YLKI: Pengaduan Properti di Urutan Kedua

Jakarta-Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan, pengaduan konsumen terkait properti menempati urutan kedua terbanyak yang masuk ke lembaga tersebut. Sepanjang tahun lalu, total pengaduan yang diterima lembaga publik tersebut mencapai 780 pengaduan.

NERACA

Menurut Ketua Harian YLKI Sularsi, pengaduan dari konsumen terkait properti biasanya berhubungan dengan pembangunan dan pengelolaan rumah atau apartemen yang telah dibelinya dari pengembang. "Pengaduan konsumen terkait dengan properti itu nomor dua terbanyak setelah perbankan. Permasalahan kita bagi, yaitu pembangunan, pengelolaan, dan transaksi. Yang terbanyak pembangunan 40% dan pengelolaan 39% dari 780 pengaduan," ujarnya di Jakarta, Selasa (8/8).

Dia menjelaskan, ‎pengaduan soal pembangunan biasanya terkait keterlambatan membangun rumah yang dibeli dan proses serah terima unit.‎ Hal ini juga berimbas pada keterlambatan penyerahan sertifikat dari pengembang ke konsumen. "Ini masalah pada legalitas dari pengembang sehingga mengakibatkan pembangunan terlambat, soal perizinan-perizinannya. Dengan adanya keterlambatan ini berimbas pada sertifikat strata title (apartemen), pertelaannya enggak ada, PPJB enggak ada, belum diterima konsumen," ujarnya.

‎Terkait masalah pengelolaan apartemen, menurut dia, konsumen umumnya mengeluhkan soal besaran iuran pengelolaan lingkungan (IPL) dan pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3RS). "Terkait pengelolaan, ketika konsumen sudah menghuni rusun tersebut. Salah satu yang banyak itu soal IPL dan P3RS," ujarnya.

Sularsi mengungkapkan, dalam tiga tahun terakhir, pengaduan terkait properti ini banyak berasal dari konsumen atau penghuni rumah susun (rusun). Biasanya dalam pengaduan ini, konsumen yang mengadu mewakili banyak penghuni lain di rusun tersebut.

"Sekarang pengaduan yang lebih menonjol rusun karena tiga terakhir belakangan banyak yang ditawarkan itu rumah vertikal. Ketika satu orang mengadu, ini mewakili satu tower, itu bisa saja 600 pemilik. Kalau orang mengadu soal IPL, berarti semuanya merasakan, tarif listrik, air PAM, ini kan semua merasakan. Ketika kenaikan IPL sangat tinggi tanpa kompromi, hanya sepihak, itu berlaku untuk semua (penghuni)," ujarnya.

Hak Konsumen

YLKI juga menilai kasus komedian Muhadkly MT atau yang akrab dikenal Acho, itu hanya menuntut haknya sebagai konsumen. Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, curhatan Acho dalam website-nya tidak terdapat potensi pelanggaran yang dilakukan konsumen. Khususnya, dalam perspektif UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Menurut dia, Acho hanya mengutarakan keluhan mengenai haknya yang tak dipenuhi oleh pelaku usaha, yaitu pengembang Green Pramuka. Acho menulis di media sosial, lanjut Tulus, karena dinilai pengaduan langsung tak menemui titik temu.

"Apa yang ditulis/disampaikan konsumen adalah upayanya untuk merebut hak-haknya, yang diduga dilanggar oleh pelaku usaha, pengembang Green Pramuka. Bahwa konsumen kemudian menulisnya di media sosial, sebab dipandang pengaduan-pengaduan serupa sudah mampet, tidak mendapatkan respons memadai dari pihak manajemen Green Pramuka," ujarnya dalam keterangan tertulisnya di  Jakarta, belum lama ini.

Menurut Tulus, apa yang dilakukan Acho sudah sesuai haknya yang diatur oleh UU Perlindungan Konsumen, bahwa konsumen berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya. "Termasuk menyampaikan keluhan dan pendapatnya via media massa, dan media sosial. Yang penting, yang disampaikan konsumen fakta hukumnya sudah jelas, bukan fiktif (hoax), yang berpotensi fitnah," ujarnya.

Tulus mengatakan, tindakan yang dilakukan oleh pengembang berlebihan dan itu bertentangan dengan perlindungan konsumen. "Dengan demikian, tindakan polisional oleh Green Pramuka pada konsumen adalah tindakan yang berlebihan, dan bahkan arogan, dan tindakan yang kontra produktif untuk perlindungan konsumen di Indonesia, yang membuat konsumen takut untuk memperjuangkan konsumennya secara mandiri. YLKI mengecam segala bentuk kriminalisasi oleh dilakukan developer yang bertujuan untuk membungkam daya kritis konsumen. YLKI  juga mengritik polisi, yang bertindak cepat jika yang mengadu adalah pihak pengembang, tapi bertindak lamban jika yang mengadu masyarakat," ujarnya.

