauh ini tidak menyejahterakan petani. Jadi dana desanya jalan sendiri sedang NTP-nya petani terus menurun. Bahkan integrasi antar sektor dengan program pemerintah juga menjadi tantangan pemerintah. “Kalau pemerintah mengatakan bahwa kemiskinan berkurang. Tapi kalau berdasar data saya, justru di tahun 2016 lalu, tingkat kemiskinan di desa malah meningkat tadinya 13,7 persen sekarang 13,9 persen. Peningkatan 0,2 persen itu besar,” ujar dia.

Artinya dengan kemiskinan yang semakin banyak di desa, sementara di kabupaten atau kota itu semakin menurun tingkat kemiskinannya. Dengan begitu bisa disebut kebijakan dana desa itu tidak efektif. “Karena data yang saya olah dari BPS (Badan Pusat Statistik), justru kemsikinan di desa semakin banyak. Dan 62 persen penduduk miskin di Indonesia itu ada di desa, mereka terkait dengan pertanian dan ekonomi desa. Makanya, integrasi dana desa dan pertanian itu menjadi kata kunci yang penting,” ujarnya.

Sedangkan menurut Pengamat politik dari Exposit Strategic Arif Susanto mengemukakan peningkatan alokasi anggaran hingga mencapai lebih Rp60 triliun atau sekitar hampir Rp1 miliar per desa saat ini sesungguhnya merupakan hal positif. Peningkatan itu menunjukkan konsistensi pemerintah bukan semata menggenjot pertumbuhan, tetapi untuk distribusi ekonomi lebih berkeadilan ke desa. Kebijakan serupa juga dapat mendorong peningkatan partisipasi sosial, terutama pada tataran akar rumput. “Namun, ada tiga persoalan besar dengan dana desa ini. Ini yang harus dilakukan ke depan jika ingin dana desa benar-benar efektif kepada masyarakat,” kata Arif.

Namun begitu, karena pengelolaan yang masih buruk sehingga dana desa belum efektif. Ketidak efektifan dana desa karena beberapa hal.  Masalah pertama adalah Kementerian Desa (Kemdes) telah memperoleh banyak kritik tentang sebagian alokasi dana yang salah sasaran. Kedua, distribusi dana yang besar belum diikuti penyiapan sumber daya yang mumpuni untuk mengelolanya agar memberi manfaat optimal. Ketiga, tata kelola, pengawasan, dan tanggung jawab yang lemah telah membuka peluang terjadinya korupsi.

 “Jika pemerintah memang berkomitmen untuk menjadikan desa sebagai masa depan perekonomian Indonesia, model pengelolaan dana desa yang demikian tidak bisa dibiarkan. Kemendes harus segera mengevaluasi secara menyeluruh mulai dari penyiapan pendampingan, pengembangan kapasitas aparatur pemerintah desa, hingga pengawasan pengelolaan dana,” ujarnya.

Dia mengaku heran pergantian Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tahun lalu belum diikuti perubahan mendasar kinerja kementerian tersebut. Padahal publik sesungguhnya menuntut suatu komitmen kerja agar janji pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan desa tidak menjadi semata alat kampanye politik. “Saat ini tidak ada perubahaan signifikan di Kemdes. Sangat disayangkan dengan besarnya alokasi dana yang dikeluarkan,” tuturnya. (agus)

 

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…