Mencari Cara agar Tarif Energi Listrik Murah

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik dan Kawasan Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah dalam paparannya sangat konsen untuk menghadirkan energi murah dan listrik murah. Ia mengatakan bahwa kerjasama bidang terkait yang sangat diperlukan, misalnya dengan kementerian teknis ESDM serta sinergi antara BUMN energi seperti Pertamina, PGN dan PLN.

Terkait dengan reserve margin pembangkit listrik, ia berpendapat bahwa untuk Indonesia sebaiknya reserve margin sekitar 30%. “Reserve margin tidak boleh terlalu berlebih demikian juga tidak boleh terlalu kecil karena sangat beresiko terhadap biaya dan keandalan. Kita harus mencari reserve margin yang tepat", katanya, seperti dikutip Rabu (9/8). "Jangan seperti Singapura yang reserve marginnya sampai 100% yang mengakibatkan tarif listrik lebih mahal padahal biaya energi primer yang diterima mereka lebih murah", tegasnya.

Sementara itu, Akademisi dari Universitas Indonesia (UI), Prof. Iwa Garniwa terkait dengan listrik swasta yang membuat pola operasi sistem kelistrikan tidak efisien, ia sepakat bahwa keberadaan pembangkit listrik swasta harus dibatasi. “Saya orang yang menolak pembangunan pembangkit listrik swasta yang lebih besar dari yang dibangun oleh PLN", katanya. "Kalau alasan PLN tidak punya pendanaan untuk membangun, itu adalah alasan yang tidak tepat. Seharusnya setelah revaluasi aset maka PLN punya kemampuan untuk mendapatkan pendanaan 3x lebih besar dari equity nya", lanjutnya.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Prof. Tumiran memaparkan Kebijakan Energi Nasional yang mendorong energi baru dan terbarukan dalam komposisi energi nasional. “Memang pada awalnya EBT itu lebih mahal dari energi fosil karena biaya investasi awalnya yang sangat besar seperti PLTA yang harus membangun bendungan atau PLTP yang harus melakukan pengeboran mencari sumber uap, namun untuk jangka panjang sangat kompetitif,” katanya.

Marwan Batubara dari IRESS menyampaikan terkait dengnkerjasama BUMN di sektor energi juga menyoroti perlunya sesama BUMN energi untuk bersinergi. “Pemerintah harus hadir di situ,” tegasnya. “Agar sesama BUMN tidak saling menang-menangan. Karena yang akan rugi juga negara. Karena BUMN adalah milik negara, milik rakyat", lanjutnya. Terkait dengan PLN akan membangun LNG Regasification Unit di Sumut juga FSRU di Jawa Barat, Marwan menentang rencana itu karena jelas pipa gas yang dibangun oleh Pertamina Arun-Belawan akan tidak optimal operasinya, demikian juga di Jawa Barat.

"Seharusnya Pemerintah mengambil alih permasalahan itu untuk bisa menurunkan harga gas Arun-Belawan, sehingga PLN tidak perlu membangun instalasi gas baru", ulasnya. Marwan juga mendorong seluruh komponen dalam negeri khususnya mahasiswa untuk selalu mendorong pemerintah mewujudkan janji JOKOWI-JK sebelum pemilu untuk mewujudkan energi murah untuk rakyat.

"Ini harus jadi gerakan bersama seluruh komponen yang ada, saya berharap khususnya kepada mahasiswa Indonesia dari UI, ITB, Undip dll, terus menyuarakan dan mengawalnya agar energi murah yang dijanjikan itu dapat terealisasi untuk kesejahteraan rakyat", tegasnya.

Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto dalam paparannya menyampaikan upaya-upaya PLN untuk menekan BPP listrik. Upaya-upaya tersebut tentu saja termasuk dalam kendali Direksi PLN untuk menurunkannya. Misalnya menurunkan susut jaringan, efisiensi bahan bakar SFC/ NPHR, reverse engineering untuk pemeliharaan pembangkit dsb nya. “Kecuali biaya kepegawaian karena tidak mungkin kami turunkan, kami berusaha untuk melakukan langkah-langkah efisiensi", tegasnya. “Namun tentu saja dalam batas-batas kendali Direksi PLN untuk menurunkannya,” ulasnya.

Terkait dengan kenaikan tarif listrik daya rumah tangga 900 VA, Sarwono menolak disebut menaikannya. Ia berkilah langkah itu hanya untuk mencabut subsidi bagi pelanggan rumah tangga mampu katanya. Pada bagian Ketua Umum SP PLN Jumadis Abda mempresentasikan paparannya terkait upaya penurunan BPP agar tarif listrik lebih murah, mengatakan bahwa seharusnya tarif listrik tidak perlu naik, malah kalau bisa turun.

"Ada tiga indikator yang tidak wajar, saat ini mempengaruhi bpp yang akhirnya tarif listrik naik dan PLN masih menerima subsidi dari Negara mencapai Rp. 60,4 T di tahun 2016. Kalau ketiga indikator ini bisa dibenahi maka tarif listrik tidak perlu naik, malah PLN tidak perlu mendapat subsidi lagi. Sehingga anggaran subsidi yang sangat besar itu dapat digunakan untuk membangun infrastruktur transportasi, pendidikan dan kesehatan. Pastinya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia", ulas Jumadis.

 

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…