"Apa yang ditulis/disampaikan konsumen, adalah upayanya untuk merebut hak-haknya, yang diduga dilanggar oleh pelaku usaha, pengembang Green Pramuka. Bahwa konsumen kemudian menulisnya di media sosial, sebab dipandang pengaduan-pengaduan serupa sudah mampet, tidak mendapatkan respon memadai dari pihak manajemen Green Pramuka," ujarnya.

Seperti diketahui, Acho ditetapkan sebagai tersangka dugaan pencemaran nama baik sesuai pasal 27 ayat 3 UU ITE dan dugaan fitnah sesuai pasar 130-131 KUHP atas laporan Danang Surya Winata selaku kuasa hukum PT Duta Paramindo Sejahtera, yaitu pihak pengelola apartemen Green Pramuka di Jakarta.

Ini bermula dari curhatan Acho tentang sebuah apartemen di blog pribadinya, Muhadkly.com, dua tahun lalu. Acho ditetapkan sebagai tersangka pada Juni 2017. Kini, ia menanti nasibnya lantaran berkas kasusnya dinyatakan lengkap dan siap dilimpahkan dari Cyber Crime Polda Metro Jaya ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

Secara terpisah, pengamat properti dari Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menuturkan, perseteruan antara Acho dengan pihak Apartemen Green Pramuka, bukan hal baru di dunia properti. Sebab, menurut dia, keluhan terkait lambannya pengurusan sertifikat kepemilikan satuan rumah susun dari penghuni kepada pengembang properti telah sering terjadi.

Ali menjelaskan, penerbitan sertifikat sebenarnya dapat rampung dalam hitungan bulan. Namun, menurut dia, memang sering kali ada beberapa proses yang membuat penerbitan sertifikat lambat, sehingga secara rata-rata baru terbit sekitar dua tahun setelah penghuni menempati apartemen.

"Memang seharusnya bisa lebih cepat, tapi praktiknya ya segitu (dua tahun kemudian)," ujar Ali seperti dikutip CNNIndonesia.com, pekan ini.

Pada kasus Acho, seperti yang dikisahkannya dalam laman blog pribadinya, beberapa penghuni Apartemen Green Pramuka pada Tower Fagio dan Tower Pino belum juga mendapat sertifikat kepemilikan. Padahal, kedua tower tersebut merupakan tahap awal pembangunan kompleks apartemen tersebut dan sudah memasuki tahun ketiga sejak dapat dihuni.

Terkait hal ini, Ali menilai, ada beberapa hal yang mempengaruhi sertifikat melebihi batas waktu ideal, yaitu adanya perubahan ketentuan dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), belum mendapatkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), atau ada waktu tambahan pada proses pemberian izin dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).  "Kalau satu sampai dua tahun masih wajar. Kalau terlalu lama bisa saja, ada perubahan IMB atau belum dapat SLF, atau bisa juga BPN-nya yang lama," ujarnya.  

Menurut dia, dengan berbagai kemungkinan tersebut, seharusnya pihak Apartemen Green Pramuka dapat menjelaskan kepada Acho dan penghuni lain yang merasa kecewa dengan mediasi antar kedua pihak, sembari mengupayakan agar sertifikat tersebut segera terbit.

Sayangnya, pada kasus ini, yang terjadi justru pihak Apartemen Green Pramuka terlihat terlalu reaktif dalam menanggapi keluhan tersebut. "Terlalu reaktif, seharusnya bisa diselesaikan dengan mediasi saja," kata Ali.

Namun, kasus tersebut saat ini telah bergulir hingga ke ranah hukum. Dengan demikian, menurut dia, penyelesaian perseteruan tersebut pun bergantung pada kedua belah pihak.

Melalui blognya, Acho memaparkan sejumlah kekecewaannya terhadap pengelolaan apartemen tersebut. Dia mencontohkan, janji ruang terbuka hijau sebesar 80% saat perjanjian jual beli unit apartemen yang tak kunjung terealisasi.

Selain itu, ia juga mempertanyakan penerbitan sertifikat kepemilikan satuan apartemen yang juga tak kunjung diberikan serta pungutan liar (pungli) yang kerap dikenakan pihak apartemen kepada penghuni.

Menurut Polda Metro Jaya, pihak pengelola Apartemen Green Pramuka melalui kuasa hukumnya Danang Surya Winata melaporkan Acho pada 5 November 2015 lalu.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, usai laporan tersebut masuk, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus menyikapi laporan itu dengan melakukan penyelidikan dan memeriksa sejumlah saksi serta ahli.

Penyidik kemudian menetapkan Acho sebagai tersangka dugaan pencemaran nama baik pada 12 Juli 2017. "(Setelah dilaporkan) baru terlapor (Acho) berupaya mendekat kepada pelapor, namun sepertinya pelapor sudah resistance karena market menurun drastis akibat peristiwa tersebut," ujar  Argo. Penyidik telah melimpahkan berkas perkara Acho, berikut barang bukti ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…