Pemanfaatan Dana Haji

 

Oleh: Bhima Yudhistira

Peneliti INDEF

Baru-baru ini muncul polemik di tengah masyarakat tentang pemanfaatan dana haji pasca dilantiknya pengurus BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji). Sesaat kemudian lalu muncul wacana bahwa dana haji dapat dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur. Permasalahan ini tentu perlu diurai secara lebih mendalam dan dicari jalan keluarnya.

Sebenarnya pemanfaatan dana haji yang mencapai Rp95,2 triliun untuk keperluan infrastruktur sudah terjadi sejak tahun 2013 lalu. Bentuknya melalui instrumen Sukuk. Misalnya Sukuk digunakan untuk pembangunan rel kereta api Cirebon-Kroya, rel kereta Manggarai, jalan, jembatan dan pembangunan asrama haji.

Per Juli 2017, total dana haji yang masuk ke instrumen Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) sudah mencapai Rp36,69 triliun. Artinya, polemik belakangan ini lebih ke permasalahan komunikasi antara Pemerintah dan masyarakat khususnya umat Islam karena Pemerintah terkesan ingin memanfaatkan dana haji, tapi di sisi yang lain komunikasi yang terjalin dengan umat Islam terkesan kurang kondusif.

Namun terlepas dari situasi politik, penggunaan dana haji tetap perlu dikritisi karena rentan disalahgunakan untuk tujuan jangka pendek Pemerintah. Sebagai contoh, Pemerintah dapat membuat aturan turunan pengelolaan dana haji dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) untuk meningkatkan porsi dana haji pada instrumen Sukuk.

Di saat yang bersamaan pada 2018-2019 Pemerintah akan agresif menerbitkan sukuk baru untuk menutup defisit anggaran. Hal ini merupakan kecemasan yang sangat logis, mengingat 2018-2019 merupakan jatuh tempo utang Pemerintah sebesar Rp810 triliun. Sementara di sisi yang lain tren defisit anggaran Pemerintah terus melebar bahkan dalam APBN-P 2017 diproyeksi tembus 2,92% atau mendekati batas aman 3%. Pemerintah dikhawatirkan akan menggunakan Sukuk dana haji untuk menutup sebagian utang jatuh tempo tersebut.

Belajar dari pengalaman di Malaysia, penggunaan dana haji untuk pembangunan bukanlah hal yang baru. Dari total jumlah dana haji Malaysia yang tercatat sebesar Rp198,5 triliun, sebesar 9% masuk ke konstruksi/real estate berupa investasi langsung. Sedangkan 17% penempatan dana obligasi juga dimanfaatkan untuk investasi tidak langsung dalam pembangunan properti/konstruksi. 

Tapi perlu dicatat, Tabung Haji Malaysia tidak membangun infrastruktur seperti diartikan oleh Pemerintah Indonesia saat ini melainkan membangun konstruksi/real estate dengan tingkat imbal hasil yang tinggi. Tabung Haji Malaysia membangun aneka properti yang memiliki keuntungan jangka panjang misalkan Hotel Tabung Haji di Keddah dan Bay Pavilions di Sydney. Sekali lagi bukan membangun infrastruktur, melainkan properti.

Pengalaman seperti Malaysia merupakan pelajaran berharga bagi pengelolaan dana haji di Indonesia. Oleh karena itu, solusinya bukan untuk membangun infrastruktur melainkan properti yang dampaknya bisa dirasakan langsung bagi kemaslahatan jamaah haji Indonesia sesuai dengan amanat UU No 34/2014,bahwa tujuan pengelolaan keuangan haji untuk “Penyelenggaraan ibadah haji yang lebih berkualitas”.

 

 

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…