Mahasiswa ITB Temukan Tekhnologi Deteksi Banjir

Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yakni Ahmad Wirantoaji Nugroho menciptakan sebuah aplikasi untuk mendeteksi dini atau mengantisipasi banjir bernama Zephyrus. Sistem ini menggunakan aplikasi Android sebagai sarana utama penyebaran informasi karena dirasa lebih mudah terjangkau pengguna.

Aplikasi ini diciptakan oleh tim yang terdiri atas Ahmad Wirantoaji Nugroho (Meteorologi 2015), Andryansah Bagas Warno Putra (Teknik Geologi 2015), Aufa Zalfarani Saprudin (Meteorologi 2014), Harry Alvin Waidan Kefas (Teknik Informatika 2014), dan Novianti Rossalina (Desain Produk 2015).

Awalnya terbentuk karena Aji, Andryansah Bagas, dan Novianti Rossalina sama-sama penerima manfaat beasiswa Sinergi Foundation. Sedangkan Aufa Zalfarani adalah kakak tingkat Aji dan Harry Alvin adalah kenalan Aji di sebuah komunitas.

Ahmad Wirantoaji Nugroho menuturkan awal mulanya muncul ide pembuatan sistem ini muncul ketika dirinya berbincang dengan seniornya di sekretariat Himpunan Mahasiswa Meteorologi (HMME).

"Yang mendorong sih sebenarnya karena prihatin (dengan) banjir di Bandung Selatan. Kalau secara umum, banjir memang sering terjadi di Indonesia. Dan usaha mengantisipasi banjir itu sendiri masih jauh dari optimal," kata Aji.

Ia menjelaskan bahwa keprihatinannya pada wilayah Bandung Selatan yang setiap tahun selalu tertimpa bencana banjir karena wilayah Bandung yang berbentuk cekungan, dengan daerah Bandung Selatan yang termasuk ke dalam wilayah tengah, bencana banjir tidak dapat dipungkiri

Menurut dia, sistem ini menggunakan aplikasi Android sebagai sarana utama penyebaran informasi karena dirasa lebih mudah terjangkau pengguna.

"Nah itu, jadi ya salah satu alasan menggunakan aplikasi Android ini supaya bisa lebih cepat dan real time. Untuk SMS setiap air sungai telah mencapai ketinggian tertentu," ujar Aji.

Keistimewaan Zephyrus salah satunya adalah mudah terjangkau oleh pengguna, karena menggunakan aplikasi Android dan SMS satelit. Selain itu, alat AWLR-WS yang digunakan dalam sistem ini juga jauh lebih murah dibandingkan alat-alat serupa yang sudah terpasang, karena merupakan penggabungan dua alat yaitu Automatic Water Level Recorder (AWLR) dan Automatic Weather Station (AWR).

"Istimewanya adalah karena alat AWLR-WS ini dipakai, jadi bisa menekan penggunaan anggaran gitu. Kalau misalnya yang biasa dibuat itu sekitar 73 jutaan, sedangkan yang kita keluarkan itu hanya sekitar 7,7 juta jadi bisa menghemat," kata Aji mengenai perbandingan Zephyrus dengan sistem yang sudah ada.

Selain itu, ia juga menilai bahwa agar bencana banjir lebih mudah terantisipasi, diperlukan beberapa alat AWLR-WS yang dipasang di titik-titik yang berbeda. "Nah, bayangkan dengan biaya pengeluaran yang sama, kita bisa meletakkan sembilan alat AWLR-WS di sembilan titik yang berbeda," katanya.

Dalam pembuatannya, tim Zephyrus dibantu oleh seorang dosen pembimbing, yakni Muhammad Ridho Syahputra, M.Si dan didukung penuh oleh ketua Program Studi Meteorologi Dr rer nat Armi Susandi, MT Selain itu, ada pula Kang Riki dari Garda Caah (komunitas peduli banjir di Bandung Selatan) yang turut membantu dalam sosialisasi ke warga terdampak banjir dan dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum yang telah menyediakan Teras Cikapundung sebagai lokasi peletakan alat AWLR-WS tersebut.

Lebih lanjut ia mengatakan Zephyrus adalah sebuah sistem yang terdiri atas Automatic Water Level Recorder-Weather Station (AWLR-WS) sebagai alat pendeteksi parameter cuaca dan ketinggian air sungai, SMS satelit dan aplikasi Android.

Setelah sensor pada alat AWLR-WS ini menerima data cuaca dan ketinggian air, data akan dikirim ke server yang akan menyebarluaskan informasi tersebut melalui aplikasi Android dan SMS satelit.

Seperti diketahui, berdasarkan Peneliti dari Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogakarta Indonesia masuk tiga negara rawan banjir di dunia. Negara lainnya adalah India dan China.

Banjir yang terjadi di Indonesia lebih banyak karena meluapnya air sungai, sedangkan banjir di India dan China terjadi karena faktor meluapnya sungai dan air laut.

Menurutnya dengan adanya perubahan iklim atau terjadinya pemanasan bumi, maka ke depan banjir di Indonesia akan lebih kompleks  karena juga disebabkan meluapnya air laut. Air laut yang meluap atau rop ini sudah terjadi di Semarang, Jawa Tengah dan Jakarta bagian utara.

Faktor lain yang menyebabkan bencana banjir di Indonesia sendiri adalah perubahan penggunaan tanah dari kawasan serapan air menjadi pemukiman, jalan raya serta berkurangnya kawasan penahan air berupa areal hutan.

BERITA TERKAIT

Bantu UKM Kembangkan Bisnis, Salesforce Luncurkan Pro Suite

  NERACA Jakarta - Salesforce meluncurkan edisi terbaru Pro Suite yang tersedia di market Indonesia. Sebuah solusi yang fleksibel, terukur,…

Menggabungkan Seni dan Teknologi, Ink Lords Kenalkan Desain Kemasan dari Makhluk Mitologi Indonesia

  Menggabungkan Seni dan Teknologi, Ink Lords Ciptakan Desain Kemasan dari Makhluk Mitologi Indonesia NERACA Jakarta - Minat terhadap ‘Creative…

Kolaborasi dengan Timezone - Coocaa Indonesia Bagi THR TV 86 Inch dan Ratusan Juta Rupiah

Coocaa, sebagai brand TV no. 1 di Indonesia berkolaborasi dengan Timezone Indonesia ingin berbagi kebahagiaan serta perasaan dan pengalaman yang…

BERITA LAINNYA DI Teknologi

Bantu UKM Kembangkan Bisnis, Salesforce Luncurkan Pro Suite

  NERACA Jakarta - Salesforce meluncurkan edisi terbaru Pro Suite yang tersedia di market Indonesia. Sebuah solusi yang fleksibel, terukur,…

Menggabungkan Seni dan Teknologi, Ink Lords Kenalkan Desain Kemasan dari Makhluk Mitologi Indonesia

  Menggabungkan Seni dan Teknologi, Ink Lords Ciptakan Desain Kemasan dari Makhluk Mitologi Indonesia NERACA Jakarta - Minat terhadap ‘Creative…

Kolaborasi dengan Timezone - Coocaa Indonesia Bagi THR TV 86 Inch dan Ratusan Juta Rupiah

Coocaa, sebagai brand TV no. 1 di Indonesia berkolaborasi dengan Timezone Indonesia ingin berbagi kebahagiaan serta perasaan dan pengalaman yang…