Kemiskinan Kian Melebar?

Persoalan kemiskinan tampaknya terus membelit roda perekonomian di Indonesia. Pasalnya, lembaga resmi milik negara Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, data Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan di Indonesia ternyata semakin meningkat. Angka indeks kedalaman kemiskinan naik menjadi 1,83 dan indeks keparahan kemiskinan naik 0,48 pada Maret 2017, dari  realisasi September 2016 yakni masing-masing di angka 1,74 dan 0,44.

Tidak hanya itu. Jumlah penduduk miskin di pada Maret tahun ini sebanyak 27,77 juta orang dengan persentase 10,64%, meningkat 6.900 orang dibandingkan September 2016. Penduduk miskin kota sebanyak 7,72% sedangkan penduduk miskin desa sebanyak 13,93%.

Publik perlu mengetahui bahwa, indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauhi garis kemiskinan. Sedangkan Indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

Nah, apabila indeks kedalaman meningkat, berarti tingkat kedalaman kemiskinan semakin dalam. Jarak antara rata-rata pengeluaran orang miskin dengan garis kemiskinan semakin jauh. Sementara untuk indeks keparahan kemiskinan, naik dari 0,44 (September 2016) menjadi 0,48 (Maret 2017). Hal ini menunjukkan bahwa variasi pengeluaran penduduk miskin menjadi semakin lebar.

Angka kemiskinan tersebut merupakan titik terparah sejak 2011. Ini sudah mendekati titik hardcore poverty 10%. Artinya, untuk menurunkan sedikit saja, perlu extra effort luar biasa.

Namun ironisnya, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Sairi Hasbullah mengatakan, kekayaan kelas menengah semakin tumbuh dan kelas teratas justru menurun. Sekitar 60% jumlah penduduk merupakan kelas menengah. “Kenaikan di kelas paling bawah kurang cepat. Pembangunan dinikmati lapisan menengah ke atas, bukan tertinggi, sehingga ketimpangan stagnan,” ujarnya.

Pernyataan pejabat BPS itu dapat diartikan bahwa, orang kaya akan makin kaya, dan orang miskin akan makin miskin. Apakah ini pertanda pembangunan di negeri ini hanya dinikmati oleh segelintir orang saja?

Di sisi lain, jika melihat tingkat inflasi di seluruh Indonesia selama September 2016 hingga Maret 2017 yang tercatat 2,24%, ini menggambarkan laju inflasi kecil itu mampu “berlari lebih kencang” ketimbang perbaikan upah yang diterima buruh. Artinya, pendapatan yang diterima tidak cukup ampuh untuk mengimbangi laju inflasi tersebut.

Meski selama periode tersebut upah buruh tani baik yang nominal atau riil mengalami kenaikan, upah buruh bangunan hanya naik untuk upah nominalnya saja. “Karena tidak mampu kejar inflasi sehingga periode tersebut upah riil buruh bangunan turun,” ujar Kepala BPS Kecuk Suhariyanto saat itu.

Nah, pada kondisi ini, wajar jika kaum buruh berjuang menuntut upah layak yang lebih memiliki makna. Artinya, daya beli buruh memang perlu ditingkatkan yang pada akhirnya bisa mengurangi tingkat kemiskinan.

Meningkatnya angka kemiskinan seperti data yang dirilis BPS menjadi bukti ada yang salah dengan kebijakan ekonomi pemerintahan Jokowi-JK. Kebijakan fiskal yang semestinya menjadi stimulus ekonomi kerakyatan, sepertinya hanya menguntungkan pihak tertentu.

Diantara kebijakan yang jelas-jelas menurunkan daya beli dan membuat rakyat miskin adalah pengurangan subsidi BBM dan listrik. Kebijakan ini membuat rakyat miskin harus menanggung dampak kenaikan harga barang dan jasa. Dengan kenaikan barang-barang maka daya beli rakyat semakin melemah sehingga memperdalam angka kemiskinan.

Tidak heran jika dalam seminar yang bertajuk “Mengurai Solusi Ketimpangan” yang diselenggarakan oleh Indef, terungkap bahwa Indonesia masuk Tiga Besar Negara yang kesenjangan ekonominya sangat besar.

Adalah Prof. Didik J Rachbini yang bertindak narasumber mengingatkan kondisi tersebut ditandai oleh anjloknya penjualan hampir di semua supermarket, sebagai dampak turunnya daya beli masyarakat. Terungkap juga besarnya kesenjangan antara orang miskin dengan orang kaya sudah mencapai tingkat sangat mengkhawatirkan. Hal ini bisa dilihat dari data yang menunjukkan saat ini di Indonesia 1% orang super kaya menguasai 80% uang yang ada di rekening bank.

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…